Find Us On Social Media :

Dapat Tingkatkan Kemiskin dan Kerusakan Lingkungan, Sekjen MUI Pertanyakan Investor dan TKA Mana yang Diuntungkan UU Cipta Kerja: Dari China?

By Muflika Nur Fuaddah, Selasa, 13 Oktober 2020 | 10:21 WIB

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Sekjen MUI) Anwar Abbas, saat ditemui Tribunnews di ruangannya di Gedung MUI, Jakarta Pusat, Kamis (20/7/2017)

Intisari-Online.com - Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menyoroti soal UU Cipta Kerja atau Omnibus Law yang digadang-gadang bakal menyerap tenaga kerja dan juga investor ke Indonesia.

Anwar mempertanyakan, investor mana yang diprioritaskan.

"Jawabnya tentu dari mana saja, terutama dari China atau Tiongkok, karena kita tahu para investor dari China sering mempersyarakatkan tenaga kerja yang akan mereka pergunakan adalah tenaga kerja dari negara mereka sendiri," kata Anwar dalam keterangan yang diterima, Kamis (8/10/2020).

Anwar menyebut kini hal itu terakomodasi dalam UU Cipta Kerja yang baru disahkan.

Baca Juga: Susi Pudjiastuti Tak Kuasa Tahan Kesedihan Saat Demo Omnibus Law, Mantan Menteri 'Menangis' Melihat Mahasiswa UGM Kena Bogem Sampai Gagang Kaca Mata Patah

Yang sebelumnya, dalam regulasi sebagaimana di UU 13 tahun 2003 dan Perpres 20/2018, TKA harus memiliki seperti Visa Izin Tinggal Terbatas (VITAS), Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), dan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA), kini dalam UU Cipta Kerja, TKA yang masuk Indonesia hanya perlu RPTKA.

"Ini artinya mereka bebas untuk merekrut, membawa dan mempekerjakan TKA dari negara mereka di perusahaan-perusahaan yang mereka dirikan dan bangun di Indonesia dan mereka hanya cukup dengan membuat rencana penggunaan TKA tersebut," katanya.

Hal tersebut dikatakan Anwa nantinya akan sangat menyinggung perasaan dan hati dari pada anak-anak bangsa karena banyak yang menganggur dan membutuhkan pekerjaan, tetapi tidak mendapatkan pekerjaan, sementara TKA terutama dari China membanjir masuk ke indonesia untuk bekerja di tempat-tempat yang ada.

"Akhirnya timbul pertanyaan, kita ini membangun untuk apa dan untuk siapa?"

Baca Juga: Jelang Perayaan ke-75, PBB Harus Berkaca: Masihkah PBB Dianggap Penting di Dunia?