Find Us On Social Media :

Menang di Ekspor Minyak Bumi, Terkuak Mengapa Ekonomi Timor Leste Masih Terseok-seok

By Maymunah Nasution, Sabtu, 22 Mei 2021 | 17:40 WIB

Ilustrasi, Timor Leste dan minyak bumi.

Intisari-online.com - Timor Leste sama halnya dengan negara lain telah mendapat pengalaman ekonomi anjlok akibat pandemi Covid-19.

Namun ekonomi Timor Leste memang sudah rapuh jauh sebelum pandemi dan akan terus rapuh ke depannya.

Bertahun-tahun lamanya Timor Leste telah dinasehati untuk memprioritaskan dan mengambil langkah kongkrit meningkatkan jumlah sektor produktifnya, yang penting untuk melebarkan jalur ekonomi dan kurangi ketergantungan minyak bumi.

Mengutip The Diplomat, program pengembangan ekonomi dari Pemerintah Konstitusi Kedelapan yang menjabat sejak 2018, menekankan penguatan sektor produktif di sekitar industri penting termasuk pertanian dan turisme.

Baca Juga: Dikenal dengan Kekayaan Minyaknya Tetapi Menyandang Negara Termiskin di Dunia, Sebenarnya Berapa Penghasilan Timor Leste dari Minyak Bumi, Data Ini Bocorkan Rinciannya

Sementara itu lembaga swadaya masyarakat (LSM), mitra pengembang dan pakar-pakar lain telah menekankan risiko tergantung pada minyak dan perlunya pelebaran jalur ekonomi guna memiliki perkembangan lebih berkelanjutan.

Meski sudah diperingatkan demikian, ekonomi Timor Leste tetap bergantung berat pada hasil dari minyak dan gas sementara kemajuan melebarkan ekonomi tidak berjalan.

Melebarkan ekonomi atau mendiversifikasinya memang perlu waktu dan proses yang terbilang rumit.

Namun untuk Timor Leste, beberapa faktor sangat jelas terlihat.

Baca Juga: Sempat Nikmati Manisnya Pertumbuhan Ekonomi, Timor Leste Perlahan-lahan Hancur Karena Pemerintah yang Tak Becus Urus Anggaran, Ladang Minyak Tak Bisa Dinikmati hingga Proyek Besar Mangkrak

Pertama adalah perselisihan politik yang telah menyeret negara itu menjauh dari investasi jangka panjangnya.

Sejak krisis tahun 2006, Timoe Leste telah kesulitan dengan ketidakpaduan politik, buktinya adalah dalam 15 tahun saja negara itu memiliki 6 pemerintahan yang berbeda-beda.

Konsekuensinya, negara dipaksa melakukan kebijakan jangka pendek untuk memastikan kerjasama pemerintahan, daripada menyusun strategi investasi jangka panjang.

Ketika Pemerintahan Konstitusi Ke-VIII dibentuk, Perdana Menteri saat ini Taur Matan Ruak mengklaim untuk menjadi pemimpin pemerintahan roda tiga karena kabinetnya tidak penuh.

Baca Juga: Bisa Lumpuhkan Ekonomi Satu Generasi, Proyek 'Arogan' Xanana Gusmao Dipastikan Hanya Jadi Impian, Kecuali Timor Leste Rela Menyerahkan Kedaulatan Bangsanya

Namun tahun lalu, FRETILIN Mengganti Kongres Nasional Rekonstruksi Timor Leste sebagai bagian koalisi berkuasa untuk melanjutkan mandat Pemerintahan Konstitusi Ke-VIII.

Akhirnya, pemerintah tiga roda pun berakhir.

Sudah pasti, stabilitas pemerintahan koalisi akan tetap dipertanyakan setidaknya sampai pemilihan 2023 mendatang.

Dengan itu, pemerintah tidak dapat benar-benar menerapkan aturan mengembangkan program komprehensif dan penilaian distribusi dana yang kritis untuk sektor yang bisa berkontribusi untuk pengembangan jangka panjang.

Baca Juga: Bak Jatuh Tertimpa Tangga, Beginilah Kondisi Ekonomi Timor Leste Sekarang Setelah Dihajar Banjir Dasyat di Tengah Situasi Pandemi Covid-19

Sebagian besar alasannya adalah ketakutan hal ini bisa menyebabkan runtuhnya pemerintahan koalisi.

Kedua, tidak adanya konsensus antara dua partai politik terbesar, CNRT dan FRETILIN, atas prioritas nasional untuk perkembangan ekonomi.

Meski perkembangan di Timor Leste telah diatur oleh Rencana Perkembangan Strategi (SDP), CNRT dan FRETILIN masih kagok untuk mekanisme mengembangkan program seperti Pantai Selatan atau Proyek Tansi Mane.

Padahal keduanya menjadi bagian penting strategi perkembangan ekonomi nasional.

Baca Juga: Saat Dunia Alami Krisis Ekonomi Gara-Gara Covid-19, Bank Dunia Ungkap Situasi Ekonomi Timor Leste Justru Alami Peningkatan Tahun 2021 Ini Sebabnya

Tidak adanya kesepakatan dari dua partai penguasa menjadi penghambat dilaksanakannya inisatif-inisiatif penting.

Itulah sebabnya partai politik perlu memiliki diskusi terbuka dan mendalam mengenai viabilitas strategi perkembangan ekonomi kunci untuk merumuskan program nasional yang bisa diterima oleh semuanya.

Ketiga, tidak adanya insentif politik, setidaknya dalam jangka pendek, untuk mengembangkan sektor non-migas di ekonomi.

Sejauh ini memang uang hasil migas berhasil membuat Timor Leste mendanai proyek infrastruktur besar dalam waktu yang cepat, seperti digambarkan yaitu pembangunan jalan di sepanjang pantai selatan dan di Pelabuhan Teluk Tibar di pantai utara.

Baca Juga: Miris, Analisis Ini Sebut Timor Leste Satu Dari 19 Negara yang Ekonominya Tertekan Padahal Sudah Hampir 20 Tahun Merdeka Dari Indonesia, Ini Datanya

Uang yang cepat datang dari minyak menyebabkan pembangunan proyek mewah yang bertujuan memamerkan pencapaian mereka.

Akibatnya sektor non-migas dianggap kurang menguntungkan dibanding sektor migas, tidak dikembangkan, artinya masih perlu waktu lama untuk sektor tersebut benar-benar dewasa.

Serta tidak ada jaminan mereka bisa mengembangkan nilai serupa dengan sektor minyak dan gas.

Dengan realita ini, ada perlu perganitan politik untuk mendorong investasi di sektor non-minyak.

Baca Juga: Ngeri, Bank Mandiri dan BRI Dituduh Jadi Pembunuh Ekonomi Timor Leste, Ramos Horta Sampai Murka karena Fakta Ini!

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini