CITRA NEGATIF
Dilaksanakan pada malam hingga dini hari, gandrung biasanya dipadu dengan bentuk keriaan lain misalnya minuman keras. Tak hanya pemaju, semua orang bisa ikut menggoyangkan badan sesuai irama gamelan pengiring. Apalagi dalam kondisi mabuk. Maka tak jarang para pria dibuat lupa diri, lupa punya istri dan keluarga.
Baca juga: Meriahnya Perayaan 17 Agustus di Kyiv, Ukraina, yang Dilengkapi dengan Tumpeng hingga Tarian
Citra negatif sebagai ajang mabok-mabokan, walau diakui, tak sepenuhnya bisa diterima para penari gandrung. Temu, seorang gandrung terob misalnya, tidak mau gandrung asal diidentikkan dengan minuman keras dan orang mabuk.
"Yang namanya mabuk-mabukan itu gak mesti pada acara gandrung. Di acara dangdut atau acara tradisional lain bisa saja terjadi. Yang penting tidak sampai jadi kerusuhan."
Sesuai namanya, gandrung memang berarti "menyukai" atau "tergila-gila". Tak jelas mengapa dikatakan demikian. Yang pasti, penari gandrung memang memiliki daya tarik.
Di tanah Osing yang masih mengakui dunia gaib semacam santet dan teluh, pemanfaatan pelet atau magic sebagai daya tarik diri adalah cerita yang wajar.
Ajian atau daya tarik magis seperti "Jaran Goyang", "Semar Kuning", "Sabuk Mangir", "Jopo- jopo", atau "Sren-sren" secara diam-diam diakui oleh para gandrung terob, meski para penari muda menganggapnya tidak masuk akal.
"Anda yang tidak suka bisa menjadi suka," kata Margono lagi, seperti membenarkan penggunaan cara-cara magis untuk memikat orang lain itu. Sahuni, staf Margono, pun membenarkannya.
"Karena itu saya selalu hati-hati membawa tamu, jangan sampai mereka terpikat oleh penari gandrung," sambung staf marketing Diparda, Aekanu Hariyono.
Baca juga: Hudoq, Tarian Magis Dayak yang Dipercaya Berasal Dari Kerajaan Bawah Air
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR