Penulis
Intisari-Online.com – Inilah kisah George HW Bush, mantan Presiden AS ke-41, yang lolos dari kengerian kanibalisme tentara Jepang saat Perang Dunia II
Pada 2 September 1944, sembilan penerbang AS mengudara bertempur di medan Pasifik Perang Dunia II.
Faktanya, hanya satu yang selamat dari misi pengeboman mereka ke Kepulauan Bonin.
Penerbang sisanya disiksa, dibunuh, dan dimakan dalam sebuah insiden yang kemudian dikenal sebagai ‘Insiden Chichijima’.
Angkatan Laut AS selama bertahun-tahun mengaburkan kebenaran mengerikan apa yang terjadi di Chichijima tersebut.
Seorang pengacara yang terlibat dalam persidangan perang atas kejahatan itu berkomentar, "Angkatan Laut AS tidak ingin orang-orang di tanah airnya tahu bahwa putra mereka dimakan."
Satu-satunya orang yang lolos dari nasib buruk Insiden Chichijima adalah seorang pilot berusia 20 tahun, George HW Bush, ayah Presiden AS ke-43, George W. Bush.
Kisah penyelamatan pilot termuda Angkatan Laut AS itu kemudian makin dikenal, apalagi satu-satunya korban yang selamat dalam insiden itu kemudian menjadi Presiden ke-41 AS.
Bahkan momen penyelamatan anak kurus itu (Bush senior), ditarik dari rakit tiup kecilnya ke geladak kapal selam AS berhasil didokumentasikan oleh seorang pelaut Angkatan Laut AS.
Misi Pengeboman Perang Dunia II
Selama beberapa waktu, Angkatan Laut AS memang telah mengincar pulau Chichijima, yang berukuran kecil, namun letaknya sangat strategis.
Sekitar 500 mil lokasinya dari Jepang, dengan menara radio yang memungkinkan orang Jepang mengirim pesan jarak jauh.
Sementara dalam kondisi perang, pasukan AS tentu saja menginginkan fasilitas itu hancur.
Kapal induk Amerika kemudian pada Juni 1944 mengepung Chichijima dan mulai mengirim pilot untuk menghancurkan menara radio.
Tak tinggal diam, Jepang melakukan perlawanan sengit.
25.000 tentara Jepang menjaga Chichijima, dan sistem pertahanan anti-pesawatnya dapat menghancurkan pesawat-pesawat Amerika hingga berkeping-keping.
Lalu, Amerika bersiap untuk mencoba mengepung Chichijima lagi pada 2 September 1944.
Salah satu pilot termuda di Angkatan Laut AS, George HW Bush, termasuk di dalam kelompok yang dijadwalkan terbang pagi itu.
Pukul 07.15 waktu setempat mereka lepas landas, dan berharap kali ini berhasil menghancurkan menara radio Chichijima.
Sayangnya, tidak butuh waktu lama bagi Jepang untuk melawan, mereka langsung menembakkan sistem pertahanan anti-pesawat pulau itu ke langit.
Setelah satu jam berada dalam misi itu, Bush menyadari bahwa pesawatnya telah ditembak.
“Pesawat itu terbakar. Kokpit mulai dipenuhi asap. Pesawat itu—saya pikir itu akan meledak,” kenang Bush kemudian.
Namun, Bush terus terbang. Dia menjatuhkan dua bom di menara radio dan kemudian mendorong pesawat itu kembali ke laut lepas.
Bush ingin pergi sejauh mungkin dari Chichijima sebelum melompat.
Dia hanya berpikir mungkin itu bisa membantunya menghindari penangkapan.
Ketika dia tidak bisa menunggu lebih lama lagi, Bush memberi perintah kepada awak lainnya melalui operator radio untuk melompat.
Nyatanya, hanya dia yang lolos.
Satu awak pesawatnya tidak bisa mengembangkan parasutnya, sementara yang lain tidak bisa melompat dari pesawat.
Dengan perasaan ngeri, Bush menyaksikan saat pesawat mereka jatuh ke laut.
Di atas ombak, dia melayang sendirian.
"Untuk sesaat di sana saya pikir saya sudah selesai (hidup)," kata Bush kemudian.
Sementara Bush dapat lolos, nasib delapan penerbang AS lainnya yang terpaksa terjun di dekat daratan Chichijima setelah pesawatnya tertembak berakhir mengenaskan.
Perstiwa inilah yang kemudian dikenang sebagai insiden Chichijima.
Kengerian Insiden Chichijima
Seperti halnya George HW Bush, beberapa pilot Amerika lain yang terbang dalam misi terpaksa meninggalkan pesawat mereka yang nyaris terbakar dan mendarat di atas air.
Namun, tidak seperti Bush Senior, mereka langsung ditangkap oleh Jepang karena pendaratannya relatif dekat.
Para pilot itu kemudian dibawa ke pulau Chichijima, lalu disiksa, dipukuli, dan dieksekusi.
Bahkan pada salah satu momen yang paling mengerikan, seorang pasukan AS digiring ke kuburan yang baru digali.
Matanya ditutup, kemudian kepalanya dipenggal dengan pedang.
Sementara yang lain dibunuh dengan tombak bambu runcing.
Salah satunya bahkan dipukuli sampai mati.
Tapi kengerian sebenarnya dari insiden Chichijima terjadi sebelum semua orang itu mati.
Tak lama setelah salah satu tahanan pasukan AS ini dieksekusi, Jenderal Jepang Yoshio Tachibana mencetuskan saran gila untuk "menggunakan" pasukan AS sebagai daging dalam jamuan.
Tachibana bersikeras bahwa setiap orang telah menunjukkan “semangat juangnya sehingga bisa memakan daging manusia.”
Ahli bedah Jepang mengambil otot hati dan paha para prajurit AS, kemudian disajikan kepada perwira Jepang sebagai hidangan utama, di samping sake panas.
Hal tersebut terungkap dalam persidangan kejahatan perang menurut kesaksian Laksamana Kinizo Mori, seorang koki ‘telah mengambil (hati pasukan AS) menusuknya dengan batang bambu dan dimasak dengan kecap dan sayuran.”
Mayor Sueo Matoba, yang termasuk di antara perwira senior terlibat dalam aksi kanibalisme tentara Amerika itu, kemudian membela tindakannya.
“Insiden ini terjadi ketika Jepang menghadapi kekalahan demi kekalahan,” tegasnya.
“Para personel menjadi bersemangat, gelisah, dan mendidih dengan amarah yang tak terkendali … Kami lapar. Saya hampir tidak tahu apa yang terjadi setelah itu. Kami benar-benar bukan kanibal.”
Kebenaran yang mengerikan itu diungkap oleh James Bradley dalam bukunya, Flyboys: A True Story of Courage, pada 2003.
Dalam bukunya, dia melaporkan bahwa beberapa penerbang dipotong-potong dan disajikan sebagai hidangan utama dalam perjamuan mewah yang diadakan oleh perwira senior Jepang di Chichijima, termasuk seorang jenderal dan seorang laksamana.
Menurut buku tersebut, kanibalisme tidak muncul karena kelaparan, karena petinggi di Chichijima punya banyak makanan.
Kekejaman itu terjadi untuk mencemooh musuh.
Penyelamatan satu-satunya
Sementara itu George HW Bush berjuang untuk hidupnya di tengah laut, saat rekan-rekan prajuritnya ditarik dari laut oleh tentara Jepang dan dibawa ke Chichijima.
Berputar-putar di dekatnya, perahu-perahu Jepagn berharap bisa menangkapnya.
“Saya menangis, muntah, dan berenang, rasanya seperti di neraka,” kenang Bush kemudian.
Dia pikir dia sudah gila ketika sebuah kapal selam tiba-tiba menerobos ombak di depannya.
"Saya melihat benda itu (kapal selam) keluar dari air dan saya berkata pada diri sendiri, 'Ya ampun, saya harap ini salah satu milik kita (AS)'," kata Bush kemudian.
Bush beruntung, ketika mengetahui bahwa kapal selam itu adalah USS Finback.
Presiden masa depan AS yang kelelahan itu setelah ditarik dari laut, hanya mengucapkan empat kata, “Senang berada di atas kapal.”
Sisi cerita Bush terkenal. Tapi apa yang terjadi pada sesama penerbangnya tetap menjadi rahasia.
Meskipun perwira Jepang yang bertanggung jawab atas insiden Chichijima kemudian mengakui tindakan mereka di pengadilan kejahatan perang di Guam, keluarga tentara Amerika tidak tahu apa yang terjadi pada putra mereka.
Banyak yang khawatir pengungkapan kejadian sebenarnya dapat menimbulkan trauma lebih lanjut pada keluarga yang sudah berduka.
AS lalu memutuskan untuk memberi label file yang menceritakan hari-hari terakhir para prajurit itu sebagai "sangat rahasia."
Hingga kebenaran yang menyayat hati dari kematian mereka itu terungkap oleh James Bradley dalam buku yang diterbitkannya pada tahun 2003, Flyboys: A True Story of Courage.
Seketika publik kemudian tahu apa yang terjadi pada pilot AS, dan betapa presiden masa depan Amerika itu nyaris menghadapi nasib tragis serupa.
George HW Bush, presiden ke-41 AS, dan satu-satunya yang selamat bahkan tidak tahu tentang insiden Chichijima.
Dia pun baru mengetahui apa yang menimpa teman seperjuangannya pada 2003, ketika Bradley sedang menulis bukunya.
“Ada banyak gelengan kepala, banyak keheningan,” kata Bradley, menggambarkan reaksi Bush setelah mengetahui fakta sebenarnya.
“(tapi) Tidak ada rasa jijik, kaget, atau ngeri. Dia seorang veteran dari generasi yang berbeda.”
Presiden ke-41 AS itu sebelum kematiannya pada tahun 2018, merenungkan apa yang mungkin terjadi padanya dalam sebuah wawancara dengan CNN.
"Saya ingin tahu apakah saya bisa melakukan sesuatu yang berbeda," katanya.
“Kenapa aku? Mengapa saya diberkati? Kenapa aku masih hidup?” (Bernadette Aderi Puspaningrum) Baca Juga: Ditemukan Buku Catatan Orang Mati dan Sekarat, Orang-orang yang Cukup Beruntung Bertahan Hidup dari Tawanan Tentara Kekaisaran Jepang
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari