Ekonominya Tergolong Paling Rendah di Dunia, Pakar Sebut Pandemi Covid-19 Malah Bisa Untungkan Ekonomi Korea Utara Berlipat Ganda, Kok Bisa?

May N

Penulis

Kebebasan ekonomi Korea Utara termasuk paling buruk dan ekonominya yang paling terbelakang di seluruh dunia, pakar sebut pandemi bisa membantu mereka

Intisari-online.com -Saat membicarakan ekonomi, tentunya tidak kita pungkiri membandingkan ekonomi antar negara cukup menyenangkan.

Aspek utama dalam membicarakan ekonomi salah satunya adalah kebebasan ekonomi suatu negara.

Kebebasan ekonomi adalah hak dasar dari semua manusia untuk mengatur caranya bekerja dan properti yang ia miliki.

Kebanyakan di komunitas dengan perekonomian yang bebas, masing-masing individu bebas untuk bekerja, menciptakan sesuatu, mengkonsumsi apa yang ia mau dan berinvestasi sebagaimana yang mereka mau.

Baca Juga: Menengok PDB Dua Periode Suguhkan Kenyataan Pahit Indonesia Resmi Resesi, Fresh Graduate yang Lulus Era Pandemi Paling Terdampak

Pada negara dengan perekonomian yang bebas pemerintah juga memperbolehkan para buruh, pemilik perusahaan dan hasil produksi untuk bergerak secara bebas.

Melansir heritage.org, kebebasan ekonomi memiliki beberapa keuntungan, salah satunya memberikan kesejahteraan lebih besar kepada masyarakat suatu negara.

Indeks Kebebasan Ekonomi tunjukkan hubungan positif antara kebebasan ekonomi dan variasi tujuan ekonomi dan sosial yang positif.

Dengan demikian, idealnya kebebasan berekonomi berkaitan erat dengan masyarakat yang lebih sehat.

Baca Juga: Kini Mungkin Bukan Apa-apa Tetapi Diprediksi 5 Negara Ini akan Menjadi Penguasa Dunia Tahun 2050, Tak Ada Amerika Ataupun Inggris di Dalamnya

Selanjutnya hal itu akan membawa kepada lingkungan yang lebih bersih, pendapatan per kapita yang lebih besar, perkembangan kemampuan masyarakat, demokrasi dan pengentasan kemiskinan.

Masih melansir heritage.org, kebebasan ekonomi dapat diukur dengan empat kategori: hukum dan undang-undang suatu negara, ukuran pemerintah, efisiensi aturan suatu negara dan betapa terbukanya pasar di negara tersebut.

Keempat kategori tersebut masih bisa dijelaskan lebih jauh.

Hukum dan undang-undang meliputi hak properti rakyat, integritas pemerintah dan efektivitas badan pengawas di suatu negara.

Baca Juga: Jokowi Dinilai Mementingkan Ekonomi di Tengah Pandemi Covid-19, Indonesia Alami Resesi Pertama Setelah 2 Dekade Sejak Krisis 1998 yang Buat Soeharto Mundur

Ukuran pemerintah meliputi berapa banyak uang yang dihabiskan oleh pemerintah, pembatasan pajak dan kesehatan fiskal.

Lanjut untuk efisiensi aturan meliputi kebebasan suatu bisnis berkembang, kebebasan para buruh untuk berkreasi dan kebebasan moneter.

Sedangkan untuk keterbukaan pasar meliputi seberapa terbukanya pasar bebas, seberapa bebas investasi bisa masuk ke suatu negara dan kebebasan finansial negara tersebut.

Heritage.org memberikan indeks kebebasan ekonomi masing-masing negara lewat keempat pilar tersebut dan masing-masing diberi nilai dengan skala mulai 0 sampai 100.

Baca Juga: Dapat Tingkatkan Kemiskin dan Kerusakan Lingkungan, Sekjen MUI Pertanyakan Investor dan TKA Mana yang Diuntungkan UU Cipta Kerja: Dari China?

Selanjutnya didapat nilai rata-rata yang akan tunjukkan hasil berapa indeks kebebasan ekonomi suatu negara.

Indeks tahun 2020 telah dirilis, yang didasarkan dari data ekonomi makro kuartal kedua tahun 2018 sampai kuartal pertama tahun 2019.

Pada peringkat yang didasarkan dari nilai indeks tersebut didapat beberapa kelompok: negara-negara dengan ekonomi yang bebas sampai negara-negara dengan ekonomi yang tidak bebas.

Bahkan, di bawah indeks negara ekonomi yang tidak bebas, masih ada indeks negara ekonomi tertekan.

Baca Juga: Pantas Saja Australia Ngebet Ingin Punya 'Hubungan Spesial' dengan Indonesia, Ternyata Negeri Kangguru Ramalkan Tahun 2050 Hal 'Luar Biasa' Ini Akan Dialami Indonesia

Salah dua dari kelompok ini adalah Timor Leste dan Korea Utara, dua negara yang cukup membuat banyak orang tertarik.

Nilai kebebasan ekonomi Korea Utara

Rupanya, nilai kebebasan ekonomi Korea Utara hanya 4,2%, dan ia berada di peringkat ke-180 dari peringkat indeks negara ekonomi bebas di dunia.

Nilai mereka turun dari sebelumnya sebesar 1,7 poin karena penurunan nilai hak properti dan integritas pemerintah.

Baca Juga: Padahal Terhimpit Sanksi PBB Tapi Ekonomi Pemerintahan Kim Jong-un Masih Bisa Bertahan, Kini Terbongkar Lewat Dokumen Rahasia Bagaimana Kelicikan Korea Utara selama Bertahun-tahun

Korea Utara berada di peringkat terakhir dari peringkat regional Asia-Pasifik, yaitu di posisi ke-42, dan nilai keseluruhannya termasuk yang paling rendah di dunia.

Hal ini tidak tanpa sebab, rupanya Gross Domestic Product atau Produk Domestik Bruto (PDB) negara pimpinan Kim Jong-Un tersebut telah senantiasa negatif sejak 2018 dan tumbuh sangat lemah dalam waktu empat tahun sebelumnya.

Rezim militer Kim Jong-Un telah menekan perkembangan pasar di Korea Utara, ciptakan matinya kreatifitas para pengusaha yang memang dari dulu juga sudah terbatasi.

Persentase warga menganggur di Korea Utara sebanyak 3,3%, yang tergolong persentase tinggi.

Baca Juga: Dikenal Sebagai Negara Miskin dan Terbelakang, Nyatanya Beginilah Kondisi Ekonomi Korea Utara Sesungguhnya, Anda akan Terkejut!

Sudah negaranya miskin, ternyata di Korea Utara juga tidak ada kebebasan ekonomi.

Lantas bagaimana mereka akan pulih sejak Covid-19 menghantam semua negara?

Rupanya pakar ini justru berpendapat bahwa Korea Utara mendapat keuntungan berlipat ganda dari pandemi Covid-19.

Khang Vu, mahasiswa doktoral di Ilmu Politik Boston College yang mempelajari politik Asia Timur dan senjata nuklir yang juga menjadi kontributor lowyinstitute.org, menjelaskan bahwa Korea Utara mendapat keuntungan dari Covid-19.

Baca Juga: Bukan Kim Jong-Un, Orang-Orang Inilah yang Diam-diam Kendalikan Perekonomian Korea Utara dan Membuatnya Stabil

Pertama, Korea Utara mendapat dukungan dari China dan Korea Selatan, sedangkan musuh mereka terkait sanksi PBB, Amerika Serikat, mengabaikan masalah sanksi PBB karena AS sendiri sudah lumpuh akibat Covid-19.

Pandemi memang membuat hidup jauh lebih sulit tidak hanya bagi warga Korea Utara biasa tetapi juga bagi pemerintah pusat.

Keputusan negara itu untuk menutup perbatasan dengan China telah melakukan lebih banyak kerusakan pada ekonominya daripada sanksi internasional.

Ekspor Korea Utara ke China pada Maret turun 96% dibandingkan Maret 2019 menjadi hanya $ 616.000, menurut satu laporan.

Baca Juga: Kim Jong-Un Bakar Duit Lagi, Korea Utara Bangun Dua Kapal Selam Baru, Salah Satunya Bisa Tembakkan Rudal Balistik, Begini Respon Korea Selatan

Penduduk Pyongyang mengalami kekurangan barang konsumsi asing dan kenaikan harga makanan dan peralatan rumah tangga yang sangat besar.

Selain itu, industri pariwisata negara itu menghadapi penundaandan masa depan yang tidak pasti, karena Korea Utara tidak dapat mengandalkan turis asing untuk menghidupkan kembali ekonominya ketika vaksin Covid-19 masih belum tersedia.

Perekonomian sangat buruk sehingga Pyongyang telah menerbitkan obligasi pemerintah dan menggunakan paksaan untuk menopang keuangan negara.

Namun, kejatuhan ekonomi sementara Korea Utara dapat diimbangi dengan memikat dukungan keuangan dari China dan Korea Selatan.

Baca Juga: Korea Utara Disebut Sangat Rentan saat Pandemi dan Badai Datang Bersamaan, Rezim Kim Jong-un Kini Dihantui Masa Suram yang Pernah Terjadi Puluhan Tahun Lalu

Dilema China dalam sanksi internasional terhadap Korea Utara adalah ketakutan bahwa penegakan hukum yang ketat dapat menyebabkan Korea Utara runtuh.

Pandemi tersebut memungkinkan Beijing untuk bekerja sama dengan Pyongyang untuk membantu memerangi Covid-19 dan "memberikan bantuan" kepada negara tersebut tanpa hal negatif yang terkait dengan pelanggaran sanksi.

China telah vokal tentang pencabutan sanksi terhadap Korea Utara dengan alasan bahwa tindakan seperti itu merugikan rakyat Korea Utara.

Korea Utara dan China juga telah bersiap untuk memperluas pertukaran lintas batas seiring kemudahan pengendalian perbatasan pandemi.

Baca Juga: Perbatasan Ditutup Guna Cegah Covid-19 Buat Rakyat Kelaparan, Pejuang HAM di Korea Utara Meminta PBB Hapus Sanksi untuk Negara yang Tengah Krisis Tersebut

Pandemi mungkin telah menunda tujuan ekonomi Korea Utara dan menimbulkan kesulitan keuangan bagi pemerintah, tetapi pandemi memberi bobot lebih pada keringanan sanksi dan memberinya lebih banyak waktu untuk memajukan senjata strategisnya.

Serangan pesona Pyongyang telah mendapatkan kembali dukungan China, memperkuat dorongan Moon untuk pertukaran ekonomi bersama, dan menahan kampanye tekanan maksimum AS. Pyongyang telah menemukan lapisan perak dalam pandemi.

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait