Penulis
Intisari-Online.com - Milisi Taliban merebut dan menguasai ibukota Afghanistan, Kabul, pada Minggu 15 Agustus lalu atau 20 tahun setelah mereka digulingkan Amerika Serikat dan sekutunya dari kekuasaan.
Melansir Kompas.com, kebangkitan Taliban di Afghanistan menurut mantan teroris dan pengamat terorisme, telah menggelorakan "euforia" atau semangat bagi anggota Jamaah Islamiyah (JI) di Indonesia.
Namun kelompok JI disebut belum bergerak, baik hijrah ke Afghanistan atau melakukan aksi teror di Indonesia karena masih menunggu dan melihat sikap Taliban, apakah terbuka bagi kelompok terorisme atau tidak.
Jamaah Islamiyah adalah kelompok yang berafiliasi dengan jaringan teroris Al-Qaeda pimpinan Osama Bin Laden yang dekat dengan Taliban.
Densus 88 Antiteror Polri menangkap 37 orang yang diduga teroris di 10 provinsi sejak 12 Agustus lalu dan disebut mereka merencanakan tindakan teror pada 17 Agustus.
Sebagian besar dari yang ditangkap adalah kelompok JI.
Pada era tahun 90-an, anggota JI Indonesia melakukan pelatihan militer di Afghanistan dan kemudian diyakini melancarkan serangkaian aksi teror di Indonesia - di antaranya bom Bali, bom Kedutaan Besar Australia hingga bom Hotel Marriot Jakarta - yang menewaskan ratusan orang.
Hubungan itu berakhir ketika al-Qaeda ditumpas dan Taliban dilemahkan oleh Amerika Serikat dan sekutunya yang menduduki Afghanistan pada 2001.
Walau dijungkalkan dari kekuasaan saat invasi AS itu, Taliban tidak dapat ditumpaskan, bahkan mereka kembali bangkit pasca-penarikan pasukan Barat setelah dua dekade di Afghanistan.
Kini, kelompok bersenjata Taliban telah menguasai mayoritas wilayah Afghanistan, seperti memegang kendali ibu kota Kabul.
Sementara, presiden dan wakil presiden Afghanistan telah meninggalkan negara itu.
"Euforia" JI di Indonesia
Kelompok Jamaah Islamiyah di Indonesia disebut mengalami euforia setelah Taliban dikabarkan menguasai Afghanistan.
"Saya dapat komunikasi dari kawan-kawan di media sosial, mereka, jihadi, sangat senang, bangga, ada yang sujud syukur, takbir, bergembira dengan kemenangan Taliban," kata mantan pimpinan Jamaah Islamiyah Nasir Abbas sebagaimana dilansir Kompas.com.
Walaupun merasa bahagia, menurut Nasir, anggota JI masih menunggu dan melihat sikap, apakah Taliban masih seperti dulu yang menerima kelompok terorisme atau tidak.
"Jika seperti dulu, kemungkinan besar akan banyak anggota JI yang ingin hijrah ke Afghanistan dan akan menjadi ancaman baru bagi dunia."
"Jadi apakah kebangkitan ini menjadi ancaman atau tidak, kita tunggu sikap Taliban," ujarnya.
Pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh Aceh, Al Chaidar, melihat "euforia" JI membuktikan bahwa Taliban hingga kini masih dipandang sebagai bagian dari Al-Qaeda.
Kelompok JI di Indonesia saat ini, kata Chaidar, tidak memiliki afiliasi dengan al-Qaeda maupun Taliban sehingga mereka akan melakukan tindakan untuk mendapat pengakuan dari keduanya untuk menunjukkan eksistensi mereka di Indonesia.
"Terlihat dari maraknya penangkapan JI di beberapa tempat, Jawa Tengah, Lampung, itu adalah sel yang sangat aktif dan besar, itu yang harus ditanggapi oleh pemerintah dari pergolakan ini," kata Chaidar.
Apakah berpengaruh ke ISIS dan afiliasinya di Indonesia?
Kebangkitan Taliban diprediksi tidak memiliki pengaruh langsung terhadap potensi meningkatnya gerakan dari kelompok ISIS dan afiliasinya di Indonesia.
Pengamat terorisme dari Yayasan Prasasti Perdamaian (YPP) Taufik Andrie mengatakan, hal itu disebabkan terjadi kompetisi kekuasaan antara ISIS dan Taliban.
Contohnya, ujar Taufik, Gerakan ISIS di Asia Selatan tidak diterima oleh Taliban.
"Kelompok ISIS itu karena naluri kekuasaan dan ekspansi mereka dalam wilayah itu sama besarnya dengan Taliban jadi mereka malah kompetisi." "Mereka secara kutub ideologis berseberangan," kata Taufik.
Untuk itu, Taufik melihat, hingga kini belum ada potensi ancaman teror di Indonesia akibat kebangkitan Taliban, terutama berasal dari JI.
Ditambah lagi, ujarnya, aparat keamanan melakukan penangkapan secara besar-besaran anggota JI yang melemahkan dan mereduksi ancaman mereka.
(*)