Temukan Bukti Kejahatan Perang Pembunuhan Warga Sipil Irak oleh Tentara AS yang Harusnya Jadi 'Polisi Dunia', Jurnalis Ini Harus Membayar Mahal Relakan Kebebasannya, Nasibnya Kini Sungguh Mengenaskan

Maymunah Nasution

Penulis

Julian Assange di balkon Kedutaan Ekuador untuk Inggris, 19 Mei 2017, Assange hadapi 10 tahun ancaman diekstradisi ke AS atas kasus pencurian data Pentagon

Intisari-online.com -Kasus kejahatan perang bukanlah kasus sederhana.

Suatu negara harus siap menerima konsekuensi berat jika pernah melakukannya.

Seperti yang baru-baru saja terjadi pada Australia, yang terbukti pernah melakukan kejahatan perang sewaktu bertugas di Afghanistan.

Namun Australia mengakui kejahatan perang yang dilaksanakan oleh sebagian tentara terbaik negara itu.

Baca Juga: Budaya Tidak Sehat di Pasukan Khusus, Pasukan Elit Australia Justru Terbukti Membunuh Warga Sipil Afghanistan: Tentara Baru Diinisiasi Dengan Membunuh Tahanan Penjara

Mereka juga menghukum tentara mereka yang melaksanakan kejahatan.

Tidak seperti Australia, keadaan sedikit berbeda di AS yang menghadapi tuduhan kejahatan perang mereka dengan cara berbeda.

Melansir Reuters, tahun 2010, sebuah video rahasia militer AS tunjukkan serangan tahun 2007 oleh helikopter Apache yang membunuh lusinan warga sipil di Baghdad, Irak, dirilis ke internet.

Segera pejabat resmi pertahanan AS yang namanya dirahasiakan demikian pula dengan jabatannya, mengkonfirmasi jika video dan audio yang bocor itu asli.

Baca Juga: Lupakan Perang Teluk, Rakyat Irak Peringati Kematian Jenderal Top Iran dengan Sebut AS Sebagai 'Setan Besar'

Dalam insiden tersebut ada 2 jurnalis terbunuh, dan menurut juru bicara untuk Komando Pusat AS, Mayor Shawn Turner, investigasi insiden itu temukan jika pasukan AS tidak sadar mengenai kehadiran jurnalis dan mengira mereka terlibat kontak bersenjata itu.

"Kami menyesali kehilangan nyawa tidak bersalah, tapi inisden ini sedang diinvestigasi dan tidak pernah ada upaya menutup aspek kejadian apapun dari ini," ujar Turner.

Video penembakan dari helikopter itu dengan file audio pembicaraan antara para pilot, bocor ke publik dan menjadi tontonan mengerikan dari satu insiden pilu di perang Irak yang berlansung selama 7 tahun.

Video itu tunjukkan pemandangan udara sekelompok pria bergerak di sekitar alun-alun di Baghdad.

Baca Juga: Satu TahunPeringatan KematianQasem Soleimani, Justru Bukan Amerika, Tapi Pasukan Khusus Negara Ini yang Niat Menyerang Iran dengan Kekuatan Penuh, 'Kami Sudah Siapkan'

Para pilot mengidentifikasi beberapa pria bersenjata.

Sumber pembocor video tersebut, WikiLeaks, mengatakan pria di alun-alun termasuk fotografer Reuters Namir Noor-Eldeen (22) dan asisten sekaligus supirnya Saeed Chmagh (40) yang tewas terbunuh.

"Perkumpulan di sudut yang kemudian ditembaki tentara AS dan ada sekitar 9 orang di dalamnya," ujar juru bicara Wikileaks, Julian Assange, kepada reporter di National Press Club tahun 2010 lalu.

Kedua jurnalis itu ditembak karena pilot helikopter salah mengira kamera sebagai roket peluncur granat.

Baca Juga: Lama Tidak Terdengar Kabarnya, Begini Nasib Jurnalis China yang Laporkan Menyebarnya Virus Corona di Wuhan, Harus Siap Diadili Negaranya Sendiri untuk Laporkan Kebenaran

Segera, helikopter itu memulai tembakan, membunuh beberapa orang dan melukai yang lainnya, beberapa menit kemudian, ketika van mendekat dan mulai membantu para korban terluka, pilot segera khawatir kendaraan itu diisi oleh militan mencoba mengkoleksi senjata dan membantu rekannya yang terluka melarikan diri.

Helikopter Apache meminta izin untuk menyerang van dan tidak sabar menunggu.

"Ayolah, biarkan kami menembak," ujar satu suara.

Para penerbang itu diberi izin untuk menembak van, sebabkan beberapa orang tewas tertembak di sekitar kendaraan itu.

Baca Juga: Sudah Siapkan Kendaraan Anti Peluru hingga Drone Pengintai, Jurnalis Ini Nekat Menyusup ke Sarang Geng Narkoba Meksiko Tetapi Apa yang Terjadi Selanjutnya Sungguh Mengerikan

Dua anak kecil terluka di van dan dievakuasi oleh pasukan darat AS yang sampai di lokasi saat helikopter Apache melanjutkan untuk berbalik arah.

"Itu salah mereka membawa anak kecil ke medan pertempuran," ujar salah seorang pilot AS.

Video lengkapnya bisa Anda saksikan di www.collateralmurder.com

Nasib Wikileaks

Baca Juga: Wikileaks Bocorkan Surat AS untuk Abdullah bin Laden, Putra Osama bin Laden

Informasi rahasia itu secara akurat dibocorkan oleh Wikileaks, sebuah organisasi non-profit yang mempublikasi berita rahasia dari sumber anaonim.

Pendirinya adalah Julian Assange, editor, publisis dan aktivis Australia, ia mendirikan WIkileaks sejak 2006 dan pada 2010 Wikileaks mendapat perhatian karena merilis informasi kejahatan perang pasukan AS di Irak tersebut.

Rupanya ada harga sangat mahal yang harus dibayar oleh Assange untuk beberkan kejahatan itu ke khalayak luas.

Video yang tunjukkan pasukan AS membunuh 18 warga sipil Irak itu membuatnya ditahan di Inggris.

Baca Juga: Kepungan Menyerang Indonesia pada 1958, Ini Aksi Sirkus Terbang Rent-A-Rebel CIA dari PBY Catalina, A-24 Invaders dan P-51 Mustang untuk 'Memusnahkan Soekarno'

Lalu ia dibebaskan setelah Swedia mengeluarkan surat perintah penangkapan internasional atas tuduhan penyerangan seksual.

Swedia ingin menanyainya atas klaim ia telah memperkosa seorang wanita dan melakukan pelecehan seksual dan memaksa wanita melakukannya pada Agustus 2010 dalam kunjungan ke Stockholm.

Pembelaan Assange adalah di kedua pertemuan itu terjadinya hubungan seksual semua berdasarkan kesepakatan, selanjutnya persidangan yang ketat membuatnya mencari suaka di kedutaan Ekuador di London untuk menghindari ekstradisi.

Dia hampir menghabiskan 11 tahun di dalam kedutaan tersebut, sampai akhirnya Assange ditahan oleh polisi Inggris pada 11 April 2019, setelah Presiden Ekuadro Lenin Moreno membuat cuitan jika negaranya telah mengambil "keputusan asing" untuk menunda status suaka Assange.

Baca Juga: Walaupun Hanya Suaka Sementara, Malaysia Menjadi Tempat Teraman Bagi Muslim Uighur Agar Lepas Dari Cengkeraman Kekejaman Xi Jinping, Ini Sebabnya

Pendiri Wikileaks tersebut selalu berargumen ia tidak bisa meninggalkan kedutaan karena ia takut diekstradisi dari Swedia ke AS dan disidang atas aksinya merilis dokumen rahasia AS.

Polisi memindahkannya dari kedutaan dan membawanya untuk ditahan di kantor polisi pusat London.

Kemudian pada 1 Mei 2019, Assange diberi hukum 50 minggu di penjara karena melanggar ketentuan jaminannya, kemudian beberapa minggu kemudian penyelidikan atas tuduhan pemerkosaan tahun 2010 terhadap Assange dibuka lagi oleh jaksa Swedia.

Beberapa bulan setelahnya, AS mengajukan 17 dakwaan baru terhadap Assange atas pelanggaran Undang-Undang Spionase, terkait dengan rilisnya dokumen rahasia pada 2010 lalu.

Baca Juga: Bergerak Sangat Rahasia, Kim Jong-Un Kirim Mata-mataTingkat Tinggike Jantung Eropa, Korea Utara Ingin Mereka Lancarkan Tugas Ilegal Ini

Wikileaks mengatakan pengumuman itu adalah kegilaan dan "akhir dari jurnalisme keamanan nasional".

Kemudian saat Assange bersiap untuk melawan ekstradisi ke AS, jaksa Swedia mengumumkan jika penyelidikan atas tuduhan pemerkosaan tahun 2010 telah dibatalkan.

Jaksa penuntut mengklaim bukti terhadap Assange tidak cukup kuat untuk menjadi dasar pengajuan dakwaan, sehingga kasus selama 10 tahun tersebut akhirnya berakhir.

Assange masih berjuang melawan ekstradisi ke AS, dan baru-baru ini pengadilan London akhirnya memutuskan nasib Assange.

Baca Juga: Dibelenggu Rantai hingga Dipaksa Minum Obat di Tengah Pandemi Covid-19, Malaysia Tolak Permintaan Ekstradisi Pengungsi Muslim Uighur ke China, 'Kami Tidak Akan Melakukannya'

Hakim pengadilan distrik di London Vanessa Baratiser menolak ekstradisi Assange ke AS, tapi ia membantah tuduhan jika tuntutan AS diajukan karena alasan politik.

Tentu saja pemerintah AS akan mengajukan banding atas keputusan itu, sementara pengacara Assange berencana meminta pembebasannya dari penjara London.

Dakwaan di AS tidak hanya karena 1 video saja, Assange menghadapi 18 dakwaan terkait dengan publikasi lebih dari 500 ribu dokumen rahasia di tahun 2010, merinci berbagai aspek operasi militer AS di Afghanistan dan Irak.

Jika terbukti bersalah di AS, Assange bisa menghadapi tuntutan penjara sampai 175 tahun.

Baca Juga: Berkat Bangunan Tiruan, Pasukan Khusus Peru Berhasil Bebaskan Sandera di Kedubes Jepang, Diklaim Sebagai Salah Satu Operasi Militer Terbaik di Dunia

Assange berada dalam kondisi mengerikan atas kasus ini, dan pengacaranya mengatakan ia bisa bunuh diri jika benar-benar diekstradisi ke AS.

Assange sendiri rupanya ditahan oleh pengadilan Inggris atas tindakan peretasan, yaitu pada tahun 2010 saat Assange dituduh mengatakan kepada sumbernya, prajurit militer Chelsea Manning, jika ia akan membantu meretas password yang memberikannya akses ke dalam komputer militer.

Manning sedang mencari bahan-bahan rahasia dari militer AS untuk diberikan kepada Wikileaks.

Sehingga AS masih memiliki tuduhan Assange sebagai rekan konspirator dengan Manning dalam hal pencurian data Pentagon.

Baca Juga: Super Rahasia! Selama 32 Tahun Pria yang Dijuluki Mata-mata Super Rusia Ini Mampu Curi Data Amerika dan Sekutunya

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait