Penulis
Intisari-online.com - Sepekan ini pemberitaan mengenai Taliban yang berhasil menguasai ibu kota Afghanistan Kabul menjadi pemberitaan di mana-mana.
Kabar menggemparkan ini disertai dengan situasi di Taliban yang kolaps.
Sejak Taliban berhasil menduduki Kabul, eksodus massal terjadi banyak orang berduyun-duyun mencari perlindungan.
Situasi ini membuat AS dan sekutunya mengambil langkah inisiatif.
Serta mencari jawab, bagaimana negara tersebut bisa jatuh kembali ke tangan ekstremis, serta bagaimana Taliban bisa sekuat itu.
Sementara itu dokumen lama menguak asal-usul Taliban serta bagaimana mereka mendapatkan dana.
Ternyata awal mulanya Taliban berdiri memang karena ulah Amerika serikat sendiri.
Taliban sudah ada sejak tahun 1980-an, mereka muncul sebagai kelompok pejuang yang dikenal sebagai mujahidin.
Awalnya Taliban justru didukung oleh CIA untuk melawan Uni Soviet tahun 1980-an.
Namun, mereka justru berkuasan antara tahun 1996 dan 2001, membuat pasukan barat harus menggulingkannya dan mendirikian pemerintahan.
Ini bertujuan untuk menjaga kelompok Islam tetap berada di kaki belakang AS dan Barat.
Namun, Taliban terus berkembang, bahkan menggalang dana untuk memperkuan kelompoknya.
Perserikatan Bangsa-Bansa (PBB) tidak pernah menetapkan kekayaan bersih mereka, namun Taliban diprediksi memiliki kekayaan 1,6 miliar dollar AS (Rp23 triliun).
Intelijen yang mengidentifikasi beberapa aliran pendapatan potensial, membantu menopang kekuatan dominan baru di Afghanistan.
Sebuah laporan Juni 2021 yang disusun dengan intelijen negara anggota menemukan bahwa kelompok itu bergantung pada perdagangan narkoba, pemerasan, penculikan untuk tebusan, dan produksi opium.
Perdagangan opium adalah salah satu investasi Taliban yang paling menguntungkan, yang memungkinkan mereka mendapatkan keuntungan baik dari biji yang belum diproses maupun heroin.
Antara 2018 dan 2019, para pejabat PBB memperkirakan Taliban menghasilkan 400 juta dollar AS (Rp5,7 triliun) dari perdagangan tersebut.
Tetapi perkiraan total ini bervariasi antara minimal 40 juta dollar AS dan maksimum 460 juta dollar AS (Rp6.6 triliun).
Afghanistan memasok sebagian besar opiat ilegal dunia, meskipun ada upaya bersama dari militer pendudukan.
Selama 15 tahun terakhir, AS telah menghabiskan lebih dari 8 miliar dollar AS (Rp115 triliun) sendirian untuk mencoba membasmi bunga poppy dan laboratorium dengan serangan udara presisi.
Laporan itu menunjukkan bahwa Taliban menambah pendapatannya dengan investasi dari wilayah yang dimilikinya.
Afghanistan memiliki cadangan sumber daya alam yang sangat besar di seluruh wilayahnya, dengan lebih dari 1.400 ladang mineral.
Penambang dapat menemukan batu permata berharga seperti zamrud, garnet dan rubi dan gas alam, minyak bumi, batu bara, tembaga dan deposit emas.
Aliran pendapatan ini bersama-sama memberi Taliban landasan yang kuat untuk swasembada.
Namun juga diduga mendapat pendanaan dari beberapa negara pendukung.
Baik pejabat Afghanistan dan AS menuduh pemerintah daerah mendanai Taliban, setelah lama menduga Pakistan, Iran, dan Rusia telah menawarkan bantuan mereka di beberapa titik.
Tidak ada negara yang mengaku mempersenjatai pasukan Taliban, tetapi mereka tampaknya memiliki persediaan senjata yang cukup besar dan mematikan.
Pada tahun 2018, kepala pasukan AS di Afghanistan Jenderal John Nicholson menuduh Rusia mendukung dan bahkan memasok senjata ke Taliban dalam sebuah wawancara yang memberatkan.
Dia mengklaim senjata Rusia diselundupkan melintasi perbatasan Tajik ke Taliban, menambahkan, "Kami memiliki cerita yang ditulis oleh Taliban yang telah muncul di media tentang dukungan keuangan yang diberikan oleh musuh."