Intisari-Online.com – Hari ini 13 tahun lalu, tepatnya 1 Oktober 2005, bom kedua mengguncang Bali, merenggut 22 nyawa dan melukai 102 orang lainnya.
Tangis keluarga yang ditinggalkan dan trauma korban yang selamat menjadi cerita pilu yang tak mudah hilang. Mereka yang selamat pun menyimpan nestapa.
Termasuk Febrian Indri Wahyuningrat yang bersama teman-teman sekantornya saat itu berada sangat dekat dengan titik ledakan. Inilah kisahnya, yang dimuat di Majalah Intisari edisi Desember 2005.
Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Itulah salah satu misteri kehidupan. Namun, Febrian Indri Wahyuningrat (26) menjadi salah satu orang yang beroleh untung karena luput dari efek ledakan bom Bali II yang dahsyat itu.
Baca Juga : Umar Patek, Pelaku Bom Bali yang Memilih Bertobat, Apa Alasannya?
Padahal ia termasuk orang yang berada sangat dekat dengan titik ledakan.
Febri, begitu ia akrab disapa, dengan susah payah berusaha merangkai cerita dan mengingat-ingat kembali peristiwa nahas yang menimpa diri dan teman-teman sekantornya.
Secara fisik karyawan sebuah perusahaan kargo swasta di Jakarta itu tidak mengalami luka berarti. Hanya sedikit lecet-lecet terkena serpihan benda.
Tampaknya, meski telah beberapa bulan peristiwa itu berlalu, sampai sekarang Febri masih sulit mengubur kepedihan hatinya. Peristiwa memilukan itu masih melekat kuat di benaknya.
Baca Juga : Terungkap, Pelaku Bom Di Gereja Surabaya Ternyata Keponakan Jaringan Teroris Bom Bali 1!
"Kalau sekarang diajak ke Bali, aku akan pikir-pikir dulu," ujarnya dengan bibir bergetar; meskipun ia juga sadar betul, maut bisa menjemput di mana pun dan kapan saja.
Hidangan disikat habis
Di mata Febri masih terbayang dengan jelas raut wajah teman-temannya satu demi satu yang meninggal terkena ledakan bom. Di telinganya hingga saat ini masih terngiang suara ledakan bom yang sangat keras bunyinya itu.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR