Baca juga: Buchenwald, Kamp Konsentrasi Nazi yang Kini Menjadi Tempat Penampungan Pengungsi
Ada anak-anak catur yang mereka buat dari kayu, lukisan-lukisan dan buku-buku catatan bahasa. Tawanan di kamp ini terdiri atas berbagai bangsa. Rupanya, ada di antara mereka yang memanfaatkan kesempatan ini untuk belajar bahasa asing.
Juga ditunjukkan sebuah pesawat penerima radio yang berhasil dibuat para tawanan itu tanpa sepengetahuan penjaga. Tampaknya pesawat radio itu dibuat dengan cermat, tidak asal jadi saja.
Segala sesuatunya tampak rapi dan diusahakan kelihatan indah (termasuk plat gelombangnya). Dengan radio itu tawanan bisa mendengarkan siaran-siaran radio Sekutu.
Dari ruangan ini para pengunjung kemudian diarahkan ke ruangan-ruangan lain yang lebih menyeramkan: ruang gas yang menyerupai kamar mandi dan gas yang dialirkan lewat pancuran airnya, ruang penyimpanan mayat beserta unit-unit pendinginnya yang besar-besar, ruang pembakaran mayat dengan tiga buah oven yang masih lengkap, ruang bedah mayat (di mana gigi-gigi emas mayat dicabuti dan dikumpulkan) dan .... tiang gantungan.
Ruangan-ruangan itu menyeramkan, karena di samping rata-rata tidak berjendela juga langit-langitnya rendah.
Baca juga: Bangunan Rahasia Nazi Baru Terbongkar Setelah 38 Tahun Didirikan di Kanada, Begini Wujudnya
Lantai di ruangan itu digambari panah untuk menunjukkan pada pengunjung jalan-jalan berikutnya. Tetapi, pada bagian-bagian yang menyeramkan itu telah disediakan pintu-pintu menuju keluar.
Pintu-pintu yang meskipun tertutup tetapi tidak terkunci itu disediakan bagi para tamu yang merasa sudah tidak "kuat" lagi melihat barang-barang mengerikan tersebut dan ingin segera keluar halaman.
Ambil batu dari jurang
Di ruangan lainnya lagi dalam museum itu diputar film dokumenter Kamp Konsentrasi Mauthausen. Antara lain ditunjukkan wawancara dengan penduduk setempat.
Penduduk setempat itu semuanya menyatakan tidak tahu persis apa yang terjadi di dalam kamp. Mereka hanya tahu itu kamp tawanan.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR