Penulis
Ketegangan di Laut China Timur Makin Membara, Jepang Resah Lusinan Kapal Penangkap Ikan China Bersemayam di Perairan Penuh Sengketa Itu, Sampai Kirimkan Militernya yang Siap Siaga 'Menunggu Instruksi'
Intisari-online.com -Ketegangan di Samudra Pasifik tidak hanya bersumber di Laut China Selatan saja.
Laut China Timur, perairan di antara China dan Jepang kini pun tengah dalam sengketa.
Beijing dan Tokyo memperebutkan Pulau Senkaku, atau yang biasa disebut China sebagai Pulau Diaoyu.
China dilaporkan telah mengangkat larangan kapal China beroperasi di dekat pulau tersebut.
Baca Juga: 5 Fakta tentang Panas Demam Anak dan Kapan Menghubungi Dokter
Padahal pulau tersebut masih dalam kendali Jepang sepenuhnya.
Oleh sebab itu tiba-tiba ada lusinan kapal ikan milik China beroperasi di perairan dekat pulau tersebut.
Hal tersebut membuat Jepang resah dan kesal, sedangkan China bersikeras Jepang tidak memiliki hak untuk mengusir kapal-kapal ikan itu pergi.
Mengutip South China Morning Post, Jepang harus menghadapi lusinan kapal ikan China yang melanggar Zona Ekonomi Eksklusif Jepang.
Mereka telah peringatkan bahwa militer mereka siap untuk merespon intrusi apapun.
Jika Beijing bermain nakal dan mulai menambak ikan di dekat Pulau Senkaku/Pulau Diaoyu, maka tentunya ketegangan terkait kedaulatan kedua negara akan pecah.
Analis peringatkan Tokyo memiliki pilihan terbatas untuk merespon paling banyak 100 kapal, terutama jika kapal ikan itu didampingi oleh kapal penjaga pantai China.
Dilaporkan di koran Jepang Sankei, bahwa Beijing mengatakan kepada Tokyo pelarangan operasi kapal ikan China di perairan tersebut akan hangus pada 16 Agustus.
Beijing telah perbarui cara untuk mengklaim kedaulatan terhadap pulau itu dan perairan di sekitarnya.
Beijing juga sebutkan Jepang tidak memiliki hak untuk menuntut kapal ikan hentikan aktivitas mereka.
Menteri Pertahanan Taro Kono merespon pada 4 Agustus, mengatakan pada konferensi pers bahwa Pasukan Pertahanan Negara (SDF) siap merespon.
Saat ditanya unit apa yang akan muncul dan aksi yang akan dilakukan, Menteri menolak menjelaskan lebih jauh.
Baca Juga: Hadapi Corona; 6 Makanan Ini Bisa Bikin Sakit Jika Disimpan di Meja
Sankei mengutip pejabat pemerintah senior yang sebutkan peringatan Beijing sebagai "deklarasi pendendam yang berniat untuk mengesahkan provokasi setelah akhir pelarangan aktivitas pemancingan ikan."
Sebelumnya hal yang sama telah terjadi pada 2016, dan saat itu 72 kapal ikan ditemani dengan 28 kapal pemerintah beroperasi di perairan tersebut selama 4 hari penuh, bebas dari hukuman.
Kapal penjaga pantai China telah mendesak terus-terusan selama 18 bulan, memaksa masuk ke wilayah teritori Jepang atau zona sengketa di sekitar pulau tersebut dan mengabaikan permintaan untuk pergi.
Sampai saat ini, kapal-kapal pemerintah China selalu muncul di wilayah tersebut selama 111 hari berturut-turut sebelum akhirnya pergi karena ada badai.
"Terlihat sangat jelas jika China berusaha menggantikan penjaga pantai Jepang di perairan tersebut dalam koridor kemampuan mengontrol dan mengamankan kapal lain." ujar Garren Mulloy, profesor hubungan internasional di Daito Bunkyo University, spesiaslis isu keamanan regional.
"Itu artinya mereka secara efektif mengganti pemerintah lokal di pulau itu dan menggunakan itu untuk lancarkan klaim mereka terhadap kontrol kedaulatan.
"Itu tentunya sangat serius dan layaknya mimpi buruk bagi Jepang."
Keterbatasan militer Jepang
Mulloy mengatakan penjaga pantai Jepang sudah kewalahan dengan banyaknya tugas.
Satu unit di utara memonitor militer Rusia, lainnya beroperasi di Laut Jepang untuk menangkap kapal-kapal penangkap ikan Korea Utara dan lainnya beroperasi di perairan Jepang.
China, dengan militer angkatan laut lebih besar dan penjaga pantai yang jauh lebih banyak, paham akan keterbatasan itu dan memanfaatkannya sebaik mungkin, ujar Mulloy.
"Penjaga pantai mungkin mampu mengatasi setengah lusin kapal penangkap ikan, tapi jika ada 200 kapal beserta kapal pemerintah, tentunya Jepang benar-benar akan luncurkan SDF.
Mulloy sendiri mengaku ia mengharapkan Pasukan Pertahanan Negara Maritim Jepang (MSDF) bersiap-siap untuk konfrontasi apapun.
Namun harus di jarak aman yaitu sekitar 180 km dari titik potensi konfrontasi, sehingga bisa buat kapal MSDF untuk mendukung para penjaga pantai tapi cukup dekat jika ada kemungkinan kecelakaan dan kapal tenggelam.
Dengan jarak itu, Jepang juga bisa berargumen mereka tidak memperburuk suasana.
MSDF justru akan menggunakan pesawat pengawasnya untuk melacak kapal di permukaan dan kapal selam yang beroperasi di tempat tersebut.
Tujuannya adalah menyediakan peringatan dini bagi kapal di atas permukaan,
Meski begitu, seorang profesor hubungan internasional di Tokyo International Univeristy, Akitoshi Miyashita, mengatakan jika SDF masih belum mampu mengusir mereka.
"Militer yang ada hanya terbatas, lebih baik tunjukkan kerjasama dan mendemokrasikan jika Jepang ingin berkomunikasi dengan pemerintah China dengan baik.
Mengapa Beijing berperang dengan siapa saja
Mulloy mengatakan China tampaknya "sedang mengajak perang semua orang saat ini," dengan merujuk sejumlah konfrontasi di Laut China Selatan, Taiwan dan perbatasan India.
"Mereka sangat provokatif dan itu membingungkan karena mereka tidak perlu seperti itu," ujarnya.
"Hubungan Jepang dan China belum pernah sejelek ini tapi rupanya memburuk karena Xi Jinping batalkan rencana kunjungi Jepang.
"China mungkin berpikir semua menentangnya, tapi harus ingat jika semua yang Beijing lakukan berarti sesuatu.
"Semuanya serba strategis, mereka sepertinya mati dalam mendapatkan kontrol Senkaku karena jika menang maka mereka tunjukkan pada semua negara jika mereka sanggup mengklaim manapun yang mereka inginkan.
Itu juga bisa menjadi pesan terhadap Taiwan.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini