Penulis
Intisari-Online.com -Tertutup dari kepala sampai kaki dengan pakaian hazmat (APD), seorang anak kecil membawa tas punggung separuh dari ukuran tubuhnya berjalan melewati koridor rumah sakit dan sampai ke ruangan CT scan.
Ia sendirian tanpa orang tuanya dalam video yang tersebar di internet itu.
"Seorang balita 4 tahun terinfeksi, sayangnya," tulis caption di video tersebut.
"Tidak ada orang tua yang menemani. Berangkat karantina sendirian."
Pemandangan itu direkam oleh seorang perawat di rumah sakit karantina di kota Putian, pusat wabah varian Delta di China.
Video itu lantas mendapat perhatian jutaan orang ketika viral di media sosial China minggu ini.
"Ini membuat hatiku sakit," tulis salah satu komentar di Weibo, platform mirip Twitter di China.
"Aku menangis karena ini," tulis yang lain.
Video itu menjadi pengingat penting betapa mahalnya biaya kebijakan nol kasus Covid-19 di China yang telah membantu negara tersebut keluar dari ledakan wabah.
Aturan mereka mengharuskan menempatkan seluruh wilayah di bawah lockdown, mengetes jutaan penduduk dalam hitungan hari dan mengisolasi orang dan kontak terdekat dalam fasilitas yang dirujuk.
Kali ini, penanganan ketat ini diberikan kepada anak-anak sekolah, yang pertama kali dideteksi terinfeksi.
Di Putian, 57 dari 129 laporan kasus baru berada di bawah umur 12 tahun menurut pemerintah.
Untuk mencegah penularan lebih, anak-anak kecil yang terinfeksi seumur anak TK dipisahkan dari orang tuanya dan dikarantina di rumah sakit.
Dalam konferensi pers Kamis kemarin, pemerintah Putian mengatakan aturan pengendalian epidemi China melarang pasien Covid ditemani siapapun selama isolasi dan perawatannya.
Namun jika anak kecil dan orang tuanya sama-sama terinfeksi, RS akan mengatur mereka diisolasi di ruang yang sama, mengutip CNN.
Beberapa anak-anak kecil yang kontak erat dengan yang terinfeksi tapi dites negatif juga harus dikarantina jauh dari orang tuanya.
Kebijakan ini kemudian dilonggarkan, dengan anak kecil di bawah 14 tahun diperbolehkan karantina bersama orang tua atau anggota keluarga lain.
Namun isolasi untuk anak-anak kecil yang terinfeksi masih tetap dilaksanakan.
Zhu Xiaqing, perawat yang merekam video tersebut, mengatakan kepada koran lokal Fujian Health Daily jika matanya berkaca-kaca ketika melihat sebuah ambulans penuh dengan anak-anak kecil sampai ke RS tersebut, semuanya berpakaian APD lengkap.
Mereka datang terlambat karena dua anak kecil tidak mau meninggalkan rumah dan menangis 2 jam lamanya sebelum masuk ke ambulans, ujar wanita tersebut.
Setelah datang, anak-anak kecil tersebut melakukan CT scan sendiri.
Beberapa masih sangat-sangat kecil sampai tidak mampu menaiki meja pemindaian dan harus diangkat oleh seorang dokter.
"Melihat anak-anak kecil sendirian, tanpa orang tua di sisi mereka, di rumah sakit tempat yang asing dan ditakuti mereka, saat itu hatiku benar-benar sakit," tambahnya.
Di Weibo, beberapa pengguna menanyakan mengapa anak-anak kecil ini tidak bisa ditemani keluarganya.
Beberapa menjelaskan orang tua anak-anak tersebut ditempatkan di karantina terpusat di fasilitas lain sebagai kontak erat dengan anak-anak yang terinfeksi itu.
"Pada dasarnya ini adalah strategi dari 'daripada membunuh ribuan orang karena kesalahan lebih baik biarkan satu orang pergi,'" ujar Jin Dongyan, virolog di University of Hong Kong.
"Anak-anak kecil tidak seharusnya perlu mengalami karantina ketat seperti itu. Ini adalah biaya sosial dari pendekatan nol toleransi."
Penanganan yang ketat itu telah diprotes sebelumnya, Juni kemarin ratusan penduduk di Foshan, provinsi Guangdong memprotes lockdown yang diperpanjang berminggu-minggu lamanya.
Rekam jejak protes dihapus dari internet, sementara di media sosial, mereka yang mengkritik dan mempertanyakan kebijakan nol Covid diserang secara online oleh nasionalis.
Namun banyak juga warga yang senang dengan pendekatan ini karena bisa hidup tanpa Covid-19.
"Keberhasilan pendekatan ketat ini sebagian dibangun karena rasa takut publik. Sangatlah tidak ideal," ujar Jin.
"Cara yang benar adalah memberitahu publik kenyataan bahwa perlu hidup berdampingan dengan virus, yang mana satu-satunya cara terus maju."