Find Us On Social Media :

Hayam Wuruk Menganut Agama Hindu Siwassidharta Sedangkan Ibunya Menganut Buddha, Bukti Majapahit Kerajaan yang Toleran, Termasuk dengan Pemeluk Islam

By Muflika Nur Fuaddah, Minggu, 5 Desember 2021 | 13:19 WIB

oleransi Antarumat Beragama pada Masa Kerajaan Majapahit

Intisari-Online.com - Kerajaan Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya pada 1293 dan mencapai kejayaan pada era pemerintahan Hayam Wuruk dengan patih Gajah Mada

Melansir Kompas.com, toleransi di Majapahit Kehidupan sosial budaya masyarakat Majapahit sudah diwarnai dengan hal-hal yang bersifat keagamaan.

Agama di Majapahit memiliki fungsi yang kompleks, salah satunya adalah menumbuhkan rasa toleransi antar warga.

Selain itu, kerajaan juga memberikan pengakuan dan kesempatan yang sama terhadap para tokoh agama untuk duduk dalam pemerintahan.

Baca Juga: Bak Negara Maju yang Datangkan Senjata dari Luar Negeri, Ternyata Majapahit Juga Pernah Datangkan Senjata Militer dari China, Catatan Ini Jadi Buktinya

Bangunan suci yang berupa candi juga menjadi salah satu bentuk toleransi agama di Majapahit.

Candi tersebut memiliki dua atau lebih dari sifat keagamaan yang menjadi bukti integrasi sosial dan toleransi di bidang agama.

Candi itu tidak hanya untuk kalangan Hindu-Budha, namun juga untuk kalangan muslim.

Karena di era Hayam Wuruk sudah ada penduduk yang memeluk Islam.

Baca Juga: Namanya Tak Sebatas Dikenal Asia Tenggara hingga China, Inilah Momen Ketika Presiden Korea Selatan Singgung dan Bawa-bawa Nama Majapahit di Depan ASEAN

Secara populer, Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang berdiri di kawasan Nusantara.

Meski dianggap sebagai kerajaan Hindu-Buddha, Majapahit hanya menganggap dua agama resmi yaitu Siwa dan Buddha.

Hal itu berdasarkan Prasasti Waringinpitu yang dikeluarkan oleh Raja Kertawijaya pada 1447 M, yang menyebut nama pejabat birokrasi kerajaan di pusat.

Di antaranya adalah Dharmmadhyaksa ring kasaiwan atau pejabat yang mengurusi Agama Siwa.

Baca Juga: Wilayah Kekuasaanya Padahal Hanya Mencakup Asia Tenggara, Ternyata Majapahit Malah Dikenal Orang Eropa dan Amerika, Sosok Gajah Mada Sampai Disandingkan dengan Napoleon Bonaparte

Satu lagi adalah Dharmmadhyaksa ring kasogatan atau pejabat yang mengurusi Agama Buddha.

Dengan luasnya kekuasaan, penduduk Kerajaan Majapahit memiliki kepercayaan yang bermacam-macam.

Ada yang memeluk Hindu, Buddha, ajaran Siwa-Buddha dan ada yang masih percaya dengan kejawen atau animisme.

Ajaran Siwa dan Buddha merupakan sinkretisme dari agama Hindu dan Buddha yang berada di Nusantara.

Baca Juga: Corak Benderanya Dikenal hingga Menginspirasi Banyak Negara di Dunia, Benarkan Panji Majapahit Sebenarnya Cikal Bakal Bendera Malaysia, Ini Penjelasannya

Ajaran ini bahkan sudah dikenal sejak era Mataram Kuno.

Pada perkembangannya, peran agama Buddha semakin menghilang ketika Majapahit berada diakhir kejayaannya.

Hal ini dibuktikan dengan banyaknya candi peninggalan Majapahit yang bercorak Siwa.

Tak hanya itu, agama Islam juga diketahui ada di Majapahit.

Bukti kehadiran Islam di Majapahit diketahui melalui penemuan pemakaman Islam kuno di Desa Tralaya, Trowulan, Mojokerto.

Tempat tersebut tidak jauh dari kompleks kedaton Majapahit berdiri.

Baca Juga: Kisahkan Orang-orang Sunda yang Maki-maki pada Patih Gajah Mada dan Prabu Hayam Wuruk dari Majapahit yang Ratapi Putri Sunda, Seperti Inilah Isi Kidung Sunda Peninggalan Kerajaan Pajajaran

Apabila dilihat dari nisannya, situs makam Tralaya berasal dari 1533 Saka atau 1611 M.

Tahun tersebut masih dalam pemerintahan Hayam Wuruk dan ada beberapa penduduk yang memeluk agama Islam.

Bukti lain adalah dari keterangan Ma Huan, seorang penerjemah Laksamana Cheng Ho yang menyebutkan bahwa di Majapahit terdapat tiga golongan agama, salah satunya adalah Islam.

Kebanyakan yang menganut muslim adalah saudagar yang datang dari barat.

Salah satu bukti adanya toleransi beragama yang tinggi di Majapahit adalah Hayam Wuruk yang menganut Hindu Siwassidharta dapat hidup berdampingan dengan ibunya Tribhuana Tunggadewi yang menganut Buddha.

(*)