Find Us On Social Media :

Sudah Jatuh Tertimpa Tangga, Australia Kini Sudah Jadi Musuhnya, Warga China Kini Terjebak Tinggal Dalam Kegelapan Setelah Dulunya Nekat Tolak Batu Bara Australia Ini

By May N, Kamis, 30 September 2021 | 13:00 WIB

Ilustrasi China yang dilanda kegelapan karena terjadi kelangkaan listrik

Intisari-Online.com - Konsumsi listrik China yang terus merosot mengancam pasukan rantai global dan memperburuk kelangkaan barang selama Natal dan Tahun Baru.

Pabrik-pabrik di kawasan industri Guangdong, China, berada di bawah tekanan besar untuk memenuhi permintaan Oktober di tengah kekhawatiran suplai listrik yang terbatas akan masuk ke rumah-rumah dan gedung-gedung umum ketika masuk musim dingin.

Lonjakan mendadak harga batu bara dan harga listrik yang terkena dampak larangan pemerintah telah menyebabkan banyak pembangkit listrik menutup generator-generator mereka sejak September.

Hal ini menghasilkan listrik turun yang mulai di timur laut tapi kini menyebar ke seluruh dunia.

Baca Juga: Perkembangan Industri Baterai Mobil Listrik Indonesia Tak Lagi Angan Semata, Produsen Senyawa Lithium Terbesar Ketiga di Dunia Ini Kini Ikut Muluskan Ambisi Luhut dan Jokowi Ini

Akibatnya, China mulai gelap!

Para pakar telah mengatakan pembatasan China untuk impor batu bara Australia, bagian dari ketegangan diplomatik dua pihak dan juga implementasi target emisi baru telah menjadi penyebab listrik berkurang drastis yang kini mengancam hasil industri yang cacat.

China telah lama menjadi konsumen batu bara terbesar dunia, tercatat mengimpor total 197.7 juta ton batu bara dalam 8 bulan pertama tahun 2021, turun 10% year-on-year.

Namun impor batu bara Agustus naik lebih dari sepertiga dari suplai lokal seperti mengutip Asia Times.

Baca Juga: Masih Hangat Menteri Investasi Setujui Gelonggongan Dana Investor China, Akal Bulus China Ketahuan Ingin Rebut Wilayah Natuna yang Kaya Akan Gas Alam Belum Terpakai Ini, Lihat Aksi Militer Ganasnya!

Pada pertengahan September, penyimpanan batu bara thermal China telah secara drastis menurun, karena lonjakan penggunaan listrik luar biasa yang disebabkan oleh heatwave di selatan China.

Rabu lalu, dalam pertanda keputusasaan, otoritas China memanggil perusahaan rel kereta api untuk menyelesaikan operasi pengiriman pasokan batu bara ke perusahaan utilitas.

Kelangkaan listrik secara besar-besaran dapat diprediksi.

Patokan harga batu bara China Qinhuangdao meningkat hampir 1000 yuan (USD 155 / Rp 2.200.000) per ton pada akhir Juni lalu, meningkat secara dramatis dari 566 yuan per ton pada akhir Februari.

Baca Juga: Kota di China Mendadak Gelap Total Setelah 10 Tahun Tak Pernah Ada Pemadaman Listrik, Kehabisan Batubara Gegara Konflik dan Hentikan Pasokan dari Australia?

Pada minggu terakhir 23 September, China Electricity Coal Index, pengukuran tingkat harga pembelian batu bara untuk pembangkit listrik, menunjukkan patokan harga mencapai 1086 yuan per ton, meningkat 56% dari akhir tahun lalu atau hampir 2 kali lipat dari setahun lalu.

Masa depan batu bara thermal mencapai harga rekor tertinggi 1376,8 yuan per ton Rabu kemarin, menambahkan lebih banyak tekanan pada utilitas listrik yang tidak mampu menutupi biaya tambahan.

Dengan harga listrik terpengaruh dengan kebijakan larangan dari pemerintah, pembangkit listrik memilih mengurangi suplai daripada menanggung kerugian karena harga batu bara lebih tinggi.

Otoritas kini mempertimbangkan memperbolehkan biaya listrik industri mengapung lebih tinggi untuk mempermudah kelangkaan listrik.

Baca Juga: Senjata Makan Tuan, Sok-sokan Beri Hukuman pada Australia dengan Berlakukan Sanksi Ini, Kini Justru Rakyat China yang Jadi Korbannya Gara-gara Ulah Pemerintahnya Sendiri

Perencana negara Komisi Perkembangan Reformasi Nasional (NDRC) mengatakan akan memperbolehkan harga listrik mengapung dalam jangkauan "yang masih beralasan" untuk merefleksikan harga batu bara lebih baik lagi.

Di saat yang sama, otoritas telah berusaha meyakinkan warga jika akan ada listrik yang mencukupi bagi rumah-rumah warga saat musim dingin menyerang.

Pembatasan penggunaan listrik telah menyebar di seluruh negara, termasuk di tiga provinsi timur laut Liaoning, Jilin dan Heilongjiang yang menjadi rumah bagi hampir 100 juta orang.

Para akhir minggu lalu, pemerintah tiga provinsi tersebut mengumumkan rencana memutus listrik, yang menghasilkan gangguan besar kepada kehidupan sehari-hari warga dan operasi bisnis pada hari Senin.

Baca Juga: Gayanya Berikan Hukuman pada Australia dengan Berlakukan Sanksi Ini, Rakyat Chia Justru Jadi Korbannya Gara-Gara Ulah Pemerintahnya Sendiri

Banyak orang terjebak di lift, lampu lalu lintas mati dan lilin terjual habis.

Pasokan air juga terkena dampak kelangkaan listrik di beberapa distrik.

Lin Boqiang, dekan China Institute for Studies in Energy Policy di Universitas Xiamen, mengatakan kelangkaan listrik di tiga provinsi timur laut tersebut utamanya disebabkan karena kekurangan batu bara thermal sementara pasokan energi angin turun drastis tidak terduga dan juga ada peningkatan kebutuhan dari pemasok besi yang memperburuk situasi.

Tahun lalu, 63% dari listrik ketiga provinsi menggunakan batu bara thermal sedangkan energi surya dan angin menyumbang 17% dan 8%.

Baca Juga: Seakan Tak Sudi Terima Produk Australia dan Indonesia, Pabrik Baja China Justru 'Buang' Impor Batu Bara dari Dua Negara, Canberra Geram Bukan Main

Senin kemarin, Han Jun, gubernur provinsi Jilin, mengatakan dalam kunjungan ke pembangkit listrik lokal jika provinsinya akan meningkatkan impor batu bara dari Rusia, Indonesia dan Mongolia, dan telah mengirimkan tim khusus memonitor pasukan batu bara di Mongolia Dalam.

“Kekurangan pasokan batu bara secara global lebih mempengaruhi China, mengingat ketergantungannya yang besar pada listrik berbahan bakar batu bara dan pembatasan impor batu bara dari Australia yang berasal dari hubungan mereka yang memburuk,” kata Alicia Garcia Herrero, kepala ekonom untuk Asia Pasifik di Natixis.

Ditakutkan kondisi China-Australia ini tidak akan segera membaik mengingat baru saja Australia meneken kesepakatan AUKUS dengan Amerika Serikat (AS) dan Inggris, yang membuat Australia dianggap berpihak oleh China.