Di Port-Said yakni pelabuhan Terusan Suez yang menghadap Lautan Tengah saya mengalami sebuah kejadian yang tak terduga. Kapal berlabuh sudah malam dan berangkat lagi keesokan harinya.
Hampir semua penumpang turun kapal dan saya pun mengikutinya dan berjaIan sendiri melalui sebuah jalan yang agak remang-remang. Di sini saya dikerumuni oleh orang-orang yang memperlihatkan “gambar-gambar itu-itu".
Tentunya pembaca-pembaca tahu apa yang saya maksudkan. Untuk menghindarkan orang-orang itu saya berjalan cepat dalam haluan liku atau berputar-putar menuju toko “Simon Arst" yang terang benderang. Toko ini terkenal dengan penjualan tembakau dan rokok yang amat murah.
Dengan penumpang-penumpan lain yang berbelanja di toko itu saya bergabung dan menuju kapal. Walaupun sudah dewasa pada waktu itu saya masih “hijau" dalam hal itu. Dari Port-Said kapal “Johan de Witt" langsung berlayar ke Genoa di Italia.
Genoa — Amsterdam melalui daratan
Dari Genoa ke Amsterdam ada dua jalan. Pertama melanjutkan perjalanan melalui laut keliling Spanyol selama satu minggu atau melalui daratan dengan naik kereta api yang disebut “boottrein" atau “kereta api kapal" melalui Italia, Swiss dan Jerman selama 24 jam.
Ataukah menempuh jalan pertama atau kedua untuk keduanya harga tiket dari Priok sama. Karena ingin melihat Swiss, salah sebuah negara yang indah di Europa, maka saya naik kereta api.
Dari Institut Teknologi Delft ke ETH, Zurich.
Tidak ada yang saya ceritakan selama dua tahun belajar di Institut tersebut. Walaupun hanya menempuh ujian ulangan Fisika, maka karena hawa di negeri Belanda tak cocok, di bulan Juni 1936 saya pindah ke Zurich.
Tanpa kesulitan-kesulitan saya langsung diterima di ETH (singkatan : Eidgenoessische Technische Hochschule) untuk tingkat ke-II dengan catatan bahwa saya harus menempuh ujian pertama dan selain itu dibebaskan pula dari praktikum-praktikum tingkat I dan menggambar.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR