Find Us On Social Media :

Sebut Kehidupan Timor Leste Lebih Baik di Bawah Pengaruh China Ketimbang Indonesia, Padahal Orang China di Timor Leste Malah Blak-Blakan Sebut Orang China Penipu

By Afif Khoirul M, Jumat, 30 Oktober 2020 | 14:27 WIB

(ilustrasi) Bendera Timor Leste.

Intisari-online.com - Sejak kemerdekaan Timor Leste pada tahun 2002, China adalah salah satu negara pertama yang mengakui kemerdekaan negara tersebut.

Tak hanya itu, China juga membangun hubungan diplomatik dengan Timor Leste, salah satunya pemberian modal untuk membangun negara.

Sementara itu, menurut Mica Barreto Soares, dari Routledge Handbook of Contemporary Timor-Leste, 2019, memperkirakan negara itu juga menjadi sasaran migrasi penduduk China.

Ada sekitar 4.000 mingan China tinggal di negara tersebut pada tahun 2019.

Baca Juga: Bukan Sembarang Girl Band, Inilah Moranbong, Girl Band Korut Paling Terkenal yang Telah Digunakan sebagai Alat Diplomasi, Dipimpin Mantan Kekasih Kim Jong-un

Mereka mendirikan setidaknya 300-400 perusahaan bisnis, dari usaha kecil hingga besar.

Orang-orang China yang datang ke Timor Leste, mereka menjual barang-barang murah dan bahan bangunan, serta menjalankan usaha kecil seperti restoran, hotel, ritel hingga rumah bordil.

Sayangnya laporan itu tak pernah dipublikasikan oleh Kedutaan Besar China di Dili.

Mereka enggan merilis berapa banyak warganya yang tinggal di Timor Leste, karena mereka juga tidak mendaftarkan kehadiran mereka melalui visa.

Baca Juga: Twitter Sampai Turun Tangan Langsung, Cuitan Mahathir Mohamad Setelah Serangan di Gereja Nice Ini Bikin Gempar, 'Halalkan' Darah Orang Pranci

Sehingga sangat sulit untuk memastikan jumlah keberadaan orang-orang China di Timor Leste.

Keberadaan orang-orang China dalam mendominasi ekonomi di Timor Leste, menunjukkan pengaruh China yang cukup besar di negara tersebut.

Mereka, datang dengan alasan karena cukup mudah mendapatkan uang di Timor Leste.

"Sebenarnya China bukan pemain utama di Timoe Leste, tetapi keberadaan perusahaan dan bisnis yang signifikan, membuat mereka bergerak di usaha kecil menengah," kata Soares.

Meski demikian, perusahaan China yang hadir di Timor Leste juga dipandang meningkatkan ekonomi Timor Leste.

Mereka menurunkan harga dan meningkatkan persaingan, tetapi ada kekhawatiran terjadinya kolusi di antara bisnis China.

"Ada ketegangan sosial dalam banyak kasus, terutama di sektor ritel dan kontruksi di mana pengusaha lokal merasa dikesampingkan oleh pendatang China," kata Graeme Smith, dari Universitas Nasional Australia.

Baca Juga: 5 Cara Mudah Mengatasi Hidung Tersumbat, Yuk Bisa Dicoba Lho!

"Sisi negatif paling jelas adalah ketegangan sosial antara pemilik toko, dan meningkatnya hubungan klientelis pengusaha Tiongkok yang lebih besar," tambahnya.

Sementara Soares menyoroti pertikaian penduduk Dili dengan migran China yang dikaitkan dengan kecemburuan sosial.

"Mungkin terlalu dini mengklaim bahwa terjadi peningkatan sentimen Anti-China di Timor Leste, tetapi insiden ini mengarah pada sentimen dan motivasi rasial terhadap pendatang baru China," katanya.

Akan tetapi, berlawanan dengan pendapat para peneliti, penduduk asli Timor Leste justru mengatakan hal berbeda.

Maria Carmen Alianca Xiamens Pereira (37) yang bekerja di Hotel di Dili, mengatakan investasi China di negara itu justru bagus, karena memberikan penduduk lokal pekerjaan.

"Sejujurnya, ketika kita di bawah pemerintah Indonesia, hanya separuh orang Timor Leste yang bisa bekerja sebagai karyawan, atau di toko," kata Pereira.

"Sekarang kami sudah sangat mandiri, semua orang bekerja dan menerima gaji," katanya.

Baca Juga: Betapa Horornya, Inilah Alasan Mengapa Perang Dunia I Tidak 'Mengakhiri Semua Perang' Meski Menelan Jutaan Korban yang Timbulkan Kerusakan Dahsyat

Petugas keamanan Adelino Soares, mengatakan bahwa ekonomi Timor Leste semakin bergantung pada uang China, negara tersebut telah berubah sedikit demi sedikit.

Namun, orang China yang berada di Timor Leste, Ma yang membuka toko di Timor Leste justru ungkap borok asli orang China.

"Tidak peduli negara Asia Tenggara mana, ada banyak orang China yang menjadi penipu," katanya.

Dia mengatakan, bersama suaminya awalnya tidak memiliki prospek ekonomi baik di Fujian China, tetapi menghasilkan banyak uang di Timor Leste.

"Kami sebenarnya ingin pulang, saat ini banyak yang bisa kami lakukan," katanya.

"Kembali ke China untuk mengembangkan diri kami sendiri, tetapi itu tidak mungkin karena kami sekarang sudah berusia 40-50 tahunan," jelasnya.