Pantai tersebut hanyalah pantai tenggara, yang diserbu AS pada 19 Februari 1945.
Nama pulau itu, Iwo Jima, tidak begitu berarti, hanya seluas 8 mil persegi dengan kondisi kekurangan pasokan air tawar dan sumber daya lain yang memadai, pantainya pun terlalu berbatu, tidak bisa dijadikan pelabuhan kapal Angkatan laut.
Namun siapa sangka, pulau itu menjadi kunci Amerika menuju tanah air Jepang.
Segera setelah B-29 Superfortess sudah melakukan pengeboman di Tokyo, sehingga AS membutuhkan Iwo Jima sebagai pendaratan darurat serta tempat persiapan pengawalan pesawat tempur mereka.
Guna merebut pulau itu, komando tinggi As mengerahkan divisi Marini ke-3, ke-4 dan ke-5 dari Korps Amfibi V di bawah Letnan Jenderal Holland "Howlin Mad" Smith.
Pasukan yang dikerahkan adalah 70 ribu orang Marinir, jumlah terbanyak yang pernah dikumpulkan untuk satu operasi.
Jepang sendiri tidak dengan mudah menyerahkan Iwo Jima, dipimpin Jenderal Tadamichi Kuribayashi, 22 ribu orang Jepang yang kemudian disebut garnisun Iwo Jima segera mengubah pulau itu menjadi labirin gua alam, terowongan bawah tanah dan kotak obat yang dibentengi.
Kuribayashi tidak main-main, ia memerintahkan bawahannya untuk bertarung sampai akhir.