Advertorial

'Rusia Tidak Bisa Mundur', Rusia Turun Tangan Terkait Perang Armenia-Azerbaijan Makin Buruk hingga Ancam Keamanan Perbatasan

Tatik Ariyani

Penulis

Dmitri Trenin, direktur Carnegie Moscow Center dan mantan kolonel di tentara Rusia, mengatakan di Twitter setiap pembicaraan damai Armenia dan Azerbaijan kemungkinan besar akan gagal.
Dmitri Trenin, direktur Carnegie Moscow Center dan mantan kolonel di tentara Rusia, mengatakan di Twitter setiap pembicaraan damai Armenia dan Azerbaijan kemungkinan besar akan gagal.

Intisari-Online.com - Hingga kini, perang Armenia dan Azerbaijan belum juga berakhir.

Hal ini membuat negara lain termasuk Rusia mulai turun tangan.

Dmitri Trenin, direktur Carnegie Moscow Center dan mantan kolonel di tentara Rusia, mengatakan di Twitter setiap pembicaraan damai Armenia dan Azerbaijan kemungkinan besar akan gagal.

Lantaran, Azerbaijan diperkirakan akan terus mendesak pasukan Armenia untuk meninggalkan daerah kantong, sesuatu yang tidak akan diterima Armenia.

Baca Juga: Padahal Jadi Pasukan Pengaman Presiden Sebelum Dibubarkan, Para Mantan Anggota Cakrabirawa Justru Diburu dan Disiksa hingga Lari ke Thailand demi Menghindari Siksaan

"Rusia tidak bisa mundur," kata Trenin seperti yang dilansir dari Reuters pada Minggu (11/10/2020).

“Bagi Rusia, masalah terpenting di Kaukasus Selatan adalah keamanan perbatasan Rusia dari para jihadis yang datang dari Timur Tengah dan tempat lain, dan meningkatnya peran Turki di kawasan itu,” tulis Trenin.

Ia melanjutkan, “Ini berarti bahwa Moskwa tidak dapat meninggalkan konflik Nagorno-Karabakh dan membiarkan perang berkecamuk.”

Pertempuran baru dalam konflik yang telah berlangsung puluhan tahun telah menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya perang yang lebih luas di Turki, sekutu dekat Azerbaijan, dan Rusia, yang memiliki pakta pertahanan dengan Armenia.

Baca Juga: Dampak Remuknya Ekonomi Indonesia Hampir Terasa Hingga Kini, Beginilah Cara Bank Dunia Hancurkan Indonesia, Lakukan Campur Tangan Ini dalam Pemerintahan Indonesia

Bentrokan juga meningkatkan kekhawatiran tentang keamanan jaringan pipa yang membawa minyak dan gas Azeri ke Eropa.

Pertempuran tahun ini merupakan yang terparah sejak perang 1991-1994 yang menewaskan sekitar 30.000 orang dan diakhiri dengan gencatan senjata yang berulang kali dilanggar.

Turki menyambut baik kesepakatan gencatan senjata, tetapi mengatakan masih banyak lagi upaya yang dibutuhkan.

"Gencatan senjata kemanusiaan adalah langkah pertama yang signifikan, tetapi tidak akan menjadi solusi yang langgeng," kata kementerian luar negeri Turki dalam sebuah pernyataan.

"Turki akan terus mendukung Azerbaijan di lapangan dan di meja," tegasnya.

Menteri luar negeri Azeri dan Turki melakukan pembicaraan melalui telepon pada Sabtu (10/10/2020).

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, yang telah menengahi lebih dari 10 jam pembicaraan damai yang gagal, sebelumnya mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Sabtu pagi bahwa gencatan senjata telah disepakati atas dasar kemanusiaan.

Baca Juga: Termasuk untuk Simpan Baterai, Ternyata Freezer Bukan Cuman untuk Bekukan Makanan, Inilah Fungsi Lain yang Jarang Diketahui

Komite Palang Merah Internasional mengatakan pihaknya siap memfasilitasi penyerahan jenazah orang-orang yang tewas dalam aksi dan pembebasan tahanan secara bersamaan.

Lavrov mengatakan Armenia dan Azerbaijan juga setuju untuk melakukan apa yang disebutnya pembicaraan damai substantif.

Pembicaraan itu akan diadakan di bawah naungan Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Grup Minsk Eropa (OSCE), katanya.

Grup ini diketuai bersama oleh Perancis, Rusia, dan Amerika Serikat.

Azerbaijan mengatakan menginginkan perubahan dalam format pembicaraan. Ia ingin melibatkan Turki juga, dan Sabtu menuduh Perancis bukan penengah yang netral.

Lavrov berbicara dengan menteri luar negeri Armenia dan Azeri melalui telepon pada Sabtu, kata kementerian luar negeri Rusia.

5 menit gencatan senjata

Pembicaraan damai selama 11 jam di Moskwa adalah kontak diplomatik pertama antara kedua kubu sejak pertempuran di daerah kantong pegunungan itu, Nagorno-Karabakh, meletus pada 27 September dan menewaskan ratusan orang.

Baca Juga: Andaikan Indonesia Tidak Pernah Merdeka dan Belanda Berhasil Menguasai Indonesia, Belanda Mungkin Menjadi Negara Terkuat di Eropa Tapi Justru Begini Nasibnya Kini

Namun, dalam beberapa menit setelah gencatan senjata mulai berlaku sejak pada tengah hari, kedua belah pihak saling menuduh telah melanggarnya.

Kementerian pertahanan Armenia menuduh Azerbaijan menembaki pemukiman di dalam Armenia, sementara pasukan etnis Armenia di Karabakh menuduh pasukan Azeri telah melancarkan serangan baru, 5 menit setelah gencatan senjata berlangsung dan menewaskan 2 warga sipil.

Azerbaijan mengatakan pasukan musuh di Karabakh sedang menembaki wilayah Azeri dan 1 warga sipil telah tewas.

Kedua belah pihak secara konsisten membantah pernyataan satu sama lain dalam perang kata-kata yang menyertai pertempuran tersebut.

Presiden Azeri Ilham Aliyev mengatakan kepada kantor berita RBC Rusia bahwa pihak yang bertikai sekarang terlibat dalam upaya menemukan penyelesaian politik, tetapi menyarankan akan ada pertempuran lebih lanjut di masa depan.

"Kami akan lakukan (pertempuran) sampai akhir dan mendapatkan apa yang seharusnya menjadi milik kami," kata Aliyev.

Menteri Luar Negeri Azeri Jeyhun Bayramov mengatakan gencatan senjata hanya akan berlangsung selama Palang Merah mengatur pertukaran orang mati.

Dalam pengarahan di Baku, Bayramov mengatakan Azerbaijan berharap dan diharapkan untuk menguasai lebih banyak wilayah pada waktunya.

Kementerian luar negeri Armenia mengatakan pihaknya menggunakan semua saluran diplomatik untuk mencoba mendukung gencatan senjata.

Sementara, kementerian luar negeri Nagorno-Karabakh menuduh Azerbaijan menggunakan pembicaraan gencatan senjata sebagai kedok untuk tindakan militer yang siap.

Baca Juga: Korut Pamer Rudal Balistik Antar Benua Terbaru, Senjata Terbesar yang Dimiliki Negara Tersebut

Shintaloka Pradita Sicca

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perang Armenia-Azebaijan Ancam Keamanan Perbatasan, Rusia Tidak Bisa Mundur dari Konflik"

Artikel Terkait