Find Us On Social Media :

Wahai Pasangan Muda, Cinta Bersyarat Tumpulkan Kecerdasan Emosi Anak

By Agus Surono, Sabtu, 15 Juni 2019 | 08:30 WIB

Cinta bersyarat tumpulkan kecerdasan emosi.

Sikap empati, mau menghayati perasaan anak, hendaknya diberikan orangtua dalam mendidik anak. Perasaan merupakan indikasi seseorang butuh atau tidak butuh sesuatu. Kalau anak terlihat sedih, artinya dia membutuhkan kedekatan, kehangatan. Kalau perasaannya bahagia, berarti kebutuhannya sudah terpenuhi. Kalau anak tampak bingung, mungkin pilihan di hadapannya tidak ada yang sesuai.

Jadi, yang menjadi acuan dalam pendidikan atau pengasuhan yang baik adalah perasaan si anak, bukan tuntutan lingkungan.

Baca Juga: Terkenal Sangat Disipilin, Ternyata Seperti Inilah Cara Orang Jepang Mendidik Anaknya

Tidak mudah menilai

Mengetahui perasaan merupakan rumus dasar pertama. Rumus dasar lainnya adalah sikap untuk tidak mudah menilai. Penerapannya begini. Semisal sepulang sekolah anak mengungkapkan kekesalannya pada seorang temannya karena ia dinilai sebagai anak sombong.

Bagaimana reaksi kita sebagai orangtua? Kurang bijaksana kalau kita kemudian memberikan penilaian atau konfirmasi dengan mengatakan, “Coba deh kamu bergaul yang baik. Kamu enggak boleh sombong.” Atau, “Mungkin kamu memang sombong!”

Reaksi seperti itu sebenarnya kurang tepat. Sebaiknya kita menanyakan perasaan atau penghayatan dia terhadap situasi itu, misalnya dengan menanyakan, “Jadi, kamu kecewa, ya?”, atau “Bagaimana perasaanmu?” Setelah diajak mengenal perasaannya dan mengungkapkannya, anak kemudian diajak memilih mana yang tepat dari perasaan-perasaan itu untuk mengubah perasaan negatif menjadi positif.

Rasa bersalah atau kecewa merupakan perasaan negatif. Tugas orangtua adalah mengubah perasaan itu menjadi positif, misalnya merasa puas atau bisa diterima oleh teman. Caranya, umpamanya dengan menceritakan pengalaman baik serupa yang pernah dialami orang tua.

Untuk memperkaya emosi anak, orangtua juga bisa memberi kesempatan kepada anak untuk mencicipi kegiatan yang dia inginkan, misalnya di bidang music atau olahraga. Melalui kegiatan berkesenian dan olahraga anak bisa berlatih mengolah perasaan dan memupuk sportivitas.

Berhasil atau tidak, kalah atau menang tidak perlu dipermasalahkan. Lagi pula, tidak semua pecatur bisa jadi Grand Master macam Utut Adianto. Yang penting, anak telah diberi kesempatan untuk mencicipi (menghayati). Kalau tidak pernah mencoba, kehidupan emosinya jadi kering, miskin.

Dengan kesempatan untuk mengenal, mengolah, dan mengungkapkan perasaan, kehidupan emosi anak akan diperkaya. Tanpa dituntut untuk memenuhi harapan lingkungan, termasuk orangtua, anak juga akan merasa diterima apa adanya.

Kasih sayang yang dia terima tak lagi dirasakan sebagai bersyarat. Melissa pun tak harus lari ke panggung striptease.