Penulis
Intisari-Online.com - Suriname mungkin jaraknya jauh dari Indonesia, namun di sana tinggal keturunan Suriname Jawa yang biasa berbahasa Jawa.
Seperti halnya seorang pria bernama Soegiran Wongsotaroeno ini.
Sosok yang akrab disapa Mbah Wongso ini berbicara dalam bahasa Jawa Ngoko, meski selama 80 tahun hidupnya, ia tak pernah menginjakkan kaki di Indonesia.
Mbah Wongso menjalani hidupnya jauh di Suriname, sebuah negara di Amerika Selatan.
Baca Juga: Mengenal Johan Ferrier, Presiden Pertama Suriname setelah Kemerdekaannya dari Belanda
Lama ia menyimpan keinginan untuk datang ke kampung halaman sang ayah.
Baru pada tahun 2017 lalu, Mbah Wongso akhirnya tiba di Indonesia. Bahkan, ia seakan tak percaya bahwa hari itu akan tiba.
Melansir Kompas.com (22/10/2017), dengan begitu bersemangat dan berbingar-bingar, Mbah Wongso yang mengenakan baju batik dan topi, ditemani Bibid Kuslandinu, Pelaksana Fungsi sosial Budaya KBRI Paramaribo, bersiap menemui keluarganya.
Hari itu, ia akan bertemu dengan keluarganya di Indonesia dan bercengkrama tentang masa lalu.
"Saya sudah tidak sabar bertemu dengan keluarga di Kulonprogo.
"Tujuan saya jauh-jauh ke Indonesia ini ya untuk bertemu dengan keluarga," ujar Mbah Wongso dalam bahasa Jawa ngoko kepada Kompas.com, Jumat (20/10/2017).
Bahasa ngoko dikenal sebagai salah satu bahasa di Jawa, tapi rupanya bahasa ini juga merupakan salah satu yang menetap sebagai identitas bagi komunitas orang-orang Suriname keturunan Jawa.
Komunitas Suriname keturunan Jawa tidak bisa lagi bercakap bahasa Jawa halus.
Usai sarapan dan bersiap-siap, Mbah Wongso dijemput keponakannya di lobi hotel tempat ia menginap.
Keduanya bersalaman dan berbincang sebentar, untuk kemudian Mbah Wongso berpamitan dengan teman-teman peserta Program Family Pilgrim lainya.
Mbah Wongso bersama keponakannya melakukan perjalanan untuk bertemu keluarga dan melihat tempat kelahiran sang ayah.
Perjalanan selama 45 menit dilaluinya untuk sampai di Kecamatan Panjatan.
Sesampainya di tujuan, Mbah Wongso bergegas mengikuti sang keponakan berjalan ke sebuah rumah yang di dalamnya telah menunggu kerabat Mbah Wongso yang belum pernah ditemuinya.
Ialah Songko Hardjosukoyo yang merupakan satu-satunya adik kandung ayahnya yang masih hidup.
Keduanya lantas saling bersalaman dan duduk berdampingan, lalu bercengkrama melepaskan kerinduan mereka selama berpuluh-puluh tahun.
Mbah Songko pun sempat mengungkapkan rasa harunya, mengatakan bahwa keponakannya itu sangat mirip dengan ayahnya.
"Kamu memang mirip sekali dengan bapakmu," ucap Mbah Songko.
Baca Juga: Soal Duta PON XX Papua, Inilah 3 Pesohor Asli Papua yang Tak Kalah Cantik dari Nagita Slavina
Rupanya, ada kisah haru di balik keinginan kuat Mbah Wongso untuk mengunjungi keluarganya di Indonesia.
Songko, yang merupakan paman Mbah Wongso, menceritakan bagaimana kakaknya, yang tak lain ayah Mbah Wongso, meninggalkan Indonesia di masa lalu.
Ia menceritakan, bahwa kakaknya yang bernama Tubiran itu pergi meninggalkan rumah pada sekitar tahun 1929.
Tubiran memutuskan pergi dari rumah karena takut dimarahi ayahnya setelah ketahuan main judi.
Baca Juga: Pasien Ginjal Bisa Sembuh Dengan Jus Daun Ketumbar Ini, Ini Resepnya
"Simbah itu orangnya keras, Kang Tubiran ketahuan main judi, terus tidak berani pulang, takut dimarahi. Pergi dari rumah juga tidak pamit," ujarnya.
Saat itu, Tubiran ditawari kerja oleh temanya dan diajak berangkat ke Suriname.
Ayah Mbah Wongso itu pun berangkat ke Suriname dengan melewati pelabuhan Tanjung Emas, Semarang.
Keluarganya baru mengetahui keberangkatan Tubiran ke Suriname setelah suatu hari ia mengirim sejumlah uang untuk saudara -saudaranya.
"Keluarga sempat mencari Kang Tubiran kemana-mana tetapi tidak ketemu, ternyata ikut kerja di Suriname. Keluarga tahu setelah Kang Tubiran kirim uang," tutur Mbah Songko.
Tubiran memang pernah pulang ke Indonesia, namun kepulangannya sudah lama sekali.
"Saya lupa tahun berapa, Kang Tubiran pulang ke sini membuktikan ke saudara-saudaranya kalau benar bekerja di Suriname.
"Semua saudaranya waktu itu diberi kenang-kenangan kalung dan gelang emas," ujarnya.
Kisah lain diceritakan oleh Mbah Wongso. Terungkap kesedihan ayahnya yang merindukan kampung halaman di Indonesia.
Kata dia, setelah pensiun ayahnya berkesempatan untuk naik haji. Namun setelah itu, hari-hari dihabiskan oleh Tubiran dengan menyendiri dan hanya melamun.
Mbah Wongso yang melihat sesuatu yang aneh pada ayahnya memberanikan diri untuk bertanya dan akhirnya mendapat jawaban.
Ternyata ayahnya berkeinginan untuk ke Indonesia menemui keluarga tetapi tidak mempunyai biaya.
Mendengar keinginan ayahnya, Mbah Wongso lantas memberitahu ketiga adiknya dan bersama-sama mengumpulkan uang membiayai sang ayah berangkat ke Indonesia.
Sementara itu, diakui Mbah Wongsi, ia juga sudah lama ingin berkunjung ke Indonesia tetapi baru tercapai tahun 2017 itu melalui program Family Pilgrim, yang di fasilitasi oleh KBRI Paramaribo.
"Yang sudah ke sini adik saya, tahun lalu. Saya sudah lama ingin bertemu keluarga dan mengunjungi rumah Bapak, tapi baru bisa tercapai setelah pensiun ini," ucapnya sembari mengusap air matanya.
Sebelumnya, Mbah Wongso tetap berkomunikasi dengan keluarga di Indonesia meski tidak pernah datang berkunjung.
Ia berkomunikasi dengan keluarga di Indonesia lewat surat, yang juga ditulisnya mewakili sang ayah.
Dalam pertemuan mengharukan itu, Mbah Songko mengungkapkan terima kasihnya karena Mbah Wongso mau jauh-jauh berkunjung ke Indonesia.
"Terimakasih jauh-jauh dari Suriname ke sini untuk menjenguk keluargamu. Aku senang masih diberikan kesempatan oleh Yang Mahakuasa bertemu," katanya.
Selain itu, Mbah Songko mengenang masa lalu dengan membuka sebuah buku berisi catatan silsilah keluarga.
(*)