Advertorial
Intisari-online.com -China diberitakan berbuat onar dengan negara-negara tetangganya.
Juga, mereka mengganggu kedaulatan negara yang ingin mereka klaim sebagai bagian negara mereka lagi.
Mengutip Kontan.co.id, pertikaian China dengan Jepang baru-baru ini membuat Jepang tidak tinggal diam.
Sebuah RUU yang akan mengubah status rantai pulau yang diklaim oleh Jepang dan China telah disetujui oleh dewan kota di Okinawa pada hari Senin.
Hal ini menghasilkan protes keras dari Beijing, yang mengatakan telah mengirim kapal penjaga pantai ke daerah tersebut.
Dilansir dari CNN, dewan kota Ishigaki di prefektur Okinawa Jepang menyetujui undang-undang yang mengubah status administratif kelompok pulau tak berpenghuni, yang dikenal sebagai Senkaku di Jepang dan Diaoyus di China.
RUU itu mengubah nama pulau untuk tujuan administratif dari Tonoshiro menjadi Tonoshiro Senkaku untuk menghindari kebingungan dengan daerah lain Ishigaki.
Kepulauan yang terletak 1.200 mil di barat daya Tokyo, telah dikelola oleh Jepang sejak 1972, tetapi baik Tokyo dan Beijing mengatakan klaim mereka kepada kepulauan itu sudah ada sejak ratusan tahun lalu.
Baca Juga: Peduli Tubuhmu: Tanda Tubuh Kekurangan Fluoride dan Cara Mengatasinya
Kementerian Luar Negeri Beijing pada hari Senin mengatakan akan mengajukan protes keras dengan Tokyo.
"Pulau Diaoyu dan pulau-pulau yang berafiliasi adalah wilayah yang melekat di China.
"China bertekad menjaga kedaulatan wilayah kami, yang disebut penunjukan kembali administratif ini adalah provokasi serius terhadap kedaulatan wilayah China," kata Zhao Lijian, juru bicara Kementerian Luar Negeri China.
Pada saat yang sama, penjaga pantai China mengatakan armada kapalnya ada di perairan di sekitar pulau-pulau yang disengketakan pada hari Senin.
Cina memperingatkan sebelum pemungutan suara pada hari Senin terhadap perubahan status quo di kepulauan itu.
"Kami meminta Jepang untuk mematuhi semangat konsensus empat prinsip, menghindari menciptakan insiden baru pada masalah Kepulauan Diaoyu, dan mengambil tindakan praktis untuk menjaga stabilitas situasi Laut Cina Timur," tulis sebuah pernyataan dari Kementerian Luar Negeri China.
Salah satu dari empat prinsip itu adalah bahwa Jepang mengakui bahwa kedaulatan atas pulau-pulau itu sedang dalam perselisihan.
Namun RUU yang disahkan Senin di Ishigaki menepis kekhawatiran tentang bagaimana langkah itu mungkin dirasakan di Beijing.
Baca Juga: Herbal Antihistamin Alami Sebagai Obat Biduran Tradisional yang Ampuh
"Persetujuan kasus ini tidak mempertimbangkan pengaruh negara lain, tetapi dianggap meningkatkan efisiensi prosedur administrasi," kata juru bicara dewan kota.
Sebelumnya, surat kabar Asahi Shimbun melaporkan RUU itu menegaskan pulau-pulau itu adalah bagian dari wilayah Jepang.
Sementara laporan yang dimuat Global Times yang dikelola pemerintah China bulan ini juga memperingatkan konsekuensi dari setiap perubahan status pulau tersebut.
"Mengubah penunjukan administratif saat ini hanya dapat membuat perselisihan lebih rumit dan membawa lebih banyak risiko krisis," kata Li Haidong, seorang profesor di Institut Hubungan Internasional Universitas Hubungan Luar Negeri China kepada Global Times.
Kekhawatiran kemungkinan konfrontasi meningkat minggu lalu dengan pengumuman dari penjaga pantai Jepang bahwa kapal-kapal pemerintah China telah terlihat di perairan dekat Kepulauan Senakku Diaoyu setiap hari sejak pertengahan April.
Menanggapi meningkatnya kehadiran orang China Yoshihide Suga, Kepala Sekretariat Kabinet Jepang, menegaskan kembali tekad Tokyo pada konferensi pers Rabu lalu.
"Kepulauan Senkaku berada di bawah kendali kami dan tidak diragukan lagi wilayah kami secara historis dan hukum internasional.
"Sangat serius bahwa kegiatan ini berlanjut. Kami akan menanggapi pihak China dengan tegas dan tenang," kata Suga.(*)
Tidak hanya Jepang, Taiwan juga tidak tinggal diam diserang China terus menerus.
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengawasi penerbangan uji publik pertama dari jet latih buatan negaranya.
Ini adalah bagian dari rencana pemerintahnya untuk meningkatkan pertahanan dalam menghadapi tantangan yang semakin besar dari China.
Melansir Reuters, angkatan bersenjata Taiwan sebagian besar menggunakan peralatan tempur dari Amerika Serikat (AS).
Baca Juga: Marah Besar ke China, Rakyat India Ingin Boikot Hape China: Sanggupkah Mereka?
Tetapi, Tsai telah menjadikan pengembangan industri pertahanan di dalam negeri sebagai prioritas.
Terutama, karena China mengklaim pulau itu sebagai miliknya, Taiwan terus meningkatkan upaya modernisasi militernya.
Proyek AT-5 Brave Eagle buatan Aerospace Industrial Development Corp yang merupakan BUMN Taiwan menyedot anggaran sebesar T$ 68,6 miliar atau setara US$ 2,32 miliar.
Ini adalah jet latih pertama bikinan dalam negeri Taiwan sejak pesawat F-CK-1 Ching-kuo meluncur lebih dari tiga dekade lalu.
Berbicara di pangkalan udara di pusat Kota Taichung, Tsai mengatakan, jet latih itu membantah para penentang yang berpikir Taiwan kekurangan teknologi dan harus fokus pada pemenuhan kebutuhan pertahanannya dari luar negeri.
"Pesawat baru tidak hanya telah menciptakan lebih dari 2.000 peluang kerja, tetapi juga akan meneruskan pengalaman dan menumbuhkan generasi baru bakat teknis industri kedirgantaraan," katanya, Senin (22/6).
Angkatan Udara Taiwan, yang memodernisasi jet tempur F-16 buatan Amerika Serikat, secara rutin berpatroli di atas Selat Taiwan yang sensitif, yang memisahkan wilayahnya dari tetangganya yang jauh lebih besar, China.
Maklum, China telah meningkatkan aktivitas militernya, termasuk mengirim kapal induk di dekat wilayahnya, sejak Tsai terpilih kembali sebagai Presiden Taiwan pada pemilihan Januari lalu. (SS Kurniawan, Tendi Mahadi)
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul "Jepang dan China saling klaim Kepulauan Senkaku, Laut China Timur memanas" dan "Taiwan bikin jet latih tempur hadapi ancaman China, ini kekuatan militer keduanya"
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini