Intisari-Online.com - Kita baru memasuki hari ketiga tahun 2022. Akan tetapi dunia langsung menghadapi ancaman geopolitik.
Ancaman geopolitik ini mudah dilihat. Apalagi Rusia, China dan Iran mendominasi.
Bahkan beberapa negara ingin mengejar ambisi masa lalu.
Contohnya apa yang dilakukan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Dilansir dari express.co.uk pada Senin (3/1/2022), Putin berusaha untuk menciptakan kembali kekuatan regional Rusia sebelumnya runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991.
China tidak jauh berbeda.
Presiden China Xi Jinping berpegang teguh pada ambisi sejarah untuk "menyatukan kembali" Taiwan dengan tanah airnya, China.
Sementara tekad Presiden Iran Ebrahim Raisi ingin kembali dominasi regional diatur dengan kuat di Abad Pertengahan, meskipun itu menggunakan senjata nuklir.
Masing-masing negara berusaha untuk memaksakan kehendak mereka pada demokrasi yang berdaulat, baik secara teritorial atau melalui kampanye pengaruh berbasis dunia maya.
Jika ada negara yang salah yang mengambil langkah, maka dunia bisa menghadapi risiko terbesar dari konflik yang tidak diinginkan sejak berakhirnya Perang Dingin.
Permasalahan dimulai dengan konflik antara Rusia di Ukraina.
Dua negara mungkin akan tetap berkonflik hingga beberapa bulan ke depan.
Sebab Rusia tengah menurunkan 175.000 tentara yang diperkirakan berisi pasukan tentara bayaran juga.
NATO sendiri mengizinkan pasukannya untuk membantu Ukraina. Tapi Inggris dan beberapa negara masih diam.
Sebab Ukraina bukanlah anggota NATO.
Jadi, jika tidak terlibat langsung, mungkin Inggris hanya akan menggunakan jalur diplomasi.
Berbeda dengan AS yang dilaporkan siap mengirimkan senjata kemampuan anti-rudal dan teknologi siber ke Ukraina.
Di sisi lain, AS masih memiliki banyak musuh di Timur Tengah.
Apalagi semenjak pasukan AS meninggalkan Afghanistan dan membuat negara itu jatuh ke tangan Taliban.
Sementara China memperhatikan dengan seksama.
Konflik China dan Taiwan diperkirakan akan menjadi titik nyala dalam empat tahun ke depan.
Sedangkan konflik apa pun dengan China pada 2022 kemungkinan besar akan terjadi di Laut China Selatan.
Masalahnya konflik di Laut China Selatan bisa menyebabkan beberapa negara murka.
Sebut saja negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Terakhir, ada Iran.
Sebagai negara yang membenci AS setengah mati, Iran tidak menunjukkan kecenderungan nyata untuk memperlihatkan perkembangan senjata nuklirnya.
Mereka maju perlahan dan kini memiliki sumber pendapatan potensial lain setelah pengambilalihan Afghanistan oleh Taliban.
Sebab itu memberikan Iran akses yang lebih besar ke pasar Asia.
Wah, tugas AS sangat banyak yah di tahun 2022 ini?