Bedanya, di Banyuwangi sendratari janger menampilkan cerita khas Banyuwangi, seperti Sidopekso (asal mula nama Banyuwangi), Damarwulan Ngarit, Geger Blambangan, dll.
MULANYA PENARI LAKI-LAKI
Pada awalnya gandrung adalah tarian sakral. Tari itu diciptakan para petani sejak zaman Hindu, tujuannya untuk menghormati Dewi Sri. Menurut sejarah, pertama kali gandrung ditampilkan sebagai tontonan pada tahun 1890.
Pada waktu itu penarinya adalah laki-laki karena perempuan dilarang tampil. Gandrung Lanang (laki-laki) itu menampilkan laki-laki berpakaian ala perempuan. Marsan adalah penari yang melegenda dan baru pensiun hingga usia senja.
Baca juga: Ternyata Ini Rahasia Pergantian Baju di Tarian Pembukaan Asian Games 2018 Bisa Sangat Cepat
Pada 1895, untuk pertama kalinya ada seorang perempuan, Bu Semi, tampil sebagai penari gandrung. Tenyata, kiprah Bu Semi diterima masyarakat. Sejak itu orang lebih senang melihat gandrung dibawakan oleh penari perempuan. Laki-laki cukup jadi pelengkap.
Di dalam perkembangannya, fungsi gandrung bergeser menjadi tari kreasi untuk pergaulan. Tari diajarkan di rumah-rumah dan sanggar, dan si penari menjadikan gandrung sebagai profesi.
Para gandrung terob yang terkenal antara lain Gandrung Asma (Asmawati), Gandrung Temu, Gandrung Sularsih, Gandrung Pinak, dan Gandrung Mudayah.
Mereka berasal dari pelbagai kecamatan di Banyuwangi seperti Kemiren, Cungking, Olehsari, Rogojampi, Gambiran, dan Muncar. Seorang penari gandrung memiliki manajemen dan grup sendiri yang berasal dari warga setempat.
Satu grup biasanya beranggota delapan orang, terdiri atas satu-dua penari, satu perias, dan para pemain musik alias gamelan pengiring.
Gandrung biasa ditampilkan semalam suntuk, pukul 21.00 - 04.00 WIB. Penari harus tahan tidak buang hajat sepanjang acara karena lilitan kain dan stagen busananya yang ketat sehingga tak leluasa dibuka.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR