Find Us On Social Media :

Bikin Seluruh Dunia Heran Kenapa Berani Patahkan Konsensus Rapuh Perdamaian 45 Tahun di Tahun Ini, Analis Sebut Xi Jinping Ingin Terlihat Kuat dan Pongah di Depan India, Mengapa?

By Maymunah Nasution, Kamis, 1 Oktober 2020 | 19:09 WIB

ILUSTRASI. Tentara India melakukan tugas patroli di wilayah Ladakh

Intisari-online.com - 15 Juni lalu terjadi pertempuran mengerikan antara pasukan China dan India di tebing curam sepanjang perbatasan kedua negara.

Perbatasan tersebut kebetulan merupakan perbatasan yang telah disengketakan oleh kedua negara dalam 45 tahun terakhir.

Perbatasan terletak di wilayah Pegunungan Ladakh, dan kekerasan 15 Juni lalu menjadi kekerasan terburuk dalam 45 tahun terakhir.

Sejumlah media India melaporkan, Tentara Pembebasan Rakyat China telah membendung aliran sungai dari gunung, yang kemudian akan mereka buka kembali blokirannya ketika pasukan India mendekat.

Baca Juga: Jika Mau India Bisa Saja Lenyapkan China dengan Senjata Nuklirnya, Negara Itu Masih Simpan Cadangan 520 Kg Plutonium yang Cukup Untuk Ciptakan 100 Senjata Nuklir

Aliran air tersebut membuat banyak pasukan India terjatuh.

Di situlah kemudian serdadu China menyerang. Mereka mengacungkan tongkat dengan paku.

Kedua pasukan bertempur satu sama lain selama berjam-jam. Sejumlah pasukan India terjatuh dari lereng gunung hingga akhirnya tewas.

Ketika pertempuran berakhir, setidaknya 20 tentara India menjadi korban, puluhan lainnya terluka dan beberapa ditawan. China juga mengalami kerugian, meskipun sampai sekarang tidak mengungkapkan angka.

Baca Juga: Senapan 'Made in India' Jadi Prioritas, Apakah India Bersiap untuk Perang Dengan China?

Mengutip The Guardian, konsensus rapuh yang disepakati selama hampir setengah abad juga ikut mati.

Sebelum pertempuran minggu lalu, tidak ada tentara dari kedua pihak yang tewas dalam pertempuran di perbatasan selama 45 tahun.

Lalu mengapa di tahun 2020 ini terjadi pertikaian ini?

Dilihat dari sejarahnya, China dan India bertempur di perbatasan pada tahun 1962, dan bentrok lagi pada tahun 1967. Akan tetapi, kedua belah pihak berupaya ingin menghindari insiden yang bisa mengarah ke perang terbuka.

Baca Juga: Akhirnya China-India Genjatan Senjata Meski Sementara, Namun 30.000 Pasukan India dan 50.000 Pasukan China Harus Siap Hadapi Kondisi Paling Sulit Ini, Siapa yang Paling Kuat Bertahan?

Kemudian ada penyergapan hari Senin, mengubah segalanya. Situasi ini berpotensi besar memicu perselisihan yang selama ini terpendam.

Pada hari Sabtu (20/6/2020), China menuduh India melakukan "aksi provokasi yang disengaja", dan mengkritik pembangunan infrastruktur di daerah tersebut. Tetapi konstruksi India telah berada di dalam wilayah yang dikontrolnya.

"Ini tampaknya menjadi dorongan yang jauh lebih terpadu pada bagian China untuk mengubah status quo," kata Andrew Small, rekan senior di German Marshall Fund kepada The Guardian. Dia memperingatkan bahwa informasi tentang daerah perbatasan itu terpisah-pisah, dan sebagian besar dari sumber-sumber India dilengkapi dengan gambar satelit. Akan tetapi, ada gambaran yang jelas tentang kehadiran pasukan China yang terus meningkat.

Small menambahkan, "Militer China telah memperkuat posisinya di banyak lokasi, tidak hanya melakukan patroli di seluruh LAC tetapi membangun infrastruktur dan mempertahankan kehadiran yang berkelanjutan."

Baca Juga: Memanas, Mantan Jenderal China Sebut India yang memusatkan 10.000 Pasukan di Dekat Perbatasan: Tidak Boleh Lengah

Dia juga menilai, sangat mustahil bahwa para komandan di perbatasan akan merencanakan penyergapan mematikan semacam itu tanpa persetujuan diam-diam dari tingkat tertinggi.

China sendiri kini menghadapi banyak masalah dan tengah berjuang melawan beberapa krisis. Ekonominya hancur oleh virus corona.

Hubungan dengan Amerika Serikat berada di salah satu titik terendah sejak hubungan diplomatik dibangun kembali pada 1970-an.

Hong Kong dalam pemberontakan dan pengenaan Beijing atas undang-undang keamanan di sana telah memicu kemarahan internasional.

Baca Juga: Militer China Dinilai Bar-bar Terhadap Warga Hong Kong, PBB Kirim Surat Kritik kepada Pemerintah Negeri Panda, 'Mereka Melanggar Banyak Hal...'

Pemerintah China juga telah melancarkan perang dagang dengan Australia mengenai tuntutannya untuk penyelidikan asal-usul Covid-19, dan berselisih dengan Kanada mengenai ekstradisi eksekutif senior dari raksasa teknologi Huawei.

Beberapa analis percaya bahwa agresi di perbatasan India adalah respons terhadap tekanan domestik ini, dari seorang pemimpin yang putus asa untuk tidak terlihat lemah pada kedaulatan nasional.

"Saya merasa umumnya ini merupakan respons terhadap tekanan yang dirasakan Xi," kata Taylor Fravel, direktur program studi keamanan di Massachusetts Institute of Technology.

“Karena Covid dan kritik yang dihadapi China secara internasional, krisis ekonomi di dalam negeri, dan kemunduran yang terjadi pada hubungan Tiongkok-AS, (Beijing) mengambil sikap keras terhadap sejumlah masalah kedaulatan sebagai cara memberi sinyal bahwa China tidak akan takut," kata Fravel kepada The Guardian.

Baca Juga: Pakistan Caplok Wilayah Sengketa di Kashmir yang Bisa Picu Perang dengan India, Apakah China Dalang di Balik Ini Semua?

India serukan boikot

Melansir Indian Express, Minggu (21/6/2020), pemerintah India tengah berupaya menekan Beijing dengan mendorong warganya melakukan boikot pada barang-barang buatan dari China. Wacana memulai perang dagang dengan China juga mulai disuarakan publik India.

Menteri Persatuan India, Ramdas Bandu Athwale, meminta masyarakat tak pergi ke restoran yang menjual makanan China tanpa pengecualian, meski pemiliknya maupun kokinya adalah seorang warga negara India. Seruan boikot juga menggema untuk mencegah warga India membeli barang elektronik dari pabrikan China.

Mungkinkah hal itu berdampak pada ekonomi China?

Baca Juga: Bak Usaha Barbar Amerika Sia-Sia Belaka, Lembaga Ini Sebutkan 12 Tahun Mendatang China Akan Menjadi Raksasa Ekonomi Dunia Geser Amerika Dengan Mudah, Ini Sebabnya

Masih mengutip Indian Express, ekonomi China lima kali lebih besar dari ekonomi India. Dengan demikian, memboikot produk China di India dianggap banyak kalangan malah akan merugikan ekonomi nasional negara itu. Ini karena India begitu bergantung pada barang impor dari Tiongkok.

Sepanjang tahun 2019-2020, perdagangan dengan China berkontribusi sebesar 10,6% dari seluruh neraca perdagangan India, atau yang terbesar kedua setelah perdagangan dengan Amerika Serikat (AS). Sebaliknya bagi China, perdagangan dengan India hanya menyumbang 2,1%, sehingga tak terlalu siginifikan pengaruhnya bagi China.

Bagi India, China juga merupakan patner dagang vital. Sebaliknya bagi China, India tak memegang peran terlalu siginifikan dan komoditas impor dari India masih bisa digantikan negara lain.

(Barratut Taqiyyah Rafie)

Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul "Serang India, analis: Xi Jinping putus asa untuk tidak terlihat lemah"

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini