Penulis
Intisari-online.com -Dunia seakan berhenti beraktivitas semenjak virus Corona menyebar hampir ke seluruh dunia.
Tidak hanya aktivitas dalam negeri tertunda, aktivitas internasional pun terancam tidak terlaksana.
Sorotan dunia kini mengarah pada terlaksananya Olimpiade yang rencananya akan dilaksanakan tahun 2020 di Tokyo, Jepang.
Saat pandemi tengah melanda tahun 2020 kemarin, Jepang di bawah pimpinan Perdana Menteri Shinzo Abe memutuskan pelaksanaan Olimpiade akan ditunda 1 tahun.
Kini, Jepang sudah dipimpin oleh sosok yang berbeda, dan kebijakan negara itu pun sudah mengalami perubahan.
Diketahui Perdana Menteri baru, Yoshihide Suga, akan tetap melaksanakan Olimpiade 2020 tahun 2021 besok.
Jadwal Olimpiade sudah keluar, yaitu dimulai pada 23 Juli dan akan selesai pada bulan Agustus.
Kini keputusan Suga tersebut mendapat banyak kecaman.
Jurnalis Tokyo dan penulis "Japanization: What the World Can Learn from Japan's Lost Decades", William Pesek, menuliskan beberapa pandangannya mengenai keputusan Jepang yang sarat akan profit mengesampingkan kebaikan yang lebih besar.
Artikel yang ia tulis di Asia Nikkei menjelaskan jika Jepang sudah menjadi negara yang rakus akan keuntungan ekonomi.
Rahasia kemajuan ekonomi Jepang, Japan Inc., dianggap Pesek sudah membentuk perusahaan 'zombie' modern.
Yang ia maksud zombie di sini adalah orang-orang bekerja tanpa henti tidak mempedulikan kesehatan hanya untuk membangun ekonomi Jepang yang sebenarnya sudah stabil cukup lama.
Kini Tokyo disorot karena Olimpiade Musim Panas ini bisa menjadi 'Olimpiade Zombie' juga.
Setahun lalu, Deputi Perdana Menteri Taro Aso menyebut Olimpiade 2020 sebagai "terkutuk".
Ia mencontohkan ketika Tokyo kehilangan Olimpiade 1940 di tengah Perang Dunia II dan Moskow diboikot atas permainan itu di tahun 1980.
Tokyo 2020 telah menjadi acara yang secara sederhana tidak akan mati meskipun kasus Covid-19 terus bertambah.
Alih-alih, Tokyo 2020 disebut Pesek sebagai perusahaan tanpa nyawa yang mencari dukungan dari atas.
"Tokyo 2020 adalah mayat hidup dari tradisi global. Dan inilah saatnya intervensi serius, sebelum Jepang menghabiskan seluruh soft power di mata sejarah."
Soft power terkuat di dunia
Jepang masih memegang posisi negara dengan soft power terkuat di dunia, bahkan kekuatan hallyu Korea Selatan masih tidak kuat menyamai bahkan menandingi kekuatan politik Jepang yang dibalut oleh industri wisata, musik dan juga perfilmannya.
Hal ini dibuktikan dari peringkat pertama soft power global di majalah Monocle tahun 2020.
Pesek menyetujui opini yang ditulis oleh Nancy Snow sebelumnya di Asia Nikkei yang menyebutkan bahwa pembatalan Olimpiade akan meningkatkan soft power Jepang.
Partai berkuasa Liberal Democratic Party (LDP) ia sebut "perlu mendahului situasi dengan umumkan pembatalannya."
Namun LDP justru tampak tertinggal, hal ini karena mantan Perdana Menteri Shinzo Abe justru mengadopsi langkah Donald Trump yang memprioritaskan ekonomi daripada menahan virus Corona.
Tercatat Abe mengalami ketidaksepakatan dengan Gubernur Tokyo Yuriko Koike, yang menyarankan respon lebih asertif melalui pengujian skala besar dan perintah berlindung di tempat atau lockdown.
Namun kini, memasuki gelombang keempat Covid-19, penanganan pemerintah Jepang bertemu dengan pelaksanaan Olimpiade Tokyo.
Pesek meragukan cara pemerintah menerima 80 ribu atlet, pelatih, tim staf, media dan pejabat lain lebih dari 200 negara saat program vaksinasi saja belum dimulai.
Padahal ia menekankan WHO menyebut vaksinasi Eropa sangatlah lambat, sementara beberapa negara bagian di Amerika Serikat seperti Texas dan Florida justru tampaknya hampir menandingi ledakan kasus di Brasil.
Acara-acara olahraga yang nekat dilakukan pada skala kecil seperti liga NBA di AS yang menjadi klaster baru penularan virus Corona, akan lebih besar lagi penularannya di Olimpiade yang memiliki skala pertandingan dan penonton jauh lebih besar.
Minggu lalu, upacara estafet obor Olimpiade di Osaka pun gagal dilaksanakan, menjadi poin penting dipermalukannya Jepang yang ngeyel tetap ingin melaksanakan Olimpiade Musim Panas 2020.
Tokyo 2020 memang berarti banyak bagi Jepang, karena menjadi ajang Olimpiade Musim Panas kedua yang dilaksanakan di negeri sakura, dan Jepang menjadi negara pertama di Asia yang sudah melaksanakan Olimpiade Musim Panas.
Sementara Komite Olimpiade Internasional tetap ingin melaksanakan Olimpiade setelah Olimpiade Musim Dingin Beijing menghadapi ancaman boikot.
Namun biaya kerugian yang dipastikan akan dihadapi oleh soft power Jepang di jangka panjang akan membuat benturan ekonomi Jepang saat ini terlihat sangat kecil.
Di penghujung artikel, Pesek menyebut Jepang perlu belajar mengenai pemilihan keputusan yang memang bermanfaat untuk masyarakat dunia dan menghentikan keegoisan yang dulunya juga menyebabkan Jepang menyerang negara lain dan memulai Perang Dunia II.
"Bayangkan, 20 tahun dari sekarang, siswa mempelajari pengalaman manusia di tahun 2020-2021 akan berpikir negara maju menyelenggarakan Olimpiade di tengah pandemi yang saat itu telah membunuh 2,83 juta warga dan masih bertambah," tulis Pesek.
"Suga dan pejabat Olimpiade Tokyo seharusnya memiliki kebijaksanaan orang-orang yang memang mereka wakili. Beberapa jajak pendapat tunjukkan setidaknya 80% warga Jepang berpikir sekarang bukan saatnya untuk mengadakan acara penularan virus yang tentunya akan membuat Jepang dihakimi secara kasar lagi."
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini