Find Us On Social Media :

Efek Berantai Pandemi Virus Corona: Korporasi dan Perusahaan Terlibat Banyak Hutang dan Kredit Macet, Sampai Diperkarakan ke Pengadilan

By Maymunah Nasution, Jumat, 24 Juli 2020 | 13:37 WIB

Jakarta mulai alami krisis ekonomi

Efek Berantai Pandemi Virus Corona: Korporasi dan Perusahaan Terlibat Banyak Hutang dan Kredit Macet, Sampai Diperkarakan ke Pengadilan

Intisari-online.com - Tidak dapat dipungkiri, pandemi Covid-19 menghantam sektor kesehatan dan ekonomi paling besar daripada sektor lain.

Krisis ekonomi sudah sangat terasa dan banyak yang mulai rasakan hal ini.

Beberapa lembaga internasional memprediksi tahun ini Indonesia akan mengalami pertumbuhan ekonomi negatif.

Kondisi krisis ini membuat sejumlah korporasi mulai mengalami kesulitan dalam membayar kewajiban mereka kepada kreditur maupun kepada vendor.

Baca Juga: Hanya Miliki 29 Tempat Tidur, Rumah Sakit Ini Terpaksa Kirim Pasien Covid-19 yang Kritis ke Rumah, 'Lebih Baik Mereka Bersama Keluarga daripada Mati Sendirian di Sini'

Walhasil banyak gugatan karena kreditur menganggap debitur melakukan wanprestasi membayar kewajiban mereka.

Ancaman kebangkrutan korporasi di tengah pandemi virus korona Covid-19 bukan sekadar isapan jempol.

Memasuki bulan keempat pandemi Covid-19, sejumlah korporasi mulai menghadapi gugatan di pengadilan karena urusan utang-piutang.

Berdasarkan data yang dihimpun dari lima Pengadilan Niaga di seluruh Indonesia, hingga akhir semester I-2020 menunjukkan perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) melesat.

Baca Juga: Bebalnya Bukan Main, Dalam 15 Hari Ada 1 Juta Kasus Baru Covid-19, Trump Tetap Mau Sekolah Kembali Dibuka, 'Jika Tidak, Dana Sekolah Akan Dipotong'

Bila semester I-2019, jumlah perkara PKPU hanya 163 perkara, pada paruh pertama tahun ini jumlahnya sudah 249 perkara atau naik 52,76%.

Sengketa PKPU ini terjada merata pada semua sektor usaha.

Seperti konstruksi dan properti, transportasi, logistik, pariwisata, ritel, juga keuangan.

Baca Juga: Gendong Misi Besar ke Vietnam, Navy SEAL yang Terkenal sebagai Pasukan Khusus Kelas Dunia Rupanya pernah Babak Belur oleh Viet Cong, Banyak Anggotanya Berguguran Dihajar Lawan

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Shinta Widjaja Kamdani menduga hampir semua usaha menghadapi kesulitan cash flow karena turunnya pasokan dan permintaan selama pandemi.

"Ada efek domino dari dari suply chain, yakni terlambat bayar utang karena dampak pembatasan aktivitas selama Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB)," kata dia, Rabu (22/7).

Ketua Dewan Penasehat Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), Jamaslin James Purba memprediksi perkara PKPU di pengadilan bisa terus meningkat bila kondisi ekonomi dalam negeri belum membaik.

Banyaknya perkara PKPU menjadi pertanda bahwa pilihan penyelesaian kasus wanprestasi utang dengan restrukturisasi utang melalui pengadilan.

Baca Juga: Tiba-tiba Bilang Ingin Cerai, Kim Kardashian Sebut Kanye West Idap Gangguan Bipolar: Ternyata Penderita Bipolar Itu Cenderung Pintar

Perbankan terkena getah

Kekhawatiran lain, dari tren maraknya PKPU ini, perbankan yang ikut menjadi kreditur mayoritas di korporasi yang menghadapi PKPU bisa kena getahnya.

Kepala Riset Samuel Sekuritas Suria Dharma melihat meningkatnya PKPU bukan semata utang bermasalah karena pandemi Covid-19, melainkan karena sebagian korporasi tersebut sudah memiliki masalah sebelum pandemi.

Perbankan pasti sudah menghitung potensi gagal bayar korporasi ini.

Baca Juga: Lebih Memilih Mati daripada Ditawan Musuh Juga Bergerak Bak Bayangan, Inilah 4 Pasukan Khusus Paling Legendaris Dunia, Hanya Mendengar Namanya Saja Musuh Sudah Ciut

"Jadi bukan karena Covid-19 semuanya ini. Menurut saya, tidak semua begitu ya," kata Suria.

Namun, Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee melihat, tren PKPU meningkat, tidak akan berpengaruh langsung ke perbankan yang memberikan kredit kepada korporasi yang bermasalah dengan utang di pengadilan itu.

"Dampaknya pada perbankan memang ada, tapi perbankan sudah punya opsi restrukturisasi kepada debitur dan tidak mencatatnya sebagai kredit macet," ucap dia.

Baca Juga: Badannya Boleh Kalah dari Marinir AS, Tapi TNI AL Mampu Gemparkan Ajang Latihan Perang Tingkat Dunia RIMPAC, Gondol Berbagai Medali padahal Sedang Berpuasa

Agar dampak kesulitan likuiditas di sektor usaha ini tidak meluas, Shinta berharap pemerintah segera menggenjot daya beli masyarakat lewat belanja pemerintah, serta pemberian stimulus.

Dengan cara ini dunia usaha tetap dapat order dan beroperasi.

Senada dengan Shinta, Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi), Ajib Hamdani melihat saat ini, sektor-sektor yang bermasalah dengan utang, terutama pada sektor sekunder dan tersier.

Karena itu, ia berharap pemerintah membenahi sektor primer seperti industri sumber daya alam sehingga industri turunannya mengekor.

Baca Juga: Detik-detik Pesawat Penumpang Iran Terpaksa Turunkan Ketinggian dengan Cepat Setelah Diintimidasi Pesawat Jet AS, Penumpang Luka-luka

Selain itu, pemerintah harus membantu UMKM.

(Abdul Basith Bardan, Vendy Yhulia Susanto)

Artikel ini telah tayang di kontan.co.id dengan judul "Krisis di depan mata, kebangkrutan mulai menghantui korporasi di Indonesia"

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini