Penulis
Intisari-Online.com - Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menyoroti soal UU Cipta Kerja atau Omnibus Law yang digadang-gadang bakal menyerap tenaga kerja dan juga investor ke Indonesia.
Anwar mempertanyakan, investor mana yang diprioritaskan.
"Jawabnya tentu dari mana saja, terutama dari China atau Tiongkok, karena kita tahu para investor dari China sering mempersyarakatkan tenaga kerja yang akan mereka pergunakan adalah tenaga kerja dari negara mereka sendiri," kata Anwar dalam keterangan yang diterima, Kamis (8/10/2020).
Anwar menyebut kini hal itu terakomodasi dalam UU Cipta Kerja yang baru disahkan.
Yang sebelumnya, dalam regulasi sebagaimana di UU 13 tahun 2003 dan Perpres 20/2018, TKA harus memiliki seperti Visa Izin Tinggal Terbatas (VITAS), Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), dan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA), kini dalam UU Cipta Kerja, TKA yang masuk Indonesia hanya perlu RPTKA.
"Ini artinya mereka bebas untuk merekrut, membawa dan mempekerjakan TKA dari negara mereka di perusahaan-perusahaan yang mereka dirikan dan bangun di Indonesia dan mereka hanya cukup dengan membuat rencana penggunaan TKA tersebut," katanya.
Hal tersebut dikatakan Anwa nantinya akan sangat menyinggung perasaan dan hati dari pada anak-anak bangsa karena banyak yang menganggur dan membutuhkan pekerjaan, tetapi tidak mendapatkan pekerjaan, sementara TKA terutama dari China membanjir masuk ke indonesia untuk bekerja di tempat-tempat yang ada.
"Akhirnya timbul pertanyaan, kita ini membangun untuk apa dan untuk siapa?"
Baca Juga: Jelang Perayaan ke-75, PBB Harus Berkaca: Masihkah PBB Dianggap Penting di Dunia?
"Apakah hanya untuk mendapatkan keuntungan finansial saja atau juga untuk memajukan dan mensejahterakan rakyatnya?" ujar Anwar.
Ketua PP Muhammadiyah itu membayangkan jika perusahaan mengeruk SDA dan semua potensi yang ada rakyat akan dapat apa?
"Ya mungkin tidak akan dapat apa-apa karena lapangan kerja yang ada sudah diambil dan diisi oleh TKA," pungkas Anwar.
Disebut bisa meningkatkan kemiskinan
Melalui laman resmi ITUC, Sekretaris Jenderal, Sharan Burrow mengatakan UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan DPR RI bisa menggangu terhadap program Sustainable Development Goals atau pembangunan berkelanjutan yang digagas oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
“Undang-undang yang luas dan kompleks ini merupakan serangan terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB (SDGs) oleh pemerintah Indonesia. Ini akan sangat meningkatkan kemiskinan dan menyebabkan kerusakan lingkungan demi menenangkan perusahaan multinasional," sebut Burrow.
Di sisi lain, keputusan yang diambil di tengah peliknya penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia juga menjadi sorotan tersendiri.
Pemerintah disebut semakin menyulitkan masyarakat, dan justru hanya akan menguntungkan pihak asing.
"Sungguh mengejutkan bahwa ketika Indonesia, seperti negara lain, tengah menghadapi pukulan akibat pandemi Covid-19, pemerintah justru bisa lebih mempersulit kehidupan masyarakat dan menghancurkan mata pencaharian mereka (dengan UU Cipta Kerja) sehingga perusahaan asing dapat mengambil kekayaan dari negara," ungkap dia.
Di dalam UU Cipta Kerja di antaranya disebutkan adanya ketentuan yang akan memotong upah pekerja, menghapus ketentuan cuti tertentu, dan merusak keamanan kerja.
Skala, kompleksitas, dan isi dari UU tersebut bahkan dikatakan sebagai pelanggaran tanggung jawab menurut hukum HAM internasional.
“Penghapusan hak-hak tenaga kerja, mencabut perlindungan lingkungan, privatisasi listrik, dan ketentuan lain dalam undang-undang, termasuk pendidikan akan berdampak buruk pada keluarga dan rumah tangga, menghambat transisi ke energi terbarukan, dan menaikkan harga listrik," jelas Burrow.
(*)
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Sekjen MUI Pertanyakan Investor dan TKA Mana yang Diuntungkan UU Cipta Kerja: Dari China?