Penugasan berikut adalah Sudan yang waktu itu masih menjadi bagian Mesir. Tak lama tiba di sana (1939), meletuslah Perang Dunia II. Selama masa perang, Nasser, Sadat, dan beberapa mitra politik menjalin kontak dengan agen-agen Axis yang kebanyakan tentara Italia.
Mereka menyusun rencana untuk mengusir tentara Inggris dari tanah Mesir. Ini strategi untuk melemahkan pemerintahan Raja.
Baca Juga : Sudah Ada Sejak Zaman Mesir Kuno, Seperti Inilah Sejarah Make-up
Tapi rencana itu tak pernah terwujud. Selama masa perang Nasser malah lebih suka menggalang kekuatan perwira muda yang setuju dengan ide perubahan. Di dalam negeri, mereka juga menjalin kerja sama dengan kekuatan nasionalis untuk merencanakan revolusi.
Tapi secara resmi Mesir netral dalam PD II. Maka sesungguhnya Nasser dkk. tidak banyak mengalami peperangan. Perang yang sebenarnya baru dia alami di Palestina tahun 1948, yakni perang Arab-Israel. Saat itu tentara Mesir menguasai wilayah yang disebut Kantong Falluja.
Setelah perang, Nasser menjadi instruktur di Royal Military Academy di Kairo. Dengan posisi itu ia bisa menghimpun makin banyak perwira yang setuju dengan pemikirannya. Memasuki tahun 1950, kelompok ini makin kuat. Mereka menamakan diri "Free Officers", menyerukan kebebasan dan berambisi untuk "mengembalikan harga diri bangsa".
Revolusi mengubah monarki
Baca Juga : Keju Berusia 3.500 Tahun Ditemukan di Mesir, Bisakah Kita Memakannya?
Memasuki tahun 1952, situasi di Mesir makin kacau. Tentara terbelah, dan para "Free Officers" makin dominan. Gerakan mereka meletus pada 23 Juli 1952, saat militer pro Nasser menguasai kantor-kantor pemerintah, stasiun radio, kantor polisi, dan markas tentara di Kairo. Mereka mendudukkan Jenderal Mohammad Naguib sebagai presiden.
Tapi ternyata mereka tak berminat mengurusi pemerintahan sehari-hari. Mereka membentuk Dewan Komando Revolusioner Mesir dan menunjuk Ali Maher sebagai perdana menteri. Di dalam Dewan, kepemimpinan dipegang Naguib dan Nasser menjadi wakilnya.
Tapi ketika Maher tak setuju dengan ide reformasi agraria yang diusulkan Dewan, ia ditendang. Naguib memegang komando seluruh kekuatan Mesir dengan jabatan perdana menteri.
Setelah menjalankan reformasi agraria, Naguib membubarkan monarki dan menguasai tanah kerajaan. la mengangkat diri sebagai Presiden Mesir.
Duet Naguib-Nasser yang semula kompak, merenggang terutama setelah Nasser melihat Naguib cenderung jalan sendiri, lepas dari pertimbangan Dewan. Persaingan itu mewarnai pemerintahan Mesir di tahun-tahun awal pasca-monarki.
Masing-masing saling menggalang kekuatan, bergantian, sampai peristiwa Lapangan Manshia membawa kemenangan pada Nasser.
Baca Juga : Arkeolog Berhasil Temukan Sarkofagus Hitam di Kota Alexandria Mesir
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Adrie Saputra |
KOMENTAR