Sekitar tahun 742-755 M, menurut berita dari Tiongkok, Raja Kiyen yang saat itu berkuasa memindahkan ibu kota Holing ke Jawa Timur.
Dari Prasasti Dinoyo yang berangka tahun 760 M, dengan bertuliskan huruf Kawi dan bahasa Sansekerta, diketahui munculnya Kerajaan Kanjuruhan ini.
Dalam Prasasti Dinoyo tersebut diceritakan bahwa Kerajaan Kanjuruhan diperintah oleh Raja Dewashimha, yang setelah mangkat, digantikan oleh putranya, Limwa, yang dikenal sebagai Gajayana.
Mengutip dari buku Mengenal Kerajaan-kerajaan Nusantara, karya Deni Prasetyo (2009), diketahui bahwa Gajayana memiliki putri bernama Uttajana yang menikah dengan Jayaniya.
Dari Prasasti Dinoyo pula diketahui bahwa Raja Gajayana beragama Siwa yang dicintai rakyatnya dan memerintah dengan adil.
Di bawah kekuasaan Gajayana, Kerajana Kanjuruhan ini mencapai puncak keemasan, mengalami perkembangan pesat dalam bidang pemerintahan, sosial, ekonomi, maupun seni budaya.
Wilayah kekuasaan Kerajaan Kanjuruhan ini meliputi daerah Malang, lereng timur dan barat Gunung Kawi, dan ke utara hingga pesisir laut Jawa.
Pada masa pemerintahan Gajayana, jarang sekali terjadi peperangan, pencurian, dan perampokan, karena raja selalu bertindak tegas sesuai hukum yang berlaku.
Raja Gajayana membuat tempat suci pemujaan untuk memuliakan Resi Agastya, dengan membuat arca sang Resi dari batu hitam yang sangat elok, sebagai pengganti arca yang dibuat dari kayu oleh nenek Raja Gajayana.