Intisari-Online.com - Beban historis antara Armenia dan Azerbaijan diyakini akan mempersulit upaya internasional untuk mendamaikan kedua negara tersebut.
Ketika Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev berbagi panggung dengan PM Armenia, Nikol Pashinyan, dalam kesempatan langka di sela-sela Konferensi Keamanan München, Februari silam, keduanya diajak membahas sejarah perseteruan di Nagorno-Karabakah. Pembicaraan itu berlangsung pedas.
“Untuk menyudahi konflik, pertama kita harus kembali dan melihat masalah sejarah,” kata Aliyev yang bersikeras mengklaim teritorial Azerbaijan terhadap Nagorno-Karabakh, didukung “kebenaran sejarah.”
“Saya ingin meminta Presiden Aliyev agar tidak terlalu jauh kembali ke sejarah,” sahut Pashinyan.
Dia menegaskan kawasan pegunungan itu hanya menjadi bagian Azerbaijan atas dasar sebuah keputusan yang diambil di masa-masa awal Uni Soviet.
Pertukaran pemikiran tersebut mengungkap betapa tafsir sejarah yang berpaut jauh mempersulit resolusi konflik paling liar yang diwariskan Soviet Rusia di Asia Tengah.
Sejarawan meyakini, beban sejarah merintangi kedua negara mencapai kesepakatan jangka panjang.
Bagi Azerbaijan, Nagorno-Karabakh adalah wilayah teritorialnya.