Intisari-Online.com - Dampak hasil konferensi meja bundar salah satunya membuat pertumpahan darah Indonesia-Belanda hampir kembali terulang karena penundaan penyelesaian Irian Barat yang berlarut-larut oleh Belanda.
Konferensi Meja Bundar (KMB) yang dilaksanakan pada pada 23 Agustus-2 September 1949 di Den haag, Belanda, pada akhirnya berhasil mencapai kesepakatan.
Salah satunya tentang masalah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda.
Namun, untuk mencapai seluruh kesepakatan KMB, Indonesia dan Belanda melalui proses negosiasi yang alot.
Beberapa masalah yang sulit mencapai titik temu yaitu soal pembentukan Uni Indonesia-Belanda dan utang Hindia Belanda.
Kedua masalah tersebut akhirnya berhasil mencapai kesepakatan. Bahwa akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda, di mana dalam Uni itu Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dan kedudukan Indonesia dan Belanda sederajat.
Sementara soal utang Hindia Belanda, disepekati Indonesia akan mengembalikan semua milik Belanda dan memabayar utang-utang Hindia Belanda sebelum tahun 1949.
Namun, masalah Irian Barat akhirnya hanya mencapai penundaan. Disepakatinya pembahasan masalah tersebut akan dilakukan setahun kemudian rupanya menyebabkan konfrontasi Indonesia-Belanda selanjutnya.
Janji untuk membahas masalah Irian Barat hanya tinggal janji, karena kenyataannya setelah ditunggu-tunggu, Belanda tidak mau membicarakan.
Perundingan sengketa Irian Barat antara Indonesia dan Belanda sebenarnya sempat kembali dilakukan pasca KMB, tepatnya pada pada bulan Maret 1950 di Jakarta.
Namun, dalam perundingan kedua (Setelah KMB) tersebut, Belanda justru bersikukuh untuk menolak menyerahkan Irian Barat ke Indonesia. Perundingan pun kembali menemui jalan buntu.
Hal itu menunjukkan ketidakseriusan Belanda untuk mengembalikan Irian Barat ke Indonesia dalam diplomasi bilateral.
Selain menumpuh jalur diplomasi bilateral, penyelesaian masalah tersebut juga diupayakan melalui diplomasi multilateral.
Diplomasi multilateral adalah kegiatan diplomasi yang melibakan tiga negara atau lebih yang memiliki kepentingan sama.
Indonesia mengajukan permasalahan sengketa Irian Barat dalam sidang umum PBB tahun 1954. Namun, upaya diplomasi melalui PBB ini berjalan lamban dan cenderung tidak mendapat tanggapan yang positif.
Selain melalui PBB, Indonesia juga membawanya dalam Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung tahun 1955. Soekarno meminta dukungan dari 29 negara peserta KAA dalam penyelesaian sengketa Irian Barat.
Setelah berbagai upaya melalui jalur diplomasi tersebut, masalah Irian Barat antara Indonesia dan Belanda tetap tak kunjung menemui penyelesaian.
Tibalah saatnya hingga kesabaran Presiden Soekarno hampir habis. Pada 1961, Presiden Soekarno mengeluarkan Tiga Komando Rakyat atau dikenal sebagai Trikora.
Isinnya yaitu: 1) Gagalkan pembentukan negara Papua, 2) Kibarkan bendera Merah Putih di Irian Barat, dan 3) Bersiap untuk mobilisasi umum untuk mempertahankan kemerdekaan dam kesatuan tanah air dan bangsa.
Masalah Irian Barat bukan sekedar wilayah yang masih berada di tangan kolonialis, tapi juga menyangkut harga diri sebuah negara berdaulat.
Dengan dikeluarkannya Trikora, artinya menandakan bahwa Presiden Soekarno meninggalkan usaha diplomasi dengan pihak Belanda. Indonesia siap dengan segala resiko yang dihadapi.
Persiapan untuk merebut Irian Barat, Presiden Soekarno pada 2 Januari 1962 mengeluarkan keputusan Nomor 1 Tahun 1962 untuk membentuk Komando Mandala Pembebasan Irian Barat.
Indonesia pun minta bantuan Amerika Serikat (AS) untuk menyelesaikan perselisihan antara Indonesia dan Belanda. Tapi Amerika Serikat menolak .
Kemudian Presiden Soekarno pun menggunakan kekuatan persenjataan dengan bantuan dari Uni Soviet.
Namun, ketegangan tersebut akhirnya menarik perhatian Amerika Serikat, dan pada 1962, Amerika Serikat mulai menekan Belanda untuk menyelesaikan sengketa tersebut untuk mengantisipasi timbulnya terjadi peperangan.
Desakan tersebut juga untuk mencegah terseretnya Uni Soviet dan Amerika Serikat ke dalam suatu konfrontasi langsung di Pasifik.
Akhirnya pada 15 Agustus 1962, Indonesia dan Belanda kembali ke 'meja perundingan', ditandatangani Persetujuan New York antara Indonesia dan Belanda. Secara resmi Irian Barat berada dibawah pengawasan Indonesia pada 1963.
Selanjutnya pada 19 Desember 1969, hasil Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) membuktikan bawah Irian Barat adalah bagian dari Indoenesia. Pertempuran lebih lanjut pun tak sampai terjadi.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari