Penulis
Intisari-Online.com - Di tahun 2020, kekejaman China terhadap etnis Uighur dua kali tersorot.
Pertama, di bulan Juli 2020 ini, beredarvideoyang diduga kelompoketnik Uighur mengalami kekerasan.
Dalam videoberedar di internet tersebut,tampak para tahanan dengan seragam berwarna biru duduk berbaris dan dibelenggu rantai.
Rambut mereka terlihat habis dicukur dengan mata ditutup. Mereka diperiksa satu per satu oleh petugas.
Setelah diperiksa, para tahanan tersebut dibawa pergi dari sebuah tempat yang disinyalir ada di wilayah Xinjiang.
Belum selesai apakah video itu benar atau tidak,seorang wanita yang enggan disebut namanya menceritakan bagaimana dia ditangkap saat puncak wabah virus corona di China dan dipaksa minum obat tertentu.
Dilansir the Associated Press, ketika polisi menangkap wanita yang ternyata beretnis Uighur itu, dia dimasukkan ke dalam sel tahanan bersama puluhan wanita lainnya.
Di sana, wanita itu dipaksa minum obat yang membuatnya merasa lemas dan mual.
Sipir penjara bahkan mengawasi wanita itu untuk memastikan dia meminum obatnya.
Beberapa laporan terkait kekerasan yang dialamietnis Uighur itu lantas membuat Malaysia menolak permintaan pemerintah China.
Di mana Malaysia tidak bakal mengabulkan permintaan untuk mengekstradisi pengungsi etnis Uighur ke China.
Dan, akan mengizinkan mereka lewat dengan aman ke negara ketiga jika merasa keselamatannya terancam.
Asia Tenggara telah menjadi titik transit yang disukai etnis Muslim Uighur menuju Turki, melarikan diri dari apa yang pengungsi dan aktivis gambarkan sebagai penindasan serta penahanan massal oleh Pemerintah China.
Mohd Redzuan Md Yusof, Menteri di Departemen Perdana Menteri, mengatakan, Malaysia menghormati hak negara-negara berdaulat untuk mengelola urusan dalam negeri sendiri.
Bahkan, Uighur yang menghadapi penindasan di China.
Pernyataan Mohd Redzuan, yang merupakan jawaban tertulis kepada parlemen yang di-postingdi situs lembaga legislatif, menandai pertama kalinya Malaysia mengambil posisi yang jelas untuk tidak mengekstradisi pengungsi Uighur.
“Karenanya, jika ada pengungsi Uighur yang mengungsi ke Malaysia untuk mendapatkan perlindungan, Malaysia telah memutuskan untuk tidak mengekstradisi pengungsi Uighur, meskipun ada permintaan dari Republik Rakyat China,” kata Mohd Redzuan seperti dikutipReuters.
"Mereka (pengungsi Uighur) diizinkan untuk pindah ke negara ketiga jika mereka takut akan keselamatan mereka atau berpotensi menghadapi penganiayaan, di mana mereka merasa tidak akan menerima perlindungan dan keadilan di negara asal mereka," ujar dia.
Tidak jelas, kapan pernyataan Mohd Redzuan itu diunggah.
Sementara Kedutaan Besar China di Kuala Lumpur tidak segera menanggapi permintaan komentar dariReuters.
Pada Oktober 2018, pihak berwenang Malaysia membebaskan 11 warga Uighur dari tahanan dan mengirim mereka ke Turki, meskipun ada permintaan dari China untuk mengembalikan mereka.
China "dengan tegas menentang" itu dan Perdana Menteri Mahathir Mohamad ketika itu mengatakan, ke-11 warga Uighur yang dibebaskan "tidak melakukan kesalahan" di Malaysia.
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), setidaknya 1 juta etnis Uighur dan Muslim lainnya telah ditahan di tempat yang China sebut sebagai "pusat pelatihan kejuruan" untuk membasmi ekstremisme dan memberi orang keterampilan baru.
(S.S. Kurniawan)
(Artikel ini sudah tayang di kontan.co.id dengan judul "Meski China meminta, Malaysia tidak bakal mengekstradisi pengungsi etnis Uighur")