Penulis
Intisari-Online.com – Kisah kehidupan ganda Josephine Baker, bintang muda yang jadi mata-mata, dia menulis catatannya di selembar kertas yang diselipkan di bagian pribadi miliknya.
Josephine Baker, adalah ikon feminis, mengadvokasi hak-hak sipil, dan menjadi wanita paling terkenal di Prancis sepanjang tahun 1920-an dan 1930-an.
Peran Josephine Baker dalam Perlawanan Prancis, telah mendapatkan perhatian karena tariannya dalam ‘rok pisang’, penampilan film, dan rutinitas deville.
Tetapi dia juga bisa menggunakan kekuatan ‘bintangnya’ itu untuk mendapatkan akses ke rahasia Axis selama Perang Dunia II.
Baca Juga: Agen Ganda Mata Hari Mungkin Dihukum Mati Sebagai Wanita Tidak Bersalah
Menjadi wanita yang luar biasa, tugasnya sebagai mata-mata Prancis pun benar-benar menarik.
Pada 3 Juni 1906, Josephine Baker lahir di St. Louis, Missouri.
Dia tumbuh tanpa ayah dan dalam kemiskinan.
Antara umur 8 – 10 tahun, dia meninggalkan sekolah untuk membantu perekonomian keluarganya dengan bekerja.
Ketika Baker berusia 16 tahun, dia bergabung dengan grup tari dari Philadelphia dan memulai tur bersama mereka.
Baker menjadi seorang gadis paduan suara yang tampil di Shuffle Along dan The Chocolate Dandies di New York.
Pada tahun 1925, Josephine pergi Ke Paris, dan sukses dalam semalam, yaitu sebagai penari erotis hingga akhirnya menjadi bintang film dan penyanyi.
Dia bersama dengan Ernst Hemingway muda, digambar beberapa kali oleh Pablo Picasso, dan berteman dengan Jean Cocteau, yang membantunya menjadi penghibur dengan bayaran tertinggi di Prancis sebelum perang.
Dia pun menjadi warga negara Prancis pada tahun 1937 dan siap mempertaruhkan segalanya untuk negara barunya.
Ketika Prancis menyatakan perang terhadap Jerman pada September 1939, agen intelijen militer Prancis Jacques Abtey bertemu dengan Josephine Baker untuk merekrutnya ke Biro Deuxième, yaitu badan intelijen militer Prancis.
Agensi biasanya tidak merekrut koresponden wanita, tetapi Baker dipilih karena status selebritasnya.
Menurut Abtey, badan intelijen sedang mencari agen patriotik yang dapat menawarkan koneksi yang kuat.
Baker tampaknya memiliki apa yang dicari Biro Deuxime.
Ketika Abtey pertama kali bertemu dengan Baker, dia ingat dia berkata, “Prancis menjadikan saya apa adanya. Orang-orang Paris memberi saya hati mereka, dan saya siap memberi mereka hidup saya.”
Baker tidak hanya siap memberikan hidupnya untuk Prancis, tetapi dia juga mampu menawarkan koneksi yang tak ternilai dengan Perlawanan Prancis.
Karena status selebritasnya itulah, dia bisa mendapatkan undangan ke pesta yang diadakan di kedutaan Italia dan Jepang.
Baker sering menulis catatan di tangan dan lengannya tentang percakapan yang dia dengar di pesta-pesta ini sehingga dia tidak akan melupakannya.
Meskipun ini adalah praktik yang berbahaya, dia hanya akan tertawa dan berkata "tidak ada yang akan berpikir saya mata-mata" ketika dihadapkan tentang hal itu.
Ketika Jacques Abtey tahu bahwa Paris akan segera jatuh ke tangan Nazi, dia mendesak Baker untuk pergi ke Selatan.
Karena, Josephine Baker melambangkan semua hal yang dibenci oleh Nazi.
Sebagai seorang wanita biseksual kulit hitam yang sukses, pada tahun 1937, Baker menikah dengan seorang pria Yahudi.
Pada bulan Juni 1940, Baker mengemasi semua hartanya yang tak ternilai, termasuk tempat tidur yang pernah dimiliki oleh Marie-Antoinette, dan pergi menuju 300 mil barat daya Paris.
Di tempat ini, dia menyewa sebuah puri dan menyembunyikan pengungsi dan anggota Perlawanan Prancis di rumah barunya itu.
Pada November 1940, Abtey dan Baker bekerja sama untuk menyelundupkan dokumen kepada Jenderal Charles de Gaulle dan Pemerintah Prancis Merdeka di pengasingan di London.
Informasi yang telah dikumpulkan oleh Perlawanan Prancis tentang tentara Jerman di Prancis ditranskripsikan dengan tinta tak terlihat ke lembaran musik Baker, sementara foto-foto penting disematkan di bawah pakaian Josephine.
Mengaku akan memulai tur Amerika Selatan, Baker dan Abtey berencana untuk pergi ke London melalui Portugal yang netral.
Namun, untuk melakukannya, mereka terlebih dahulu harus melintasi perbatasan Spanyol.
Meskipun ini awalnya menimbulkan kekhawatiran bagi anggota Perlawanan dan Jacques Abtey, yang menyamar sebagai instruktur balet Josephine, penjaga perbatasan Spanyol dan polisi Jerman begitu terpikat oleh Josephine.
Oleh karena itu, pasangan itu akhirnya tidak memiliki masalah melintasi perbatasan dan dokumen benar-benar tidak terdeteksi oleh polisi Jerman.
Saat Josephine berada di Portugal dan Spanyol dalam perjalanan bisnis ini, dia juga melanjutkan pekerjaan spionasenya di pesta kedutaan, mendapatkan detail tentang pergerakan pasukan Axis.
Alih-alih menulis catatan di lengannya, dia akan menulis catatan di selembar kertas dan menempelkannya ke bra dengan peniti.
Josephine menulis bahwa dia tidak peduli dengan taktiknya itu.
“Catatan saya akan sangat membahayakan jika mereka temukan, tetapi siapa yang berani mencaari Josephine Baker sampai ke kulitnya? Ketika mereka meminta saya untuk surat-surat, mereka biasanya berarti tanda tangan.”
Pada Januari 1941, Jacques Abtey dan Josephine Baker dikirim ke Maroko untuk mendirikan pusat penghubung dan transmisi di Casablanca.
Untuk perjalanan ini, Josephine membawa dua zamrud, 28 koper, seekor Great Dane, dua tikus, dan tiga monyet.
Josephine beralasan, jika dia bepergian tanpa membawa apa-apa akan menjadi lebih mencurigakan.
Di Maroko, Josephine bekerja erat dengan jaringan Perlawanan Prancis dan menggunakan koneksinya untuk mengamankan paspor bagi orang Yahudi yang melarikan diri dari Nazi di Eropa Timur.
Namun, pada bulan Juni 1941, Josephine jatuh sakit dengan peritonitis yang menyebabkan beberapa operasi dan tinggal di rumah sakit selama 18 bulan.
Karena sakitnya itu, banyak surat kabar yang memberitakan kematiannya.
Dalam sebuah wawancara untuk Afro-Amerika, dia mengatakan kepada wartawan Ollie Stewart bahwa ini adalah "kesalahan kecil" karena dia "terlalu sibuk untuk mati."
Josephine terusterlibat dalam pekerjaannya itu hingga dia pulih, bahkan anggota Perlawanan Prancis mengadakan pertemuan di tempat tidurnya.
Ketika Josephine sepenuhnya pulih, dia memulai tur di Afrika Utara, menghibur pasukan yang ditempatkan di sana dan membawa lebih dari tiga juta franc untuk Tentara Pembebasan Prancis.
Seiring dengan uang yang dihasilkan dari turnya, dia juga menjual barang-barang pribadinya untuk mengumpulkan uang bagi warga miskin Paris dan Tentara Pembebasan Prancis.
Dia pernah melelang salib emasnya Lorraine seharga 300,00 franc dan menyumbangkan semuanya ke Perlawanan.
Meskipun Josephine Baker menolak menerima uang untuk pekerjaannya di Perlawanan Prancis, namun dia mendapatkan pengakuan yang lebih besar daripada sebelum perang dimulai.
Untuk upaya dan pelayanannya yang berani, pembantu wanita angkatan udara Prancis menjadikannya seorang perwira.
Selama sisa hidupnya, Josephine mengenakan seragam Angkatan Udara untuk penampilan publik, termasuk March on Washington pada tahun 1963.
Pada tahun 1945, Jenderal (dan kemudian Perdana Menteri Prancis) Charles de Gaulle menghadiahkan Josephine dua penghargaan bergengsi, Croix de Guerre dan Rosette de la Résistance.
Dia juga menamainya Chevalier de Légion d'Honneur, urutan jasa tertinggi untuk aksi militer dan sipil.
Ketika ditanya tentang penghargaan yang diterimanya, Josephine mengatakan, “Orang lain lebih pantas mendapatkannya.”
Lalu, ketika Josephine ditanya mengapa dia menjadi sukarelawan pada Perlawanan Prancis, dia mengatakan, “Saya ingin melakukan yang saya bisa untuk membantu Prancis, tetapi yang mendorong saya sekuat patriotisme saya adalah kebencian saya terhadap diskriminasi dalam bentuk apa pun. Nazi itu rasis. Mereka fanatik. Saya benci hal semacam itu. Saya bertekad mereka harus dikalahkan.”
Josephine Baker bukan hanya seorang bintang Afrika-Amerika, tetapi juga pejuang Perlawanan Prancis yang mempertaruhkan nyawanya demi kebebasan semua orang.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari