Advertorial
Intisari-online.com - Sejauh ini banyak masyarakat yang meresahkan dengan jumlah pembengkakan utang negara Indonesia.
Seperti yang kita ketahui, utang Indonesia terus meningkat dari waktu ke waktu.
Apa lagi saat masa pandemi, sistem ekonomi yang seret, dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi yang lambat.
Namun, jika dipikir lagi, kita mungkin perlu membandingkan aset negara dengan jumlah utang negara.
Karena untuk mengetahui kapasitas keuangan Indonesia, jangan sampai besar pasak daripada tiang.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara ( DJKN) Kementerian Keuangan mencatatkan nilai aset negara saat ini mencapai Rp 10.467,5 triliun.
Jumlah tersebut meningkat 65 persen dari nilai sebelumnya yang mencapai Rp 6.325 triliun.
Lonjakan nilai aset pemerintah terjadi lantaran dilakukan perhitungan kembali aset negara atau revaluasi pada tahun 2018 hingga tahun 2020 ini.
Direktur Barang Milik Negara (BMN) Ditjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Encep Sudarwan pun mengatakan, hasil revaluasi tersebut telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
"Itulah hasil revaluasi menaikkan aset sekitar Rp 4.000 triliun, kemarin kan kita nilai, alhamdulullah sudah selesai sudah di audit BPK dan keluar opininya WTP, aset tetap kita meningkat," ujar dia dalam keterangaannya, Sabtu (11/7/2020).
Lebih rinci Encep menjelaskan, aset negara tersebut terdiri atas aset lancar yang sebesar Rp 491,86 triliun dari yang sebelumnya Rp 437,87 triliun.
Kemudian investasi jangka panjang sebesar Rp 3.001,2 triliun dari yang sebelumnya Rp 2.877,28 triliun, serta aset tetap sebesar Rp 5.949,59 triliun dari sebelumnya Rp 1.931,05 triliun.
Selain itu untuk aset lain yang dimiliki pemerintah saat ini tercatat sebesar Rp 967,98 triliun.
Untuk diketahui, revaluasi aset adalah penilaian kembali aset yang dimiliki suatu entitas sehingga mencerminkan nilai aset sekarang.
Revaluasi aset yang dilakukan oleh kantor vertikal DJKN yakni 71 Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) di seluruh Indonesia.
Sementara itu, jika dibandingkan dengan utang, mengutip keterangan resmi APBN KiTa Juni 2020 yang dirilis Kementerian Keuangan sebagaimana dikutip dari Kontan.
Posisi utang pemerintah hingga akhir Mei 2020 adalah sebesar Rp 5.258,57 triliun.
Lalu rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 32,09 persen.
Jika dibandingkan dengan bulan April 2020, posisi utang pemerintah juga meningkat dari Rp 5.172,48 triliun menjadi Rp 5.258,57 triliun di bulan Mei 2020.
Rinciannya, utang pemerintah berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar 84,49 persen.
Hingga akhir Mei 2020, penerbitan SBN yang tercatat sebesar Rp 4.442,90 triliun.
Penerbitan ini juga terbagi menjadi SBN domestik dan SBN valuta asing (Valas).
SBN Domestik tercatat sebanyak Rp 3.248,23 triliun yang terbagi menjadi Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 2.650,69 triliun serta Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 597,54 triliun.
Sementara itu, SBN Valas yang tercatat adalah sebesar Rp 1.194,67 triliun dengan rincian sebagai berikut SUN sebesar Rp 970,73 triliun dan SBSN senilai Rp 223,94 triliun.
Untuk pinjaman luar negeri rinciannya yaitu pinjaman bilateral Rp 316,68 triliun, pinjaman multilateral Rp 446,69 triliun dan pinjaman commercial banks Rp 42,35 triliun.
(Sumber: KOMPAS.com/Mutia Fauzia | Editor: Erlangga Djumena)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Membandingkan Total Utang Pemerintah Vs Aset Negara"