Itu dicapai setelah pertemuan khusus dengan VOC yang dihadiri oleh Pangeran Mangkubumi, Pangeran Notokusumo, dan Tumenggung Rangga.
Sementara, N Harting, Gubernur VOC untuk Jawa bagian utara didampingi oleh Breton, Kapten Donkel dan Fockens.
Menurut dokumen register harian milik N Harting dikutip Kompas.com, Gubernur VOC tersebut berangkat menuju Semarang pada 10 September 1754 untuk menemui Pangeran Mangkubumi.
Pendeta Bastani menjadi juru bahasa dalam perundingan tersebut.
Tawar-menawar wilayah antara keduanya terjadi, dan setelah beberapa perundingan berjalan, nota kesepahaman tersebut pun tercipta.
Selanjutnya nota kesepahaman itu diterima oleh Pakubuwono III yang menggantikan Pakubbuwono II yang telah mangkat sebelumnya.
Dari situlah penandatanganan Perjanjian Giyanti dilakukan oleh kedua kubu di Desa Giyanti pada 13 Februari 1755.
Tujuan utama Perjanjian Giyanti yaitu tentang pembagian wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram, dengan mengangkat Mangkubumi sebagai penguasa separuh wilayahnya.
Mangkubumi mendapatkan gelar Sultan Hamengkubuwono I dan berkuasa di wilayah yang sekarang merupakan Yogyakarta.
Sedangkan, Sunan Pakubuwono III harus bisa menerima kenyataan dalam perjanjian tersebut dan berkuasa di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Kartasura-Surakarta.