Dan lidak usah diragukan lagi bagaimana lukisan-lukisan Affandi telah memperlihatkan keberpihakan politisnya, kepada siapa lagi jika bukan kepada mereka yang lemah dan menderita.
Dalam bahasa Kartika, yang diwawancarai Intisari pada dua kesempatan berbeda khusus untuk mengenali sosok pribadi Affandi.
"Papie itu akrab dengan kemiskinan, hidupnya sangat sederhana, makanan favoritnya hanyalah tempe yang dibakar dengan bungkus kertas koran."
Keajaiban lain ceritanya sudah sangat terkenal, yakni tentang bagaimana Affandi mendapatkan isterinya yang kedua, Rubiyem.
Namun kali ini Intisari mendengarnya dari Kartika sendiri, puteri dari isteri pertama Affandi.
"Waktu itu malam-malam datanglah Mamie menggedor pintu rumah saya,” kisahnya, "Mamie nangis-nangis dan bilang 'Aku udah nggak mau! Aku udah enggak bisa!"'
Apanya yang tidak mau dan tidak bisa? Rupa-rupanya, semenjak mengalami menopause, Maryati merasa sudah tidak layak lagi bermain asmara di atas ranjang.
Padahal, Affandi sendiri masih nyeruduk terus, karena gairahnya memang masih sama seperti gairah melukisnya yang berapi-api.
"Mamie itu perempuan kuno, tapi dalam hal ini ternyata bisa bijak," ujar Kartika.
(Baca juga: Kenali Neurosis Yang Bikin Perkawinan Tak Harmonis)
Maka memang segera terdengar kisah kebijakan pasangan ajaib ini.
Maryati memaksa Affandi mengambil isteri kedua, dan tentu saja Affandi tidak mau, tetapi Maryati memaksa terus, sebab gairah suaminya yang tidak tersalur itu menurut sang istri harus mendapat pelayanan.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR