Para penjaga kamp memang diinstruksikan untuk tidak bergaul dengan penduduk setempat. Sehingga, kamp yang terletak enam atau tujuh kilometer dari desa mungkin benar-benar asing bagi penduduk.
Ada bagian film yang menunjukkan serombongan tawanan yang ditugasi mengangkat batu-batuan sebagai bahan bangunan. Yang mengangkut ini bukan orang-orang yang masih sehat dan kuat, melainkan tawanan yang lemah dan kurus.
Tampak salah seoang tawanan terjatuh. Beberapa temannya berusaha menolong agar dapat berdiri lagi, tetapi diusir dengan cambuk oleh penjaga. Lalu tawanan yang terjatuh itu berkali-kali disepak dan dimaki-maki.
Karena tawanan yang lemah itu tidak sanggup lagi bangkit, sang penjaga mencabut pistolnya. Di depan kamera, tawanan yang malang itu ditembak. Kami tidak bisa mengerti mengapa perbuatan itu diabadikan dalam film.
Apakah para pejabat kamp menganggap "keberanian" menembak tawanan yang tak berdaya itu perlu diabadikan supaya dapat diteruskan oleh generasi selanjutnya?
Di seberang kamp terdapat tanah lapang yang cukup luas, tempat tugu-tugu peringatan bagi para korban Kamp Mauthausen. Tugu-tugu itu didirikan oleh pemerintah negara-negara yang warga negaranya ikut menjadi korban.
Baca juga: Nasib Anak-anak Para Pemimpin Nazi: Ternyata Ada yang Meneruskan Cita-cita Nazisme Ayah Mereka
Lebih jauh sedikit, ada sebuah jurang yang dalamnya mungkin sekitar dua puluh meter. Dari dasar jurang inilah batu bahan bangunan diperoleh.
Para tawanann harus mengangkut batu dari dasar jurang itu ke atas melalui jalan-jalan setapak yang bertangga-tangga. Jalan ini sudah cukup sulit bagi orang sehat. Bagaimana kita bisa membayangkan orang-orang yang lemah itu harus membawa beban batu-batuan ke atas!
Bisik-bisik
Seluruh kompleks bekas kamp konsentrasi ini sekarang terpelihara dengan baik dan rapi, sehingga tidak menimbulkan kesan menyeramkan. Walaupun demikian, karena mengetahui sejarahnya, para pengunjung umumnya berbicara dengan berbisik-bisik.
Dari mulut turis-turis Jerman sering kami mendengar ucapan-ucapan yang menunjukkan keheranan dan rasa tidak percaya bahwa segala kekejaman itu benar-benar terjadi.
Tujuan pemerintah Austria menjadikan bekas kamp konsentrasi ini sebagai memorial memang untuk mengingatkan kepada generasi selanjutnya bahwa kekejaman-kekejaman ini memang pernah ada. Sekaligus, memperingatkan agar kejadian serupa tidak terulang kambali.
Lebih dari 20 ribu manusia pernah disekap di dalamnya. Dan lebih dari 110 ribu menemui ajal.
Suatu hal yang menarik di sini ialah bahwa menurut catatan kamp, di antara para tawanan di Mauthausen terdapat tiga orang Indonesia.
Sayang, kami tidak dapat menemukan nama-nama mereka, apalagi data mereka. Begun tiba di kamp, para tawanan hanya dikenal lewat nomor yang diberikan kepada mereka. Seandainya saja kita bisa mengetahui identitas mereka, mungkin kita akan memperoleh cerita yang benar-benar menarik!
Untuk melihat-lihat Kamp Mauthausen dengan baik mungkin diperlukan kira-kira tiga atau empat jam. Sedangkan jarak Wina —Mauthausen ditempuh dengan empat jam. Dengan demikian kita memerlukan waktu seluruhnya delapan am.
Tetapi karena iklim, perjalanan tak melelahkan. Apalagi kita disuguhi pemandangan yang indah-indah.
Kunjungan ke Mauthausen juga memberi wawasan yang Iebih mendalam akan sifat dan kepribadian manusia pada umumnya.
Mudah-mudahan yang bernama kamp konsentrasi ini tak akan pernah hadir di tanah air kita.
Baca juga: Ketika Perayaan Ulang Tahun Adolf Hitler yang ke-129 Diwarnai Aksi Bakar-bakaran oleh Massa Neo Nazi
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR