Penulis
Intisari-Online.com - Belanda kembali datang ke Indonesia setelah bekas wilayah jajahannya ini memproklamasikan kemerdekaan, menyebabkan konflik Indonesia-Belanda selama 4 tahun (1945-1949).
Datang dengan membonceng utusan pasukan sekutu, Belanda ingin kembali berkuasa di Indonesia. Namun upayanya mendapat perlawanan dari rakyat Indonesia.
Hal itu membuat pertempuran terjadi antara pasukan Belanda dan pejuang kemerdekaan Indonesia.
Selama empat tahun berkonflik dengan negara baru Indonesia, Belanda melancarkan dua kali serangan militer, yang dikenal di Indonesia sebagai Agresi Militer Belanda I dan Agresi Militer Belanda II.
Mengutip Kompas.com, dalam buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (2005) karya M.C Ricklefs, Agresi Militer Belanda I bertujuan untuk menguasai sumber daya alam di wilayah Sumatra dan Jawa.
Serangan militer Belanda yang pertama itu telah memicu kecaman internasional, termasuk dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Selain itu, India dan Australia mengajukan permasalahan Agresi Militer Belanda I untuk dibahas pada agenda sidang Dewan Keamanan PBB tanggal 31 Juli 1947.
Sidang PBB pun menghasilkan resolusi yang berisi himbauan agar Belanda dan Indonesia menghentikan pertempuran fisik serta mengadakan genjatan senjata. Namun rupanya himbauan itu tak mempan menghentikan Belanda.
Pada 19 Desember 1948, Belanda kembali melancarkan serangan militernya, melanggar perjanjian damai Renville yang telah diupayakan oleh PBB.
Kali ini tujuan Belanda melancarkan serangan militernya adalah untuk menghancurkan status Republik Indonesia sebagai kesatuan negara, menurut situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, dikutip Kompas.com.
Juga untuk menguasai ibukota sementara Indonesia yang saat itu berada di Yogyakarta, serta menangkap pemimpin-pemimpin pemerintahan Indonesia.
Belanda memang berhasil menguasai Yogyakarta dan menangkap tokoh-tokoh pemimpin Indonesia, namun itu bak menjadi 'senjata makan tuan'.
Agresi Militer Belanda II pada akhirnya membuat Belanda semakin dikecam dunia internasional.
Bukan hanya itu, Amerika Serikat yang awalnya 'acuh tak acuh' terhadap apa yang dilakukan sekutunya di Indonesia juga semakin tegas menekan Belanda.
Dalam buku Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia (1979) karya A.H Nasution, Agresi Militer Belanda II menyebabkan korban jiwa dan kerusakan yang masif bagi Indonesia.
Namun di sisi lain, Indonesia diuntungkan ketika Belanda memperoleh bencana politik dari keputusan mereka untuk melancarkan serangan militer itu.
Mengutip The United State-Indonesia Society, AS awalnya mendukung pendudukan Eropa di wilayah Asia Tenggara. Begitu pula terhadap pendudukan Belanda di Indonesia.
Dikatakan, bahwa sebelum tahun 1947, kebijakan AS terhadap kemerdekaan Indonesia dapat digambarkan sebagai 'ketidakpedulian yang jinak'.
AS pada tahun-tahun itu lebih mementingkan pemulihan ekonomi Belanda di Eropa daripada status koloni Belanda.
Namun, kemudian dengan 'Aksi Polisi' Belanda di Hindia-belanda yang dikenal juga dengan Agresi Militer Belanda I, pada Juli 1947, situasi mulai berubah.
Saat agresi militer yang pertama itu, AS masih condong membela sekutunya, dengan kebijakan "Belanda harus mempertahankan saham yang cukup besar di Hindia Belanda" ketika setuju untuk menjadi kepala Komisi Jasa Baik PBB.
Namun setelah agresi kedua, AS mulai lebih menekan Belanda dengan bantuan Marshall Plannya.
Mengutip Strategic Review, Hanya setelah tindakan polisi Belanda kedua pada bulan Desember 1948 itu, para pembuat kebijakan Amerika mulai mengubah kesetiaan mereka.
Dikatakan, bahkan Washington bergerak tersendat-sendat dan sering kali dengan enggan, tidak termotivasi oleh idealisme atau altruisme daripada oleh faktor-faktor yang lebih nyata.
Baca Juga: Ini Cara Berpuasa yang Benar Bagi Penderita Penyakit Refluks Gastroesofagus
AS menekan Belanda dengan mengancam akan menahan bantuan Marshall Plan Belanda jika Belanda tidak menyetujui kemerdekaan Indonesia.
Ancaman tersebut tentu efektif mengingat saat itu ekonomi Belanda masih sangat tergantung terhadap bantuan ini.
Marshall Plan merupakan program yang dimaksudkan untuk membantu membangun kembali Eropa setelah Perang Dunia II.
Tekanan dari PBB dan Amerika Serikat pun akhirnya menyudutkan Belanda untuk mengadakan gencatan senjata dan melakukan perundingan, yang kemudian menghasilkan peristiwa pengakuan kedaulatan.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik disini