Find Us On Social Media :

Tidak Seberuntung Indonesia, Pulau di Jepang Ini Dulunya Ingin Jadi Satu dengan Jepang Setelah Diberi Kemerdekaan, Kini Jadi Miskin Padahal Jadi Titik Pembangunan Utama Jepang

By Maymunah Nasution, Sabtu, 10 April 2021 | 14:38 WIB

Pulau Okinawa, Jepang, dulunya sukarela masuk ke Jepang kini protes ingin merdeka, merasa miskin daripada saat merdeka

Intisari-online.com - Pada awal April lalu, diberitakan jika China ditengarai membantu gerakan kemerdekaan salah satu prefektur Jepang.

Jepang, yang wilayahnya terdiri dari prefektur seperti provinsi, rupanya sudah lama menghadapi tuntutan kemerdekaan salah satu prefekturnya.

Ialah prefektur Okinawa, yang merupakan pulau terbesar di Jepang.

Rupanya, ada sejarah menarik di balik gerakan kemerdekaan Okinawa.

Baca Juga: Meski Termasuk Militer Paling Kuat di Dunia Tapi Terpaksa Jadi 'Anak Bawang' Sejak Kalah dalam Perang Dunia II, Inilah Pertempuran Okinawa, Pertempuran Besar Terakhir Jepang Melawan AS

Dilansir dari Wikipedia, gerakan ini dinamai gerakan kemerdekaan Ryukyu atau Republik Ryukyu, sebuah gerakan politik untuk kemerdekaan Pulau Ryukyu, atau Okinawa, dari Jepang.

Dulunya manifesto politik pergerakan ini muncul sejak 1945 setelah Jepang kalah dari Perang Dunia II.

Beberapa warga Ryukyu merasa ketika Kependudukan Sekutu (USMGRI 1945-1950) dimulai, jika Ryukyu seharusnya merdeka alih-alih dikembalikan ke Jepang.

Dulunya Pulau Ryukyu dianeksasi bersama pulau Ezo oleh Jepang selama periode Meiji,

Baca Juga: China Makin Tidak Bisa Berbohong, AS Berikan Bukti China Mendukung Kemerdekaan Salah Satu Provinsi di Jepang Agar Menjadi Negara Sendiri, Ribuan Agen Provokator Dikirimkan ke Jepang

Hal tersebut karena warga Ainu Hokkaido dan Ryuku dianggap juga Jepang.

Asmililasi kemudian terjadi pada 1902, warga Okinawa kemudian dilatih menjadi elit Okinawa Nasionalis Jepang.

Kemudian dari tahun 1950-1972, banyak yang mendorong kembalinya ke Jepang, sembari berharap menghentikan kependudukan AS.

Pulau itu akhirnya kembali ke Jepang pada 15 Mei 1972, dan lewat perjanjian Keamanan AS-Jepang, kehadiran militer AS akan terus ada di Jepang.

Baca Juga: Padahal Suku Asli Jepang, Tapi Suku Ainu yang Misterius Justru Harus Terus Hidup Dalam Persembunyian Tanpa Identitas Karena Hal Ini

AS pun melanjutkan mempertahankan kehadiran militer besar-besaran di Pulau Okinawa.

Inilah sebabnya mengapa kini Okinawa ingin kemerdekaan mereka lagi.

Kerajaan Ryukyu

Warga Ryukyu adalah warga yang tinggal di Pulau Ryukyu dan secara etnis, budaya dan bahasa berbeda dengan warga Jepang.

Baca Juga: Bangkai Kapal USS Emmons Ini Sengaja Ditenggelamkan agar Tidak Ditangkap Jepang, Masih Terdapat Persenjataan yang Belum Meledak di Dalamnya

Dulunya Okinawa dibagi dalam tiga pengaruh: Hokuzan, Chuzan, dan Nanzan.

Tahun 1429, kapten Chuzan Sho Hashi menyatukan semuanya dan mendirikan Kerajaan Ryukyu yang otonom dengan ibukota di Kastil Shuri.

Kerajaan itu terus berhubungan baik dengan Dinasti Ming dan Dinasti Qing China, praktik yang dimulai oleh Chuzan sejak 1372-1374 dan bertahan sampai runtuhnya kerajaan di akhir abad ke-19.

Kerajaan mulai berdagang dengan negara lain sehingga pada 1403 mulai berdagang dengan Jepang.

Baca Juga: Berkat Wilayahnya yang Ekstrem, Negara Pemilik Militer Paling Lemah di Dunia Ini 'Selamat' dari Penjajahan Bangsa Eropa, Seperti Apa Sih Parahnya?

Namun tahun 1609 Jepang dengan budaya feodalnya dari Satsuma menginvasi kerajaan atas nama Shogun Tokugawa Ieyasu dan era Keshogunan Tokugawa (1603-1867) karena Raja Ryukyu Sho Nei menolak tunduk pada Shogun.

Kemudian pada era Meiji, pemerintahan Meiji memulai 'Ryukyu Shobun' untuk secara resmi mencaplok kerajaan itu masuk ke dalam Kekaisaran Modern Jepang.

Ryukyu berubah menjadi Domain Ryukyu pada 1872-1879, kemudian 1879 domain kerajaan dihapuskan dan menjadi Prefektur Okinawa.

Raja Ryukyu terakhir Sho Tai diasingkan secara paksa ke Tokyo.

Baca Juga: Dua Kekuatan Eropa Berebut Kekuasaan Membuat Pulau Timor Terbagi Dua, Ini Sejarah Timor Leste sebelum Kemerdekaannya

Pada periode Meiji, pemerintah terus-terusan secara formal menekan identitas etnis, budaya, tradisi dan bahasa Ryukyu sambil mengasimilasi mereka sebagai etnis Jepang.

Sejak pembentukan prefektur hubungan Okinawa dan Jepang terus memburuk.

Pada periode sebelum dan selama Perang Dunia II, dan setelah Perang Dunia II sampai sekarang, keadaan sudah banyak berubah.

Pada tahun 1945 selama Pertempuran Okinawa di Perang Dunia II, ada 150 ribu warga sipil terbunuh, sekitar sepertiga populasi pulau tersebut.

Baca Juga: Kepulauan Senkaku Jepang Diserang Dua Kapal China, Sudah Serangan Keempat Kalinya dalam Seminggu Ini Usai Nelayan Jepang Ketakutan Sebelumnya

Kemudian banyak warga sipil tewas dalam bunuh diri massal yang dipaksakan oleh militer Jepang, dan banyak wanita diperkosa oleh tentara Jepang.

Kemudian setelah Perang Dunia II, Pulau Ryukyu dikuasai oleh Pemerintah Militer AS di Kepulauan Ryukyu selama 5 tahun 1945-1950.

Namun AS mempertahankan kendali bahkan setelah 1951, dan mereka secara paksa mengambil alih tanah pribadi untuk membangun banyak fasilitas militer.

Pemilik pribadi tanah tersebut ditempatkan di kamp pengungsian.

Baca Juga: Koar-koar Tuduh Iran Bakal Serang Pangkalan Militernya, Warga Lokal Amerika Malah Temukan Kejanggalan dan Tuduh Itu Hanya Akal-akalan untuk Bisa Lakukan Hal Ini

Akhirnya pada 15 Mei 1972 Okinawa dan pulau terdekat dikembalikan ke Jepang.

Rakyat merasa ditipu melihat kemakmuran Jepang di tahun tersebut, pasalnya Okinawa menjadi miskin akibat fasilitas militer dan komunis tidak menyerang mereka.

Kini meski Okinawa sudah menjadi prefektur seperti prefektur lain, Jepang dan AS terus-terusan mempertahankan bahkan menambah pangkalan militer di sana.

Beberapa pakar filsuf Jepang menyebut pendirian Prefektur Okinawa sebagai bentuk kolonialisme langsung.

Baca Juga: Padahal Sudah Ayem di Pangkalan Okinawa, Kapal Induk AS Ronald Reagan Tiba-tiba Meluncur Lagi Ke Laut China Selatan, Pakar: Tarik Ulur Kian Rumit Antara China dan AS

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini