Intisari-Online.com – Semula tari persembahan kepada Dewi Sri sang pelindung pertanian. Sifatnya sakral, perlu sesajian sebelum mementaskannya.
Sekarang, gandrung adalah tari pergaulan yang biasa dipertunjukkan kepada para turis atau digelar di festival tari antarbangsa. Gandrung lantas memberi kehidupan bagi banyak orang.
Bambang Prakuso menuliskannya untuk kita dalam Majalah Intisari edisi Mei 2009.
Seorang perempuan muda, dengan busana mirip penari serimpi bermahkota omprok, menari gemulai. Tangan terayun, berputar, sesekali menyibakkan selendang yang menjuntai di lehernya.
Gerakannya mengepak bagaikan burung, dan tubuhnya meliuk bagai ular. la seperti menggoda pria lawan tarinya (pemaju). Namun ketika sang pemaju mendekatkan muka seolah-olah hendak mencium, si penari mengelak.
Itulah gandrung. Gerakannya bisa sangat sensual, bisa pula mencirikan tubuh yang lentur namun bertenaga. Tariannya disebut gandrung, sang penari pun, karena kebiasaan turun-temurun, juga disebut gandrung.
DITANGGAP UNTUK MERAMAIKAN HAJAT
Gandrung adalah salah satu tarian orang (lare) Osing, suku asli Banyuwangi, daerah di ujung timur Pulau Jawa. Tarian ini dimodifikasi dari tari pemujaan kepada Dewi Sri, disesuaikan dengan zaman, menjadi tari kreasi pergaulan.
Baca juga: Tradisi Seblang, Cara Sakral Masyarakat Banyuwangi Mengusir Petaka dengan Kesurupan
Selain menjadi kebanggaan dan identitas budaya, gandrung juga dipentaskan di luar Banyuwangi. Di acara pertukaran budaya di kota lain, bahkan ikut festival di luar negeri.
Pada Festival Tari Tradisional Dunia di Korea Utara (2003) yang diikuti 47 negara, gandrung Banyuwangi menjadi tarian terpopuler kedua setelah tari dari Rusia.
Hampir sama dengan jaipong di pedalaman Jawa Barat, ronggeng di sekitar Cirebon dan Indramayu, atau tayub di sekitar Blora dan Cepu, Jawa Tengah, gandrung juga menghadirkan penari, penyanyi, musik pengiring, dan penari spontan yang berasal dari penonton secara bergantian.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR