Advertorial

Meski Terkesan Kejam, Nama Adolf Hitler Ternyata Pasaran dan Sering Digunakan Keluarga Petani Kecil

Moh Habib Asyhad

Editor

Sifat-sifat ayahnya yang keras dan maunya berkuasa itu, tampaknya amat menurun pada watak anak lelakinya, Adolf Hitler, sebagaimana terbukti di kemudian hari.
Sifat-sifat ayahnya yang keras dan maunya berkuasa itu, tampaknya amat menurun pada watak anak lelakinya, Adolf Hitler, sebagaimana terbukti di kemudian hari.

Intisari-Online.com -Adolf Hitler dikenal sebagai pemimpin Nazi Jerman. Meski semua orang tahu, ia lahir di sebuah desa kecil di Austria.

Ia lahir pada 20 April 1889 di sebuah desa kecil Braunau yang terletak dekat Sungai Inn di perbatasan Austria-Jerman.

Ayahnya, Alois Hitler, berusia 52 tahun tatkala istrinya, Klara Polzl, yang usianya sekitar 25 tahun lebih muda, melahirkan Adolf.

Alois yang menjadi pegawai cukai, pada 1876 mengubah nama aslinya dari Schicklguber menjadi Hitler, dengan alasan nama yang semula itu kedengaran “ndeso”.

Di kawasan tempat tinggalnya nama-nama seperti Hiedler, Hietler, Huttler, Hutler, dan Hitler adalah umum dan berkonotasi pada “petani kecil”.

Ayah tiri Alois sendiri bernama Hiedler. Namun siapa sebenarnya ayah kandung Alois, tidak ada yang mengetahui.

(Baca juga:Biasa Dilindas Tank, Begitulah Waffen SS si Mesin Perang Adolf Hitler dalam Latihan Tempurnya)

Suatu penelitian menyebutkan bahwa ibunda Alois, Marianne Schicklgruber bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Wina.

Tahun 1937 tatkala berusia 41 tahun dia kembali ke desanya, Dollersheim, dalam keadaan hamil padahal ia tidak bersuami.

Di desa itu ia melahirkan bayi laki-laki, Alois, yang diberi nama keluarga ibunya Schicklgruber.

Anak yang tidak berbapak inilah yang nantinya menjadi ayah Adolf Hitler. Tetapi siapakah sebenarnya ayah Alois?

Suatu sumber menunjukkan bahwa di Wina, Marianne bekerja pada keluarga Frankenberger, yang mempunyai anak laki-laki berusia 19 tahun.

Diduga pemuda tanggung inilah yang menghamili Marianne. Seandainya hal ini benar, maka akibatnya akan hebat sekali, karena Frankenberger adalah seorang Yahudi!

Sehingga berarti kakek Hitler adalah Yahudi. Padahal Adolf adalah pembantai jutaan orang Yahudi selama PD II berlangsung.

Namun pendapat itu dibantah oleh sumber-sumber lain. Sehingga memang sulit membuktikan soal asal usul Hitler, dua bulan sesudah Austria diduduki Jerman Nazi pada 1938, menimbulkan tanda tanya besar.

(Baca juga:Keluarga Yahudi Ini Lolos dari Maut Holocaust Justru Gara-gara Keterbatasn Fisik yang Mereka Miliki)

Peristiwa ini adalah perintah pengosongan desa Dollersheim, desa tempat kelahiran ayah Hitler.

Selanjutnya desa ini dihancurkan oleh tentara Jerman, yang menjadikan tempat itu sebgai ajang latihan perang-perangan.

Tidak diketahui apakah kejadian penghancuran desa tersebut memang sengaja atas perintah Hitler sendiri untuk menutupi “aibnya”.

Atau suatu ketidaksengajaan karena pertimbangan kepraktisan belaka. Sampai kini tidak ada jawaban yang jelas.

Semasa kecilnya, Adolf harus menghadapi kedua orangtuanya yang berbeda tabiat dan perangai.

Alois, ayahnya adalah tipe orang yang kaku, tak punya rasa humor, sok pamer, sadar status, dan angkuh.

Perhatiannya terhadap keluarga hampir tak ada. Ia lebih suka menghabiskan waktu dengan minum dan rokoknya di bar, atau menguasai lebah-lebah peliharaannya.

Namun dia adalah seorang yang rajin bekerja sehingga meraih kedudukan cukup tinggi di kantornya, dan mampu menghidupi keluarganya dengan cukup baik.

Alois yang menikah tiga kali, adalah lelaki yang lebih mengandalkan kekerasan fisik untuk menghukum anaknya.

(Baca juga:Transgender di Indonesia: Saat Dorce Merasa Sedih karena Dipanggil ‘Saudara’)

Adik perempuan Hitler, Paula, ingat betul betapa kakaknya itu hampir setiap hari terkena rangketan ayahnya.

Sifat-sifat ayahnya yang keras dan maunya berkuasa itu, tampaknya amat menurun pada watak anak lelakinya sebagaimana terbukti di kemudian hari.

Hitler nantinya diketahui bersikap merendahkan terhadap kaum wanita, memiliki kemampuan kuat untuk selalu dominan, dan tidak mampu membina hubungan pribadi dengan orang lain secara mendalam, serta berkapasitas besar untuk membenci sesuatu.

Ketika Hitler menjadi pemimpin Nazi, sifatnya yang sangat pembenci akhirnya terbukti, khususnya kebencian terhadap orang-orang Yahudi.

Artikel Terkait