Penulis
Intisari-online.com -Perang Afghanistan tidak hanya melibatkan tentara negaranya saja.
Pasukan dari luar negeri seperti Amerika Serikat beserta koalisi mereka juga dikirim ke Afghanistan.
Salah satunya adalah Australia, yang bergabung dengan Koalisi Internasional melawan Terorisme.
Koalisi tersebut adalah kelompok bentukan AS dan dipimpin oleh AS semenjak serangan teroris di AS pada 11 September 2001 silam.
Tugas koalisi tersebut melakukan pengawasan militer dan mengirim personil ke operasi di Afghanistan.
Operasi itu bernama Operation Enduring Freedom (OEF-A).
Pengiriman ke Afghanistan ditugaskan untuk menangkap Al-Qaeda dan Taliban.
Namun baru-baru ini, Departemen Pertahanan Australia merilis penemuan mengerikan atas tindakan sewenang-wenang tentara Australia di Afghanistan.
Penyelidikan 4 tahun tersebut tunjukkan jika tentara Australia terlibat dalam pembunuhan warga sipil Afghanistan.
19 tentara khusus dan mantan tentara khusus seharusnya diinvestigasi oleh polisi atas pembunuhan tahanan, petani atau warga sipil di tahun 2009 sampai 2013.
Dephan Australia menyalahkan kejahatan tersebut sebagai "budaya prajurit" yang turun-menurun di antara para tentara.
Penyelidikan dilakukan oleh Hakim Mayor Jenderal Paul Brereton, yang mewawancarai lebih dari 400 saksi.
Ia temukan bukti-bukti bahwa tentara junior diminta lakukan pembunuhan pertama kali dengan menembak para tahanan.
Praktik itu disebut sebagai "pendarahan".
Selanjutnya, senjata dan peralatan lain ditanam di dekat jasad warga Afghanistan yang terbunuh.
Gunanya adalah untuk menutupi kejahatan yang mereka lakukan.
Kemudian dua insiden tambahan dapat dianggap sebagai kejahatan perang berupa "perlakuan kejam".
Dikutip dari BBC, Afghanistan mengatakan mereka telah dibujuk oleh Australia bahwa mereka berkomitmen untuk "memastikan keadilan".
Seorang akademisi yang melakukan penelitian awal atas insiden tersebut yaitu Samantha Crompvoets, mengatakan kepada BBC jika mereka "disengaja, diulangi dan menjadi sasaran kejahatan perang".
Australia telah mengirim pasukan ke Afghanistan sejak 2002, menyusul penggulingan Taliban sebagai bagian dari koalisi pimpinan AS.
Peran pasukan internasional awalnya adalah untuk melatih pasukan Afghanistan.
Namun pasukan internasional malah semakin terlibat dalam memerangi pemberontak.
Hasil penyelidikan
Dikatakan bahwa 25 tentara khusus terlibat dalam tindakan barbar pembunuhan secara langsung atau sebagai aksesoris dalam 23 kejadian terpisah.
Total ada 36 kejadian yang diinvestigasi oleh polisi federal.
Sementara itu kepala Dephan Australia Jenderal Angus Campbell mengatakan tidak ada dari insiden itu yang dapat menggambarkan panasnya pertempuran.
"Tidak ada yang diduga terjadi dalam keadaan di mana niat pelaku tidak jelas, bingung atau salah," ujarnya kepada wartawan Kamis kemarin.
Jenderal Campbell juga mengatakan ada bukti mengkhawatirkan jika beberapa tentara khusus itu memilih main hakim sendiri.
"Laporan tersebut mencatat bahwa budaya yang baur dianut dan diperkuat oleh beberapa tentara berpengalaman yang kharismatik.
"Hal itu berpengaruh dan menurun ke anak didik mereka, yang berusaha menggabungkan keunggulan militer dengan ego, elitisme dan hak," jelasnya.
Laporan itu juga mengatakan akan salah jika menyalahkan senior di komando Dephan Australia.
Pasalnya kejahatan terjadi di tingkat kopral.
Crompvoets mengatakan insiden itu "terjadi untuk meningkatkan karisma para tentara di depan tentara lain."
"Komando peleton mendorong atau memaksa tentara junior membunuh tahanan untuk melakukan pembunuhan pertama mereka, sehingga itu merupakan inisiasi kejam bagi para tentara junior."
Setelah mengetahui hal ini, Perdana Menteri Scott Morrison kemudian menelepon Presiden Afghanistan Ashraf Ghani untuk meminta maaf dan mengungkapkan kesedihan yang terdalam atas temuan itu.
Kementerian luar negeri Afghanistan mengatakan insiden itu tidak bisa dimaafkan, tapi publikasi itu merupakan langkah penting menuju keadilan.
Masalahnya, Komisi Hak Asasi Manusia Afghanistan Independen menyebutkan jika laporan itu belum disertai bukti untuk memastikan penuntutan pidana.
"Hanya melalui serangkaian penyelidikan independen kami akan mengungkap sejauh mana sebenarnya pengabaian terhadap kehidupan Afghanistan, yang menormalkan pembunuhan dan mengakibatkan kejahatan perang," ujar mereka.
Adanya budaya tidak sehat ini adalah karena ada rasa persaingan di antara pasukan khusus.
Salah satu momen yang diingat oleh Jenderal Campbell adalah saat ia menggambarkan bagaimana tentara junior didorong senior mereka untuk melakukan "pembunuhan pertama" mereka.
Selanjutnya senjata pembunuhan itu ditanam di sekitar jasad warga sipil, untuk mendukung klaim jika kroban adalah musuh yang tewas tertembak.
Pihak Australia sendiri mengaku sangat malu atas tindakan pasukan khusus mereka di dalam kerjasama luar negeri.
Scott Morrison sudah menunjuk penyelidik khusus untuk melakukan investigasi lebih lanjut agar hukuman bisa segera diberikan.
Jenderal Campbell mengatakan satu skuadron SAS telah ditutup, sebagai upaya tanggung jawab Dephan AS dalam berbuat yang benar.
Pasukan khusus dari negara lain seperti AS dan Inggris juga dikabarkan memiliki kasus serupa, tapi pengusutannya lebih sulit daripada Australia.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini