Find Us On Social Media :

Letaknya Berada di Indonesia dan Dipecaya Bakal Jadi Incaran China serta Amerika, Ternyata Manfaat Harta 'Rare Earth' ini Sangat Dibutuhkan Umat Manusia Saat Ini

By Muflika Nur Fuaddah, Selasa, 13 Oktober 2020 | 15:18 WIB

Penambangan pasir timah di Bangka Belitung

Intisari-Online.com - Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ternyata memiliki "harta karun" yang menjadi rebutan dua negara besar di dunia yaitu China dan Amerika Serikat (AS).

"Harta Karun" tersebut berasal dari mineral ikutan hasil penambangan pasir timah.

Sayangnya potensi tersebut hingga saat ini belum memberikan kontribusi yang signifikan bagi kesejahteraan masyarakat setempat.

Melansir asiatimes.com, rare earth, kata para ahli, merupakan unsur yang tidak langka di bumi.

Baca Juga: 'Ketagihan' Menikah Sampai 23 Kali, Nenek Berusia Lebih dari 1 Abad Ini Terakhir Nikahi Pria 70 Tahun Lebih Muda Darinya, Punya Trik Rahasia untuk Jaga Suaminya

Namun mengingat penggunaannya dalam segala hal, mulai dari ponsel cerdas hingga sistem pertahanan dan kedirgantaraan berteknologi tinggi, potensi harta karun ini segera menjadi hal besar berikutnya dalam penambangan Indonesia.

Indonesia tampaknya hanya memiliki cadangan yang terkurung dalam limbah batuan, atau tailing, yang tersisa dari penambangan timah selama berabad-abad di pulau Bangka dan Belitung, selatan Singapura .

Meskipun studi pendahuluan menunjukkan pasir timah milik perusahaan negara PT Timah mengandung 13 dari 17 unsur kimia dalam tabel periodik yang terdapat di dalam logam tanah jarang, penyelidikan lebih lanjut akan dilakukan untuk menentukan apakah ada dalam jumlah komersial.

Jika ya, itu akan menjadikan Indonesia pemain dalam industri yang dengan cepat menjadi titik api perang perdagangan baru antara Amerika Serikat dan China karena signifikansi strategisnya bagi berbagai teknologi sipil dan militer, termasuk laser dan peluru kendali presisi.

Baca Juga: Berkah Bagi Negara Kaya Kutukan Bagi Negara Miskin, Lembaga Timor Leste Ini Ungkap Fakta Mengejutkan Minyak Bumi di Negaranya, 'Akan Lebih Baik Tidak Pernah Ditemukan'

China saat ini mengontrol 80% perdagangan logam tanah jarang di dunia dan dapat memblokir akses AS, sebagai pembalasan atas sanksi Washington atas barang-barang buatan China.

Dengan cadangan terbukti 327.500 ton, Timah masih memproduksi sekitar 30.000 ton timah per tahun dari konsesi lepas pantai-darat seluas 512.369 hektare; perusahaan swasta lainnya menambahkan 40.000 ton, menjadikan Indonesia produsen timah terbesar dunia.

Tanah langka juga terjadi di Aceh, Jambi, dan Pulau Singkep Riau serta di Kalimantan Barat, di mana tanah tersebut terkait dengan endapan bauksit yang kaya, bahan baku untuk smelter alumina senilai US $ 695 juta yang dibangun oleh China di utara Pontianak, ibu kota provinsi.

Baca Juga: Dituntun Melalui Petunjuk dalam Mimpi, Wanita Asal Jawa Timur Ini Temukan Harta Karun Hanya 5 Meter dari Rumahnya Sendiri, Kisahnya Sempat Heboh

Secara historis, sebagian besar logam tanah jarang telah diproduksi sebagai produk sampingan dari penambangan timah, tembaga dan emas, tetapi tidak dianggap layak untuk diproses dan selalu berakhir di timbunan, seperti yang terjadi di Tambang Timah.

Dengan AS yang terganggu oleh masalah internal, satu-satunya kepentingan luar yang sejauh ini dalam potensi Indonesia pasti datang dari China, yang memiliki 55 juta ton cadangan tanah jarang, yang sejauh ini merupakan yang terbesar di dunia.

Namun dalam mencari investor di tempat lain, seperti AS dan Australia, pemerintah ingin sekali mengembangkan keahlian domestik dalam proses tujuh tahap yang kompleks dari pemurnian monasit dan xenotime, dua mineral yang menampung elemen REE.

Baca Juga: UU Cipta Kerja Omnibus Law Masih Resahkan Banyak Pihak, Bahkan Sampai Disorot Oleh Para Aktivis Lingkungan Luar Negeri, Benarkah Bisa Efektif Pulihkan Ekonomi Indonesia?

Di mana AS mungkin memiliki keunggulan atas China dalam menangani thorium radioaktif, yang dilepaskan selama pemrosesan dan harus ditangani dengan sangat hati-hati, meskipun tidak menghasilkan sinar gamma berbahaya dari uranium.

Hasil laboratorium menunjukkan tailing Timah mengandung sejumlah besar neodymium dan praseodymium, yang dikombinasikan dengan besi dan boron digunakan untuk menghasilkan magnet berdaya tinggi untuk motor listrik dan sistem kendali dan kendali militer.

Indonesia sudah memiliki 80 persen mineral, termasuk tanah jarang, yang dibutuhkan untuk memproduksi baterai litium, bagian dari kebijakan pemerintah untuk mengembangkan kendaraan listrik sebagai cara untuk menciptakan basis industri masa depan yang dibangun di sekitar sumber daya alamnya yang melimpah.

Neodymium bertanggung jawab atas sebagian besar permintaan tanah jarang, dengan nilai pasar $ 11,3 miliar pada tahun 2017.

Baca Juga: Ingat Baik-baik ya, Pemilik Golongan Darah O Ternyata Disarankan Tak Lagi Makan Jagung, Bisa Berakibat Buruk Bagi Kesehatan!

Permintaan saat ini melebihi pasokan sekitar 2-3.000 ton per tahun, tetapi kesenjangan itu akan melebar karena lebih banyak kendaraan listrik bertenaga baterai lithium muncul di dunia.

Harus Diolah di Dalam Negeri

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Amir Syahbana mengatakan, kebijakan hilirisasi pertambangan mineral dan batu bara secara konkret tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Kebijakan tersebut telah mengamanatkan kewajiban pengolahan atau pemurnian mineral harus dilakukan di dalam negeri dengan batasan kualitas tertentu bagi setiap mineral sehingga dapat dijual ke luar negeri.

Baca Juga: Ingat Baik-baik ya, Pemilik Golongan Darah O Ternyata Disarankan Tak Lagi Makan Jagung, Bisa Berakibat Buruk Bagi Kesehatan!

Amir menyebutkan, untuk kategori mineral yang kualitasnya masih dalam kategori pengolahan, kegiatan ekspor dikenakan disinsentif berupa pengenaan bea keluar.

Khusus mineral timah (cassiterite), batasannya berupa kategori pemurnian dalam bentuk logam dengan Sn 99,90 persen.

Batasan tersebut berdampak pada tidak dapat diekspornya bijih/konsentrat (pasir) timah sehingga mineral ikutannya, termasuk monazite, xenotime, dan zirkon sebagai sumber logam tanah jarang (LTJ), tidak ikut terjual ke luar negeri.

"Demikian juga untuk monazite dan xenotime, batasannya berupa kategori pemurnian dalam bentuk logam oksida atau hidroksida tanah jarang dengan kualitas REO atau REOH 99 persen. Batasan minimal untuk monazite dan xenotime ini dari sisi pengamanan tentulah sangat baik sehingga dapat memastikan bijih LTJ tidak dapat diekspor," kata Amir kepada Bangkapos.com di kantor DPRD Babel, Selasa (15/9/2020).

Baca Juga: Temui Kegagahan Calon Pengganti Su-35 Indonesia, Jet Tempur Siluman F-35 Lightning II yang Jadi Rebutan Militer AS dan Rusia untuk Ditawarkan ke Indonesia

"Namun demikian, dari sisi industri pengolahan, batasan ini sangatlah memberatkan sehingga menimbulkan disinsentif bagi pengembangan industri pengolahan di Indonesia, khususnya di Bangka Belitung. Untuk bicara teknologi kekinian belum mencapai syarat yang disebutkan," ujarnya.

Lebih lanjut, Amir mengatakan, untuk mineral zirkon terdapat dua kategori, yakni kategori pengolahan dan kategori pemurnian.

Untuk kategori pengolahan, pasir zirkon (zirkon silikat) dengan ZrSiO4 65,5 persen dan eksportir dikenakan bea keluar.

Ia menyebutkan, berdasarkan data empiris, ZrSiO4 65,5 persen tidak ditemukan keberadaan LTJ dalam pasir zirkon. Sedangkan untuk kategori pemurnian, zirkonium dengan zirkonium sulfat (Zr(SiO4)2.xH20) 90 persen.

Baca Juga: 20 Tahun Masuk Daftar Hitam AS, Prabowo Tiba-tiba Diundang Negeri Paman Sam, Demi Hancurkan Impian Tiongkok Bangun Pangkalan Militer?

"Pemerintah Provinsi Bangka Belitung melalui Perda Provinsi Bangka Belitung Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Mineral Ikutan dan Produk Samping Timah mengamanatkan bahwa per tanggal 23 Januari 2021 perdagangan dalam negeri antarpulau produk pasir zirkon dengan ZrSiO4 < 65,5 persen adalah dilarang.

Sehingga dengan kebijakan ini, maka LTJ yang kemungkinan berada pada pasir zirkon dengan ZrSiO4 < 65,5 persen tidak terbawa ke luar wilayah Bangka Belitung," tutur Amir.

Menurut dia, sejauh ini Pemerintah Daerah Provinsi Babel telah berupaya melakukan komunikasi terkait pengaturan batas minimal kualitas tertentu bagi setiap mineral yang harus disesuaikan dengan kemampuan teknologi.

Gubernur, kata Amir, telah berupaya menjalin komunikasi dan melobi pihak yang mempunyai otoritas.

Baca Juga: Bangkitkan Amarah China, Rupanya AS Kirim 3 Senjata Canggih ke Taiwan, China: 'Jangan Sampai Itu Akan Sangat Merugikan Hubungan China-AS'

"Pemerintah tidak diam, tentu agar bisnis ini bisa jalan akan berdampak pada sisi langsung penyerapan tenaga kerja. Orang bikin pabrik di sini (Babel--red), multiplier effect di sini. Artinya, kesimpulan dari sisi pengamanan aturan-aturan sudah menjamin. Namun harapan, pengaturan batas minimal harus disesuaikan kemampuan teknologi dan capital di Indonesia sehingga bisnis pengelolaan mineral tanah jarang bisa berjalan di Indonesia, khususnya di Babel," katanya.

17 unsur kimia

Pada kesempatan yang sama, Amir menjelaskan, rare-earth elements atau logam tanah jarang (LTJ) adalah 17 unsur kimia yang terdiri atas 15 golongan lantanida pada tabel periodik unsur-unsur kimia, ditambah Skandium (Sc) dan Yttrium (Y).

Meski namanya logam tanah jarang, tetapi logam-logam ini cukup melimpah di kerak bumi, dengan Cerium sebagai unsur paling melimpah ke-25 dengan 68 bagian per juta mirip tembaga.

Baca Juga: Semakin Berani Lawan China, Rupanya Taiwan Bakal Dikirimi AS 3 Senjata Canggih, Dipastikan Tiongkok Bakal Murka

Meski begitu, lanjut Amir, lantara karakteristik geokimianya, logam tanah jarang ditemukan pada kondisi sangat tersebar dan sedikit ditemukan dalam jumlah yang banyak sehingga nilai ekonominya kecil.

Sumber-sumber deposit logam tanah jarang yang banyak dan bernilai ekonomis biasanya menyatu menjadi mineral tanah jarang.

"Mineral pertama yang ditemukan adalah gadolinit, senyawa kimia yang tersusun dari serium, yttrium, besi, silikon, dan unsur lainnya. Mineral ini diekstrak dari sebuah tambang di Desa Ytterby di Swedia. Beberapa nama logam tanah jarang juga mendapatkan namanya dari lokasi tambang," kata Amir.

 Baca Juga: India Dilanda Perang Antar Geng Monyet, Renggut Nyawa 7 Manusia Dalam Tiga Bulan, Ini Kronologisnya!

Artikel ini telah tayang di bangkapos.com dengan judul Diburu China dan AS, Ini Dia Kegunaan Logam Tanah Jarang yang Jarang Diketahui