Find Us On Social Media :

'Olimpiade Zombie', Ngeyel Tetap Adakan Ajang Olahraga Dunia di Tengah Pandemi Covid-19, Jepang Disebut Hanya Akan Menanggung Malu, Sejarah Perang Dunia II pun Bisa Terulang Kembali

By Maymunah Nasution, Selasa, 6 April 2021 | 09:23 WIB

Logo Olimpiade Tokyo, Jepang tetap mengadakan Olimpiade 2020 meskipun pandemi masih berlangsung, keputusan yang dikecam banyak pihak

Intisari-online.com - Dunia seakan berhenti beraktivitas semenjak virus Corona menyebar hampir ke seluruh dunia.

Tidak hanya aktivitas dalam negeri tertunda, aktivitas internasional pun terancam tidak terlaksana.

Sorotan dunia kini mengarah pada terlaksananya Olimpiade yang rencananya akan dilaksanakan tahun 2020 di Tokyo, Jepang.

Saat pandemi tengah melanda tahun 2020 kemarin, Jepang di bawah pimpinan Perdana Menteri Shinzo Abe memutuskan pelaksanaan Olimpiade akan ditunda 1 tahun.

Baca Juga: Pertama Melesat sebelum Olimpiade Tokyo 1964 Dimulai, Ini yang Terjadi di Hari Bersejarah Ketika Kereta Api Supercepat Pertama di Dunia Diluncurkan

Kini, Jepang sudah dipimpin oleh sosok yang berbeda, dan kebijakan negara itu pun sudah mengalami perubahan.

Diketahui Perdana Menteri baru, Yoshihide Suga, akan tetap melaksanakan Olimpiade 2020 tahun 2021 besok.

Jadwal Olimpiade sudah keluar, yaitu dimulai pada 23 Juli dan akan selesai pada bulan Agustus.

Kini keputusan Suga tersebut mendapat banyak kecaman.

Baca Juga: Miris, Dulunya Harumkan Nama Negara, Mantan Atlet Olimpiade Ini Kini Jadi Gelandangan dan Tidur di Kuburan

Jurnalis Tokyo dan penulis "Japanization: What the World Can Learn from Japan's Lost Decades", William Pesek, menuliskan beberapa pandangannya mengenai keputusan Jepang yang sarat akan profit mengesampingkan kebaikan yang lebih besar.

Artikel yang ia tulis di Asia Nikkei menjelaskan jika Jepang sudah menjadi negara yang rakus akan keuntungan ekonomi.

Rahasia kemajuan ekonomi Jepang, Japan Inc., dianggap Pesek sudah membentuk perusahaan 'zombie' modern.

Yang ia maksud zombie di sini adalah orang-orang bekerja tanpa henti tidak mempedulikan kesehatan hanya untuk membangun ekonomi Jepang yang sebenarnya sudah stabil cukup lama.

Baca Juga: Ketika Teroris Palestina Menginginkan Ratusan Tahanan Arab Dibebaskan, Inilah Kisah Tragis Olimpiade 1972 di Jerman yang Berubah Jadi Pembantaian Para Atlet Israel

Kini Tokyo disorot karena Olimpiade Musim Panas ini bisa menjadi 'Olimpiade Zombie' juga.

Setahun lalu, Deputi Perdana Menteri Taro Aso menyebut Olimpiade 2020 sebagai "terkutuk".

Ia mencontohkan ketika Tokyo kehilangan Olimpiade 1940 di tengah Perang Dunia II dan Moskow diboikot atas permainan itu di tahun 1980.

Tokyo 2020 telah menjadi acara yang secara sederhana tidak akan mati meskipun kasus Covid-19 terus bertambah.

Baca Juga: Lahir Tanpa Tubuh Bagian Bawah dan Kerap Dibully, Pria Ini Bertekat Ingin Menjadi Pegulat Profesional, Perjuangannya Sungguh Luar Biasa!

Alih-alih, Tokyo 2020 disebut Pesek sebagai perusahaan tanpa nyawa yang mencari dukungan dari atas.

"Tokyo 2020 adalah mayat hidup dari tradisi global. Dan inilah saatnya intervensi serius, sebelum Jepang menghabiskan seluruh soft power di mata sejarah."

Soft power terkuat di dunia

Jepang masih memegang posisi negara dengan soft power terkuat di dunia, bahkan kekuatan hallyu Korea Selatan masih tidak kuat menyamai bahkan menandingi kekuatan politik Jepang yang dibalut oleh industri wisata, musik dan juga perfilmannya.

Baca Juga: Dunia 'Takluk' Bahkan Kim Jong-Un yang Bengis pun Luluh, Inilah Hallyu Diplomacy, Cara Korea Selatan 'Kuasai' Dunia Lewat Cara 'Menyenangkan', Bisa Jadi Anda Termasuk 'Korbannya'

Hal ini dibuktikan dari peringkat pertama soft power global di majalah Monocle tahun 2020.

Pesek menyetujui opini yang ditulis oleh Nancy Snow sebelumnya di Asia Nikkei yang menyebutkan bahwa pembatalan Olimpiade akan meningkatkan soft power Jepang.

Partai berkuasa Liberal Democratic Party (LDP) ia sebut "perlu mendahului situasi dengan umumkan pembatalannya."

Namun LDP justru tampak tertinggal, hal ini karena mantan Perdana Menteri Shinzo Abe justru mengadopsi langkah Donald Trump yang memprioritaskan ekonomi daripada menahan virus Corona.

Baca Juga: Lain dengan Negara Asia Lain, Tidak Antusias dengan 'Ledakan' Kelahiran Bayi Generasi Baru, Indonesia Ternyata Sudah Ketar-ketir dalam 10 Tahun Jumlah Penduduk Bisa Capai Angka Fantastis Ini

Tercatat Abe mengalami ketidaksepakatan dengan Gubernur Tokyo Yuriko Koike, yang menyarankan respon lebih asertif melalui pengujian skala besar dan perintah berlindung di tempat atau lockdown.

Namun kini, memasuki gelombang keempat Covid-19, penanganan pemerintah Jepang bertemu dengan pelaksanaan Olimpiade Tokyo.

Pesek meragukan cara pemerintah menerima 80 ribu atlet, pelatih, tim staf, media dan pejabat lain lebih dari 200 negara saat program vaksinasi saja belum dimulai.

Padahal ia menekankan WHO menyebut vaksinasi Eropa sangatlah lambat, sementara beberapa negara bagian di Amerika Serikat seperti Texas dan Florida justru tampaknya hampir menandingi ledakan kasus di Brasil.

Baca Juga: Para Pemain Bergelut Di Lapangan, Sosok-sosok Ini Bergerilya Di Luar Lapangan Demi Sukseskan Piala Menpora 2021

Acara-acara olahraga yang nekat dilakukan pada skala kecil seperti liga NBA di AS yang menjadi klaster baru penularan virus Corona, akan lebih besar lagi penularannya di Olimpiade yang memiliki skala pertandingan dan penonton jauh lebih besar.

Minggu lalu, upacara estafet obor Olimpiade di Osaka pun gagal dilaksanakan, menjadi poin penting dipermalukannya Jepang yang ngeyel tetap ingin melaksanakan Olimpiade Musim Panas 2020.

Tokyo 2020 memang berarti banyak bagi Jepang, karena menjadi ajang Olimpiade Musim Panas kedua yang dilaksanakan di negeri sakura, dan Jepang menjadi negara pertama di Asia yang sudah melaksanakan Olimpiade Musim Panas.

Sementara Komite Olimpiade Internasional tetap ingin melaksanakan Olimpiade setelah Olimpiade Musim Dingin Beijing menghadapi ancaman boikot.

Baca Juga: Tingkat Kematiannya Capai 90 Persen, Virus Ebola yang Muncul Kembali di Kongo Malah Diimpor Jepang Demi Persiapan Olimpiade 2020, untuk Apa?

Namun biaya kerugian yang dipastikan akan dihadapi oleh soft power Jepang di jangka panjang akan membuat benturan ekonomi Jepang saat ini terlihat sangat kecil.

Di penghujung artikel, Pesek menyebut Jepang perlu belajar mengenai pemilihan keputusan yang memang bermanfaat untuk masyarakat dunia dan menghentikan keegoisan yang dulunya juga menyebabkan Jepang menyerang negara lain dan memulai Perang Dunia II.

"Bayangkan, 20 tahun dari sekarang, siswa mempelajari pengalaman manusia di tahun 2020-2021 akan berpikir negara maju menyelenggarakan Olimpiade di tengah pandemi yang saat itu telah membunuh 2,83 juta warga dan masih bertambah," tulis Pesek.

"Suga dan pejabat Olimpiade Tokyo seharusnya memiliki kebijaksanaan orang-orang yang memang mereka wakili. Beberapa jajak pendapat tunjukkan setidaknya 80% warga Jepang berpikir sekarang bukan saatnya untuk mengadakan acara penularan virus yang tentunya akan membuat Jepang dihakimi secara kasar lagi."

Baca Juga: Olimpiade Ditunda Akibat Pandemi, Atlet Anggar Jepang Peraih Medali Perak Ini Banting Setir Jadi Pengantar Makanan, Tapi Bukan Cuma untuk Cari Nafkah Loh...

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini