Advertorial
Intisari-online.com -Dunia pernah mengalami dua kali masa perang.
Dalam perang dunia tersebut, banyak pertempuran-pertempuran mengerikan yang renggut jutaan nyawa manusia.
Salah satunya adalah pertempuran Manchuria ini.
Manchuria adalah wilayah timur laut China.
Baca Juga: Gara-gara Telat Lakukan Ini, Puluhan Ribu Pasukan Jepang Mati Sia-sia saat Perang Dunia II
Saat Kaisar Hirohito menyuarakan Perang Asia Timur Raya yang dengan segera menjadi perang Pasifik, kekaisarannya berhasil menduduki hampir seluruh wilayah Asia-Pasifik sekarang.
China adalah negara tetangga yang Jepang duduki.
Itulah sebabnya Manchuria menjadi tempat kependudukan Jepang.
Pertempuran Manchuria meski begitu bukan disebabkan oleh sekutu, melainkan Uni Soviet.
Mengutip cerita yang diulas History, pada 8 Agustus 1945, Uni Soviet dengan resmi umumkan perang pada Jepang.
Lebih dari 1 juta pasukan Soviet dikirim ke Manchuria, untuk mencabut nyawa 700 ribu tentara Jepang.
Kronologi
Dijatuhkannya bom atom di Hiroshima oleh AS tidak serta merta menghasilkan efek yang signifikan yaitu kekalahan Jepang.
Separuh dari Kabinet Dalam Jepang, yang disebut juga Dewan Agung Pengarah Perang, menolak keras untuk menyerah kecuali ada jaminan mengenai masa depan Jepang dari Sekutu, terutama mengenai posisi kaisar Hirohito.
Orang-orang yang tahu mengenai apa yang terjadi di Hiroshima sudah mati atau menderita sangat parah.
Jepang kala itu tidak peduli dengan Uni Soviet, terlalu sibuk dengan Jerman di front Timur.
Tentara Jepang sangat yakin mereka tidak akan terlibat dengan serangan Soviet sampai musim semi 1946.
Namun Soviet lakukan hal tidak terduga dengan menyerang kependudukan mereka di Manchuria, sebuah serangan kuat yang menewaskan 650 dari 850 tentara Jepang hanya dalam 2 hari saja.
Kaisar Hirohito begitu syok dan mulai memohon kepada Dewan Perang untuk mempertimbangkan menyerah saja.
Lantas, apa tujuan Soviet menyerang Jepang begitu tiba-tiba?
Hal ini berkaitan kembali dengan paham yang dibawa ketiga diktator pemulai Perang Dunia II ini.
Stalin, Hitler dan Naruhito, ketiga diktator yang ingin menguasai dunia kala itu dan berkontes dalam kependudukan mereka.
Dalam artikel ilmiah karangan Tsuyoshi Hasegawa berjudul Soviet Policy Toward Japan During World War II yang diterbitkan di Jurnal Monde Russe, Uni Soviet menghadapi ancaman dari dua arah di Perang Dunia II, yaitu dari Nazi Jerman dan dari Jepang.
Untuk melawan ancaman dari Jepang, Soviet menggenjot upaya diplomasi dan operasi militer.
Sebelum menyerang pasukan Jepang di Manchuria, pemerintah Soviet sengaja mengadopsi kebijakan peredaan, tidak berhasil menawarkan untuk menyimpulkan pakta non-agresi dengan Jepang dan bahkan menjual Kereta Api Timur China (CER) pada Jepang tahun 1935.
Kemudian setelah pecahnya Perang Sino-Jepang pada 1937, Soviet menyelesaikan pakta non-agresi dengan Tiongkok dan mulai berikan bantuan militer untuk menenggelamkan Jepang lebih dalam.
Setelah Perang Dunia Kedua di Eropa pecah, Soviet menandatangani Pakta Netralitas dengan Jepang pada April 1941 untuk menghindari perang dua front.
Jerman lalu menyerang Soviet pada 22 Juni, membuat Stalin memerintahkan front Timur Jauh untuk tidak mengambil tindakan apa pun yang dapat memicu serangan Jepang.
Stalin akhirnya yakin jika Jepang tidak akan menyerang Uni Soviet hanya setelah diyakinkan sumber-sumber intelijen, dan kemudian memindahkan divisi terbaiknya di Timur Jauh untuk ikut mempertahankan Moskow.
Setelah serangan Jerman berhenti, Stalin ungkapkan niatnya untuk bergabung dalam perang melawan Jepang.
Hal itu ia sampaikan dengan Menteri Luar Negeri Inggris Anthony Eden.
Stalin awalnya menolak permintaan Eden untuk segera bergabung dalam perang, karena Soviet terikat dalam Pakta Netralitas, dan karena Soviet harus melawan Jerman dahulu, Stalin tidak ingin berperang di dua front.
Hanya ketika Soviet memenangkan pertempuran Stalingard, Stalin mulai mempersiapkan menggempur Jepang.
Jalur kereta api baru segera dibangun untuk menghubungkan Komsomolsk-na-Amure ke Sovetskaia Gavan di Pantai Pasisik.
Stalin berjanji memasuki Perang melawan Jepang setelah penyerahan Jerman tepanya di Konferensi Menteri Luar Negeri di Moskow dan Konferensi Teheran Oktober 1943.
Janji itu dibuat untuk mengekstrak persetujuan Sekutu agar membuka front kedua di Eropa, dan menjadi tiket masuk Soviet dari Sekutu untuk masuki Teater Pasifik.
Stalin juga tercatat meminta dari ahli kebijakan luar negeri baik Wakil Komisaris Luar Negeri Ivan Maiskii dan Duta Besar untuk Tokyo Iakov Malik, yang menganjurkan untuk menyerang untuk mendapatkan perbatasan Soviet yang menjamin masa depan Soviet.
Ngerinya, serangan itu terjadi yaitu pada 8 Agustus 1945, hari-hari di antara peristiwa pengeboman Hiroshima dan Nagasaki, sebuah bentuk rencana matang Uni Soviet kala itu untuk menjatuhkan Jepang.
Jepang waktu itu segera kalah, karena mereka tidak menyiapkan apapun untuk serangan itu.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini