Kini baginya bungee-jumping sudah tak menarik.
Baca juga: Sedang Mudik ke Malang? Yuk, Melihat Kota Batu dengan Paralayang dan Paculah Adrenalin Anda
"Saya harus mencari yang lebih seram, seperti lompatan jungkir-balik atau menyelam," katanya.
Psikolog berpendapat, hasrat mencari pengalaman yang berbahaya sebenarnya normal dan sehat. Dulu gaya hidup nenek moyang kita juga demikian.
Menurut Prof. Barry Gunter dari Universitas Sheffield, "Dulu manusia hampir setiap hari harus berjuang menghadapi bahaya hanya untuk memuaskan rasa lapar dan haus.
Kini kita mencari tantangan untuk memuaskan diri."
Tapi dorongan mencari hiburan dengan menantang maut ini tidak terdapat pada setiap orang.
Buktinya, ilmuwan AS berhasil mengidentifikasi gen khusus yang ada pada orang-orang yang selalu butuh sensasi ekstrem tersebut.
Gen itulah yang mengirim instruksi ke bagian otak yang berfungsi untuk merasa nyaman. Mereka yang punya gen macam itu akan melakukan olahraga ekstrem untuk mempertahankan kadar dopamin yang tinggi.
Dopamin tinggi menyebabkan rasa senang.
Menurut Gunter, salah satu pertanda bahwa kita butuh stimulasi dan ketegangan yang tinggi, “Jika kita senang berlibur ke lokasi-lokasi yang sulit, mencoba makanan yang aneh-aneh, menikmati musik heavy rock, atau film horor.”
Namun toleransi akan risiko makin turun dengan bertambahnya usia. Hal itu bisa dilihat dari catatan, bahwa kecelakaan mobil paling sering dialami oleh pria berusia 18 – 25 tahun.
Meski begitu, menurut Prof. Tim Wheeler dari Southampton Institute, perkembangan teknologi memungkinkan para olahragawan menghadang bahaya yang makin besar.
Jadi tambah semangat
Wheeler pun percaya, banyak orang yang berhobi berbahaya sebenarnya cuma mencari selingan dari hidup yang membosankan.
Soalnya, mereka mengalami perasaan senang, bahagia, yang berkobar-kobar selama berhari-hari setelah pengalaman mereka bisa diatasi.
Akibatnya rasa ketakutan terlupakan, malah tidak sabar untuk mengulanginya! Efek semacam itu bahkan dapat mengubah kehidupan seseorang.
(Stuart Wavell/Als – Intisari September 1997)
Baca juga: Manfaat Olahraga Untuk Anak Juara, Belajar dari Lalu Muhammad Zohri
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR