Dimulainya Pemerintahan Stamford Rafles di Nusantara, Inilah Isi Perjanjian Tuntang yang Ditandatangani Belanda dan Inggris

Khaerunisa

Penulis

Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles menguasai Hindia Belanda selama 1811-1816. Lukisan ini dibuat ketika dia menjabat sebagai Letnan Gubernur Bengkulu.

Intisari-Online.com - Isi Perjanjian Tuntang ditandatangani oleh Belanda dan Inggris pada 11 September 1811.

Perjanjian tersebut mengatur tentang penyerahan kekuasaan wilayah Nusantara atau kini Indonesia, kepada Inggris.

Belanda terpaksa melakukannya setelah Inggris melancarkan serangan lewat jalur darat dan laut terhadap wilayah kekuasaan Belanda di Pulau Jawa.

Jatuhnya kekuasaan Nusantara ke tangan Inggris terjadi di bawah pimpinan Thomas Stamford Raffles.

Baca Juga: Latar Belakang dan Isi Perjanjian Salatiga, Mataram Terpecah Lagi Lewat Perjanjian Ini

Nusantara kala itu berada di bawah Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1808-1811), kemudian digantikan Jan Willem Janssens tetapi tidak lama karena terus diserang Inggris.

Tepatnya pada 26 Agustus 1811, Batavia dan daerah sekitarnya, yang saat itu merupakan pusat kekuatan Belanda, jatuh ke tangan Inggris.

Atas jasanya merebut Nusantara dari Belanda, Raffles pun diganjar oleh Gubernur Jenderal Lord Minto penghargaan dengan menjabat sebagai Letnan Gubernur Jawa.

Seperti apa isi Perjanjian Tuntang dan seperti apa Nusantara di bawah pemerintahan Stamford Raffles?

Baca Juga: Tinggal dalam Satu Rumah dengan 94 Anak dan 39 Istri, Pria Asal India Ini Meninggal Dunia di Usia 76 Tahun

Isi Perjanjian Tuntang

Perjanjian penyerahan kekuasaan di Nusantara atau Indonesia dari pemerintah Hindia Belanda kepada Pemerintah Britania-Raya ini terjadi di sebuah desa bernama Tuntang, sekarang berada di bawah kecamatan Tuntang, kabupaten Semarang.

Tempat tersebut dipilih karena merupakan tempat peristirahatan para pembesar Hindia Belanda, terletak di tepi danau Rawa Pening dan mengalir sungai Tuntang yang bermuara ke Laut Jawa di Demak dan terdapat barak-barak tentara.

Saat itu Belanda sendiri sedang diduduki oleh Prancis yang dipimpin oleh kaisar Napoleon Bonaparte.

Adapun isi Perjanjian Tuntang yaitu sebagai berikut:

Baca Juga: Mengapa Bentuk Baling-baling Kapal Selam Dirahasiakan? Tak Main-main, Jika Terekspos Maka Bahaya Ini Bisa Mengintai

Masa Pemerintahan Stamford Raffles

Inggris berkuasa di Indonesia dari tahun 1811 hingga 1816. Selama berada di bawah kekuasaan Raffles, Bangsa Indonesia tetap merasa tertindas meski kebijakan yang diterapkannya dinilai lebih longgar.

Beberapa dampak buruk kebijakan pemerintahan Inggris bagi Bangsa Indonesia di antaranya terkait sistem sewa tanah atau pajak tanah, persaingan yang tidak sehat, hingga pengekangan kekuasaan kerajaan.

Selama masa pemerintahannya, Raffles melakukan reformasi massal untuk mengubah sistem kolonial Pemerintah Hindia Belanda.

Baca Juga: Jadi Perhatian Khusus Jokowi, Tanjung Priok Ternyata Nyaris Habisi Karier Pentolan PKI DN Aidit, Hanya Kelihaiannya Sendirilah yang Menyelamatkannya

Ia membuat kebijakan dengan berpegang pada tiga prinsip yakni:

Baca Juga: Kematian Pablo Escobar Memang Terjadi Tahun 1993, Tapi Beberapa Tahun Sebelum Itu Nyawanya Sudah Jadi Incaran Tentara Pembunuh Bayaran

Di bidang pemerintahan, Raffles membagi Jawa menjadi 16 keresidenan.

Kemudian setiap keresidenan dikepalai oleh seorang residen dan asisten residen.

Kebijakan tersebut diambil agar Inggris lebih mudah dalam mengawasi daerah-daerah di pulau Jawa.

Sementara di bidang ekonomi, kebijakan yang dijalankan Raffles yakni :

Baca Juga: Serangan Jantung Renggut Atlet Bertalenta Markis Kido, Ini Penyebab Serangan Jantung Terjadi Meski Rajin Olahraga, Harus Seimbang

Selain itu, pajak dipungut perorangan, meski dalam praktiknya per desa. Jumlah pungutannya disesuaikan dengan jenis dan produktivitas tanah.

Beban pajak itu pun memberatkan rakyat. Saat itu, yang tak sanggup membayar dengan uang, maka membayar dengan beras.

Pajak yang dibayar dengan uang diserahkan kepada kepala desa untuk kemudian disetorkan ke kantor residen.

Sedangkan pajak yang berupa beras dikirim ke kantor residen setempat oleh yang bersangkutan atas biaya sendiri.

Baca Juga: Dulunya Hanya Desa Nelayan Kecil, Kini Berubah Jadi Tempat Tinggal Milyader Dunia, Ternyata Inilah Sosok Orang yang Mengubah Dubai Menjadi Kotanya Orang Tajir

Dengan kebijakan yang diterapkan Raffles, juga menyebabkan persaingan yang tidak sehat.

Pengusaha pribumi dengan modal kecil akan kalah bersaing dengan pedagang besar atau yang memiliki modal besar.

Karena mereka yang memiliki modal besar akan mendapatkan pintu politik terbuka.

Bagi Indonesia, di masa pemerintahan Raffles juga terjadi pengekangan kekuasaan kerajaan, di mana Inggris menganggap bahwa kemandirian atau kekuasaan kerajaan-kerajaan dan kedaultannya akan membahayakan posisi Inggris di Nusantara.

Baca Juga: Dulunya Hanya Desa Nelayan Kecil, Kini Berubah Jadi Tempat Tinggal Milyader Dunia, Ternyata Inilah Sosok Orang yang Mengubah Dubai Menjadi Kotanya Orang Tajir

Setelah berkuasa kurang lebih 5 tahun dengan berbagai kebijakannya, Raffles akhirnya dicopot dari jabatannya sebagai Gubernur Jawa.

Rupanya, segala reformasi yang dilakukan Raffles dianggap terlalu mahal bagi East Indian Company (EIC), kongsi dagang Inggris yang mencari untung.

Pada 1815, Raffles ditarik dan digantikan oleh John Fendall.

Selain itu, keputusan tersebut juga dilakukan karena Inggris bersiap menyerahkan kembali Jawa ke Belanda.

Penyerahan kembali Nusantara dari Inggris ke Belanda sesuai dengan Perjanjian Anglo-Dutch yang terjadi pada 1814 menjelang berakhirnya Perang Napoleon di Eropa.

Baca Juga: Dulunya Hanya Desa Nelayan Kecil, Kini Berubah Jadi Tempat Tinggal Milyader Dunia, Ternyata Inilah Sosok Orang yang Mengubah Dubai Menjadi Kotanya Orang Tajir

(*)

Artikel Terkait