Penulis
Intisari-online.com -China sudah diperkirakan oleh banyak pihak mengungguli AS menjadi raksasa ekonomi dunia.
Bahkan, banyak pakar menganggap hal ini bisa terjadi kemungkinan hanya dalam 1 dekade lagi.
Artinya kurang lebih 10 tahun ke depan China sudah mulai menggeser keunggulan AS terutama dalam bidang ekonomi.
Bahkan, usaha AS yang termasuk barbar dalam mencegah kebangkitan China yang saat ini gencar dilakukan oleh administrasi Trump disebutkan tidak akan membuahkan hasil.
Hal tersebut merupakan ramalan dari lembaga think-tank pemerintah Beijing.
Para peneliti di lembaga Development Research Centre (DRC) dari Dewan Negara, kabinet pemerintahan China adalah tokoh-tokoh yang menghitung prediksi tersebut.
Prediksi tersebut merefleksikan asumsi mainstream di Beijing mengenai kesuksesan pemerintah China dalam mengembangkan perekonomian mereka yang baru.
Prediksi penuh dengan hegemoni China ini memang didasarkan dengan rahasia-rahasia China mengembangkan ekonomi mereka.
Melalui upaya yang mereka lakukan, permusuhan dengan AS lewat cara apapun tidak akan menggoyahkan keunggulan mereka, seperti yang diklaim oleh para peneliti tersebut.
Asumsi tersebut juga menggaris bawahi jika pertumbuhan ekonomi China sudah tidak bisa dihentikan.
Strategi "Dualisme Sirkulasi"
Presiden Xi Jinping meyakinkan kembali bahwa China harus mempercepat strategi "dualisme sirkulasi".
Strategi tersebut ia pertama kali kenalkan pada Mei lalu, dan ia yakinkan kembali akan hal itu pada Senin kemarin.
Lalu apa sebenarnya strategi dualisme sirkulasi yang disebut oleh Xi Jinping tersebut?
Dan apa dampaknya terhadap pembangunan ekonomi China sampai disebut bisa lengserkan Amerika dari posisi raksasa ekonomi dunia?
Sebelumnya, menurut sekelompok peneliti dipimpin oleh Chen Changsheng, yang meneliti makroekonomi di think-tank China, sebutkan bahwa ketegangan antara China dan AS akan meningkat dengan intensif selama 5 tahun mendatang.
"Bukan tidak mungkin jika AS akan menggunakan semua metode yang bisa mereka lakukan untuk menahan perkembangan China, termasuk lakukan sanksi finansial ke perusahaan-perusahaan China.
"AS bisa saja pergunakan juridiksi 'lengan panjang' mereka dengan cara yang salah, merebut kepemilikan China atas keamanan bendahara AS, memaksa negara-negara lain untuk memberlakukan embargo teknologi terhadap China, serta mengecualikan China dari sistem pembayaran dolar (AS)" papar laporan tersebut.
Namun bahkan faktor-faktor itu tidak bisa menghentikan kebangkitan ekonomi China.
Hasil bagi negara terhadap ekonomi global akan meningkat dari 16,2% di 2019 menjadi 18,1% di 2025.
Sedangkan hasil bagi AS terhadap ekonomi global akan turun dari 24,1% menjadi 21,9% dalam periode yang sama.
Bulan lalu, Justin Lin Yifu, profesor di Universitas Peking dan mantan ketua ahli ekonomi World Bank, memprediksi jika China bisa langkahi AS menjadi raksasa ekonomi terbesar tahun 2030.
Sebenarnya, apa sih rahasia kebangkitan China ini?
Rupanya, pemerintah China saat ini kembangkan strategi perkembangan ekonomi yang fokus kepada pasar domestik.
Laporan DRC berargumen jika gross domestic product (GDP) China per kapita akan naik menjadi 14.000 Dolar AS (Rp 207 Juta) tahun 2024 mendatang, yang mendorong negara itu keluar dari "jebakan negara kelas menengah" menjadi "negara kelas atas".
Hasilnya, ukuran ekonomi China akan lebihi Uni Eropa tahun 2027 dan ungguli AS tahun 2032, demikian paparan laporan DRC.
Chen Changsheng adalah salah satu ahli ekonomi pemerintah yang menghadiri simposium diselenggarakan oleh Xi Jinping minggu lalu terkait persiapan ekonomi dan sosial China untuk masa depan.
Rencana Xi Jinping mengenai berjalannya China dalam 5 tahun mendatang akan dipaparkan tahun depan.
Meskipun Changsheng tidak berpidato di pertemuan tersebut, tapi hasil penelitian timnya diprediksi akan dimasukkan ke dalam rencana dan strategi pemerintah China.
Timnya juga berarguman jika kondisi ekonomi global akan membuat perubahan besar di tahun mendatang, negara dan gabungan negara akan tingkatkan faktor keamanan dalam sistem rantai suplai mereka, dengan ekonomi global membingkai tiga blok berpusat di Amerika Utara, Eropa dan China.
China menggadang-gadangkan ekonomi digital mereka dan sektor servisnya, yang keduanya diharapkan akan menyebar dan terus berkembang di tahun-tahun mendatang.
Hal itu dibuktikan dari hasil keuntungan sektor industri GDP China menurun 4% dari 39% tahun 2019 kemarin, sedangkan dari jasa ekonomi digital tersebut meningkat dari 53,9% menjadi 60% dari 2019 ke 2025.
Inilah yang dimaksud Xi Jinping sebagai dualisme sirkulasi, karena ekonomi digital tidak hanya diperlukan di luar negeri tapi akan banyak pengguna dalam negeri.
Masyarakat kelas menengah diharapkan akan terus membesar, tingkatkan konsumsi mereka.
Namun hal ini bisa saja gagal karena terhalang oleh tingkat kesenjangan yang makin besar di China.
Negara itu juga tidak bisa terfokus kepada masyarakat yang masih muda, populasi yang sudah lansia tidak bisa terbilang sedikit di China, yang menjadi tantangan sendiri dalam 5 tahun ke depan.
Disebutkan jika satu dari 5 warga China akan mencapai usia 60 tahun pada 2025 mendatang, sedangkan populasi warga usia kerja turun menjadi hanya 20 juta saja pada saat itu.
Lembaga konsultan Ekonomi Capital Economics melaporkan Januari lalu jika dampak deglobalisasi juga dapat menghancurkan keuntungan ekonomi China untuk kebijakan ekonomi luar negeri mereka.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini