Penulis
Intisari-Online.com - Pada 2 Agustus 1990, tank dan infanteri Irak bergerak melintasi Kuwait dalam invasi dan pendudukan yang memakan waktu dua hari.
Diktator Irak, Saddam Hussein, menyalahkan Kuwait karena pengeboran miring dari ladang minyak Irak dan mengklaim negara Teluk itu sebenarnya adalah provinsi kuno Irak.
Kenyataannya, Saddam berutang kepada Kuwait $ 14 miliar atau sekitar Rp200 triliun dari perang hampir 10 tahun Irak dengan Iran dan pengeboran minyak Kuwait.
Sebagai tanggapan, Amerika Serikat dan koalisi negara-negara menciptakan kekuatan serangan balasan besar-besaran di Arab Saudi sambil memberikan ultimatum kepada Saddam untuk meninggalkan Kuwait atau menghadapi hukuman koalisi.
Untuk beberapa alasan, bersisih kukuh melakukan serangannya.
Dilansir dari Wearethemighty.com, berikut adalah lima alasan utama mengapa Saddam pikir dia bisa bertahan:
1. Saddam mengira AS tidak keberatan dengan invasi
Sepertinya Saddam mengira Kuwait mencuri minyak dan dengan sengaja memproduksi lebih dari standar OPEC agar pendapatan Irak tetap rendah.
Untuk menjaga agar ketegangan tidak meningkat, Duta Besar AS April Glaspie bertemu dengan Saddam yang mengatakan kepadanya bahwa dia ingin Kuwait menyetujui standar OPEC.
Di bawah perintah dari pemerintahan Bush, Glaspie mengatakan kepada Saddam bahwa AS tidak memiliki pendapat tentang masalah ini.
Saddam mengira dia sedang berbicara tentang ketegangan antara kedua negara.
Padahal maksud sebenarnya yakni perihal standar produksi OPEC.
Maka ketika Saddam melancarkan serangan, ia justru terkejut mendapat kecaman dari Amerika Serikat.
2. Irak adalah tentara terbesar ke-5 di dunia
Irak secara sah bisa membanggakan satu juta kepala di dalam militernya pada tahun 1990.
Meskipun Amerika Serikat hanya menganggap sepertiga dari mereka yang benar-benar mampu berperang, masih ada lebih dari 300.000 tentara yang bisa digunakan sebagai kekuatan ofensif.
Memiliki kekuatan darat yang begitu besar bukanlah hal yang kecil, terutama bagi para perencana militer Amerika.
3. Pasukan Irak adalah veteran tempur
Tidak peduli berapa banyak pejuang efektif yang dimiliki Saddam, ada perbedaan yang sangat besar antara pasukan tempur yang telah diuji pertempuran selama 10 tahun melawan Iran itu.
Sementara Irak tidak selalu memenangkan Perang Iran-Irak, mereka juga tidak kalah perang.
Senjata yang dia kumpulkan selama bertahun-tahun untuk melawan Iran masih bisa digunakan melawan musuh lainnya.
4. Sentimen anti-Barat tinggi di Timur Tengah
Ketika Irak menginvasi Kuwait, orang-orang Palestina berjuang untuk melepaskan pendudukan Israel di Tepi Barat, sebuah tujuan yang dirayakan oleh sebagian besar orang Arab dan pemimpin Arab di wilayah tersebut.
Saddam bahkan mencoba membingkai invasinya ke Kuwait sebagai penggambaran ulang garis peta yang dibuat oleh Inggris dan meluruskan kesalahan sejarah.
Ketika itu tidak berhasil, Saddam mencoba menggambarkan dirinya sebagai seorang Muslim yang taat, berdoa di masjid dan menciptakan karya seni religius dirinya dalam doa.
Itu juga tidak berhasil. Ulama Wahhabi di Arab Saudi masih menyebutnya sebagai “Musuh Tuhan.”
5. Irak punya waktu berbulan-bulan untuk mempersiapkan Perang Teluk
Invasi Irak ke Kuwait selesai pada 4 Agustus 1990.
Saddam mencaplok Kuwait sebagai provinsi ke-19 Irak pada akhir bulan.
Presiden Amerika Serikat dan Presiden Uni Soviet sama-sama menuntut agar Irak segera meninggalkan Kuwait.
Baru pada tanggal 29 November 1990 PBB mengeluarkan resolusi yang mengancam aksi militer jika Saddam tidak pergi.
Yang dilakukan Saddam sementara itu adalah mengirim ratusan ribu tentara ke Kuwait untuk memperkuat pasukan pendudukan di sana.
Dia bisa saja menekan keuntungannya dan menginvasi Arab Saudi sebelum Koalisi bisa membangun pasukan dan kendaraannya, tapi dia tidak melakukannya.
Hanya setelah ada ratusan ribu pasukan Koalisi, dia menyerbu dan dengan cepat dipukul mundur.
(*)