Advertorial
Intisari-online.com -China masih saja mengklaim posisinya terhadap Laut China Selatan.
Sebagai salah satu negara terdampak, Indonesia mulai tunjukkan kegaharannya.
Dikutip dari Kontan.co.id, Indonesia menolak klaim China tersebut.
Hal tersebut disebutkan dengan mengatakan hal itu jelas tidak memiliki dasar hukum internasional.
Sehingga dapat dikatakan Indonesia menganggap halu China atas klaim mereka di Laut China Selatan termasuk di Perairan Natuna.
Melansir The Jakarta Post, Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang mengirim surat protes seperti itu, meskipun zona ekonomi eksklusif (ZEE) di Laut Natuna Utara terletak berdekatan dengan perairan yang sangat disengketakan.
Dalam surat yang ditujukan kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada hari Selasa (26/5/2020), Indonesia menunjukkan "batas sembilan garis" yang dikeluarkan oleh Beijing tidak memiliki dasar hukum internasional dan bertentangan dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982).
Indonesia juga menandaskan bahwa peta nine dash line, yang dirambah di zona ekonomi beberapa negara Asia Tenggara, adalah fiktif dan tidak memberikan kedaulatan China atas wilayah tersebut.
Baca Juga: Manfaat Menambahkan Segelas Jus Daun Ketumbar untuk Diet Harian Anda
Sementara itu, Beijing juga merespon Indonesia dengan mengirim surat diplomatik yang menunjukkan bahwa tidak ada sengketa wilayah antara China dan Indonesia di Laut China Selatan.
Mengutip Channel News Asia (CNA), catatan yang dikirim pada 2 Juni juga menuliskan: “Namun, China dan Indonesia memiliki klaim yang tumpang tindih tentang hak dan kepentingan maritim di beberapa bagian Laut China Selatan.
"Tiongkok bersedia menyelesaikan klaim yang tumpang tindih melalui negosiasi dan konsultasi dengan Indonesia, dan bekerja sama dengan Indonesia untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan."
Berbicara pada konferensi pers pada 4 Juni, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan posisi Indonesia di Laut China Selatan sangat jelas dan konsisten.
Dia mengatakan, Indonesia ingin menegaskan kembali posisi yang konsisten, dalam menanggapi klaim China di PBB bahwa ia memiliki hak bersejarah di Laut China Selatan yang dapat mempengaruhi Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEE).
"Catatan diplomatik kami untuk PBB pada 26 Mei menegaskan kembali keberatan kami antara lain dengan apa yang disebut garis sembilan garis putus-putus atau yang disebut hak bersejarah," kata Retno dikutip dari CNA.
Pengamat hubungan internasional Teuku Rezasyah mengatakan kepada CNA: "Saya pikir Indonesia cukup percaya diri dalam menyatakan posisinya di PBB ... Ini adalah cara damai untuk mengungkapkan keprihatinan, ini adalah cara diplomatik dari posisi Indonesia."
Dia menambahkan, "Kedua, Indonesia perlu memberi tahu Tiongkok bahwa sikap Indonesia konsisten.
"Dan untuk menunjukkan konsistensinya, ia berurusan dengan masalah ini di berbagai tingkatan, di tingkat unilateral, di tingkat bilateral, di tingkat regional, dan juga di tingkat global," kata sang sarjana dari Universitas Padjajaran di kota Bandung tersebut.
Dia juga percaya bahwa Indonesia memperkuat posisinya.
“Saya pikir sudah waktunya bagi China untuk melihat seberapa serius Indonesia dengan posisinya.
"Itu telah dilakukan dengan mengintegrasikan pelabuhan dan bandara di Natuna, dan telah mendesain ulang pelabuhannya di sana,” tambah Rezasyah.(*)
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul "Mengapa RI tolak mentah-mentah ajakan berunding China soal Laut China Selatan?"
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini