la membangkitkan semangat bangsa Mesir, juga menggalang kekuatan dengan negara tetangga untuk membentuk persekutuan Pan-Arabisme.
Tak ada hambatan berarti sepanjang ia memerintah, kecuali kekalahan dalam Perang Enam Hari, Juni 1967. Sejak itu kebesarannya memudar, hingga jabatannya berakhir saat ia meninggal dunia pada 28 September 1970.
Tentara progresif
Gamal Abdul Nasser lahir di Aleksandria pada 15 Januari 1918. Ayahnya, Abdel Nasser Hussein, seorang pegawai kantor pos, berasal dari Beni Mur, kota kecil di dekat Asyut di Mesir bagian selatan. Ibunya, Fahima Hamad, meninggal pada 1926, saat Nasser umur delapan tahun. Ia tidak melayat ibunya karena tinggal terpisah, ikut pamannya, Khalil Hussein, di Kairo.
Baca Juga : Israel Ledakkan 5 Pesawat Mig-21 Soviet dalam 3 Menit, Mesir Terbitkan Larangan Tertawa, Ini Kisahnya
Tak terungkap sebab Nasser terpisah dari orangtuanya. Penulis biografi Said Aburish menduga, sejak Nasser kecil orangtuanya melihat ada "percikan api" di dalam dirinya. "Ia tak akan maju kalau hanya tumbuh di kota kecil," tulis Aburish.
Ayahnya kemudian menikah lagi dan memiliki tujuh anak. Sementara Nasser, setamat dari Sekolah Quran Ben Ami selama tiga tahun, meneruskan ke Ras-al-Tin di Nahaseen pada usia 11 tahun. Selulus dari sana ia pindah ke Aleksandria dan masuk ke SMP al-Nahda.
Di kota itu Nasser tak hanya melanjutkan pendidikan. Ia ikut kelompok progresif yang menghendaki perubahan politik di Mesir. Ia suka demo, bahkan sering menjangkau Kairo.
Belakangan namanya makin dikenal, dan ia terpilih menjadi Ketua Ikatan Pelajar Kairo untuk Reformasi Politik. Di salah satu demo anarkis di atas jembatan al-Nahda, Kairo, ia terluka. Ia juga sempat ditangkap dan ditahan selama dua hari.
Baca Juga : Dahsyatnya Perang Psikologis: Saat Mesir Ditaklukkan Persia Hanya Gara-gara 'Kucing'
Aktivitas sebagai demonstran surut. Pada Maret 1937 Nasser masuk ke akademi militer. Rupanya ia berminat menjadi tentara. Di sana ia bertemu dengan Abdel Hakim Amer dan Anwar Sadat, dua sahabat yang kemudian menjadi orang kepercayaannya.
Setamat dari akademi ia ditugaskan di Mankabad, dekat Beni Mur. Saat itulah mulai berlangsung kasak-kusuk di kalangan militer. Anwar Sadat menjelaskan situasi itu, "Tentara mulai tidak suka pada negara dan sistem monarki (dan Raja Farouk I)."
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Adrie Saputra |
KOMENTAR